Bab 51

2.5K 282 121
                                    

• Haruno Sakura •

Aku berdiri di pintu kamar Sasuke sambil menggigit-gigit bibir dengan gugup. Dia sedang duduk di kursi, posisinya condong ke depan dengan siku di atas meja dan kepala berpangku di tangan, dia serius menatap laptop. Dia tekan tombol dengan acuh. Dari bahasa tubuhnya, Sasuke tampak bosan, tapi dari umpatan pelan dan erangan yang sesekali dia keluarkan aku jadi tahu Sasuke sedang berusaha konsentrasi, dan aku tak ingin mengganggunya. Entah sudah berapa lama aku berdiri di sini mengawasinya, mungkin sudah sepuluh menit. Sasuke belum menyadari kehadiranku atau jika dia tahu, dia memilih untuk tidak peduli.

Temperamen Sasuke akhir-akhir ini sedikit berubah, dan aku tidak tahu apa penyebabnya, tapi ini dimulai sejak malam mereka mengadakan 'pertemuan keluarga'. Sasuke bergegas keluar dari ruang makan setelah percakapan beralih ke topik ibunya, dia mengunci diri di kamar dan sepertinya berperang sendiri. Kamarnya berantakan, dia hancurkan cermin kamar mandi, mematahkan dua jari dan pergelangan tangan. Dia pakai gips dan hanya bisa menggunakan tiga jari saja di tangan kanan sekarang, itu membuatnya kesal. Aku kaget melihat betapa banyak hal yang dipengaruhi oleh tangan kanannya itu, dan dia terus-menerus mengeluh. Sasuke tidak bisa menulis dengan baik sehingga dia gunakan laptop. Sasuke mengeluh tidak bisa main gitar atau piano, aku tidak paham kenapa itu juga dia keluhkan, dia jarang bermain alat musik. Sasuke tampak tidak berdaya dengan semua keluhan yang dia lontarkan, aku terus menawarkan bantuan, tapi dia menggerutu dan bilang bisa mengurus dirinya sendiri, dia tidak ingin diganggu.

Tangan kanannya yang sakit juga berarti sulit untuk mengendarai mobil. Sasuke mencobanya beberapa hari setelah dipasangi gipsnya, dia menolak mengendarai mobil matic, tapi setelah hampir tabrakan, dia akhirnya menyerah. Sasuke pulang dengan sangat kesal hari itu, dia lempar barang-barangnya dan mengumpat. Sasuke kemudian pergi bersama Dokter Fugaku pagi-pagi sekali, baru pulang sore hari dengan sebuah mobil baru. Ini tidak masuk akal, untuk apa mereka repot-repot beli mobil baru, padahal mereka bisa saja bertukar mobil selama beberapa minggu, tapi aku tidak bilang apa-apa, karena aku bukan berada pada posisi untuk bicara. Lagi pula, itu uang mereka; mereka bebas membelanjakannya sesuka hati dan ditambah lagi itu tidak ada hubungannya denganku. Sasuke nyaris menyeretku keluar ketika mereka tiba di rumah untuk menunjukkan mobil itu padaku, antusiasnya agak mengejutkan. Suasana hati Sasuke buruk akhir-akhir ini, aku jadi senang melihatnya tersenyum lagi, sekalipun penyebabnya adalah kendaraan. Sebagian besar ucapan Sasuke tidak kuperhatikan, karena sejujurnya aku tidak tahu apa-apa tentang mobil, jadi ketika Sasuke mengatakan hal-hal seperti “torsi” atau “tenaga kuda”, aku hanya mengangguk dan pura-pura mengerti, kubiarkan dia memiliki momennya. Setelah Sasuke selesai bicara, dia menatapku penuh harap, jelas menunggu suatu reaksi. Aku balas menatapnya sejenak sebelum tersenyum.

“Bagus sekali,” gumamku, menganggap apa pun yang baru saja dikatakan Sasuke itu bagus. Dia menatapku lebih lama sebelum mengerang dan berusaha mengusap rambutnya dengan tangan yang masih digips. Itu hanya membuatnya kesal.

“Apa kau dengar yang baru saja kukatakan?” tanya Sasuke, makin kesal. Aku menghela napas dan mengangguk ragu-ragu.

“Ya, tentu saja,” kataku. “Kau bilang mobilnya punya torsi, tenaga kuda, dan rpm.” Kubilang saja kata-kata yang melekat di kepala, walaupun aku tidak tahu apa itu, kuharap Sasuke percaya aku memerhatikannya. Sasuke menggelengkan kepala.

“Semua mobil punya itu, Sakura,” kata Sasuke. Dahiku berkerut dan aku bingung menatapnya, kalau semua mobil punya hal-hal itu untuk apa dia memberitahuku sekarang. “Kubilang mobil ini punya mesin V-6 tiga liter. 220 tenaga kuda pada 6.300 rpm. Torsinya 221 pada 2.300 ratus rpm. 0 sampai 60 dalam waktu 7,9 detik.”

“Oke,” kataku ragu-ragu, tidak tahu apa artinya atau bagaimana dia bisa mengingat semua angka itu. “Dan itu bagus, bukan?”

Sasuke mengangguk. “Ini nyaris sebagus mobilku. Beberapa orang mungkin akan bilang ini lebih baik, tapi aku tidak setuju.”

One Warm WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang