Author's POV
.
.
Hari yang ditunggu-tunggu Rey akhirnya tiba juga. Rasa gelisa, gunda, gulana tengah dirasakan olehnya. Seperti hari biasanya, Rey bangun pagi lalu jogging, belanja, dan masak untuk sarapan. Tak lupa beres-beres dan menyiapkan keperluan untuk berangkat ke sekolah.
Pagi ini, rasanya dia tidak sanggup untuk memandang wajah Kenzie yang masih lelap didekap oleh selimutnya yang hangat. Tapi itu bohong, semalaman Kenzie terus berfikir keras bagaimana cara untuk menghadapi Rey, dan menolak secara baik-baik. Jujur saja di dalam hati Kenzie yang terdalam dia tidak mau kehilangan Rey. Dia sudah nyaman dengan adanya Rey di sisinya tapi teringat lagi jika teman baiknya yakni Dini juga menyukai Rey.
Pikiran Kenzie saat ini tengah bimbang, tapi dia sudah memutuskan pilihannya dan mencoba untuk menyiapkan hati. Walaupun terlihat cuek dan acuh, Kenzie sebenarnya orang yang selalu ingin mengalah dan tak mau menjadi masalah untuk orang lain walapun itu harus mengorbankan perasaannya.
Setelah Rey menyajikan makanan di atas meja makan, mereka akhirnya sarapan bersama seperti biasanya. Keheningan terus mengitari, tanpa satu katapun hingga sarapan usai. Walaupun sebenarnya Kenzie tau jika Rey beberapa kali mencuri pandang padanya, tapi Kenzie tetap bersikap tidak tahu dan terus menikmati santapan yang sudah menjadi favoritnya.
"Eemm... Ken gue berangkat dulu ya! Bekal lu ada di meja makan." ucap Rey sambil memasang sepatu di depan pintu keluar.
"Rey...!! Tunggu!!" panggil Kenzie saat Rey mulai membuka pintu dan akan beranjak keluar.
Rey yang biasa banyak omong, hanya diam dan menghentikan tangannya untuk membuka pintu. Dia juga tidak berani membalikkan badannya untuk menatap Kenzie. Jantung Rey mulai berdetak kencang dan berfikir dia akan memberi jawabannya sekarang juga. Jujur Rey belum siap apalagi pagi ini kelas pertama adalah pelajaran matematika. Otaknya pasti tidak akan berfungsi jika mendapatkan tekanan emosi.
"Rey, nanti temui aku di belakang gedung sekolah. Ada yang ingin aku bicarakan." ucapk Kenzie setelah menelan ludah dan mengatur nafasnya.
"Ohh... okay siap, gue berangkat dulu." ucap Rey singkat, dan dengan cepat membuka pintu lalu berlari keluar. Setiap hari dia berlari untuk menuju ke sekolah karena jaraknya tidak terlalu jauh.
Kenzie sedikit terkejut dengan sikap Rey yang sedikit cuek kepadanya. Rey jadi lebih pendiam dan sedikit menjauh.
.
.
Di sekolah
.
" Yah Sattt, liat dong tugas lu gue belum nih tinggal lima nomor aja." permohonan si Angga kepada teman masa kecilnya yakni Satria.
"Ogah!! salah lu sendiri!! Siapa yang suruh push rank sampe pagi."tolak si Satria.
"Yahhhh... pelit banget sih lu Sat. Yaudah gue liat punyaknya Dion aja! Yahh... Dion lu kan baekk." tegas si Angga lalu dia merangkul bahu Dion dan memberikan senyum licik. Sambil berharap Dion mau memberikan contekan.
"EEEHHHHHH.... !!!!" respon si Dion yang enggan memberikan contekan.
" Yaudah ini cepetan, contek aja!" cletuk Satria dan menyodorkan bukunya ke Angga.
Aslinya dalam hati, Satria sangat tidak suka melihat Angga merangkul laki-laki lain. Dia sering kesal tapi tidak bisa diungkapkan. Karena dia tidak mau melihat Angga terus-terusan merangkul Dion akhirnya dengan rasa terpaksa dia memberikan contekan ke Angga.
"Nah gitu dong baru sohib gua!!" ucap Angga sambil mengobrak-abrik rambut Satria yang ikal. Lalu Angga tersenyum sangat lebar dan membuat Satria blushing, spontan Satria membuang mukanya ke jendela di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Boy [BL]
RomanceRey, cowok yang bertampang preman tapi sangat jago dalam pekerjaan rumah tangga, misalnya memasak dan bersih-bersih. Keahliannya yang lain yakni bermain basket. Saat akan masuk SMA, Rey bertemu dengan Kenzie anak orang kaya raya yang tidak bisa...