Rey's POV
.
.
Yang bener aja gue bisa tinggal di tempat dia, wahhh beruntung banget. Gue rasanya udah capek banget barusan dateng dari Amrik sama muter-muter habis kesasar. Pingin cepet-cepet rebahan.
"Ehhh........ Yakin lo?? Beneran? Teruss bayarnya berapa???" tanya gue yang butuh keyakinan.
"Iyah yakin, kalau masalah biaya enggak perlu khawatir."
"Ehhh makasih banget loh. Oh yah nama gue Rey, nama lu?"
"Namaku Kenzie salam kenal. Enggak Rey aku yang berterima kasih kamu sudah banyak nolong aku tadi,"
Akhirnya dia ngomong rada panjang, mungkin dia emang pendiam butuh penyesuaian buat ngomong sama orang lain. Aneh juga sih dia ngomongnya formal banget jadi canggung gue, tapi enggak apalah yang penting dapet tempat gratisan. Mayanlah, gue enggak jadi langanan pr*mag.
Gue pun jabat tangan dia sambil senyum heboh, tapi dia cuman nunjukin ekpresi datar. Gue seneng banget dapet tempat tinggal bareng dia, seneng bisa ngirit lebih tepatnya.
*~*~*~*~*
Kenzie's POV
.
.
Setelah menjalin hidup mewah dari kecil, aku memutuskan untuk tinggal sendiri di Indonesia, aku juga ingin menggapai jalanku sendiri. Karena itu, aku pergi meninggalkan rumah dan bersekolah di SMA SH tempat yang direkomendasikann oleh pamanku.
Aku adalah anak sulung dari tiga bersaudara, aku memiliki dua adik laki-laki. Adikku yang pertama tinggal dengan sahabat papa, karena sikapnya yang buruk dia diusir dari rumah. Yah papa kami adalah orang yang dingin tegas pada anak-anaknya. Padahal dia sangat pintar dalam akademik, dan dijuliki anak jenius melebihi aku.
Adikku yang bungsu sudah masuk di akademi khusus musik. Dia masih sangat kecil akan tetapi bisa dibilang jenius dalam bidang musik. Aku yakin suatu saat dia akan menjadi musisi terkenal.
Sedangkan aku sebagai kakak dari mereka tidak memiliki kelebihan yang menonjol. Menurutku aku gagal menjadi seorang kakak yang baik bagi mereka. Karena aku selalu merasa iri dengan kemampuan luar biasa yang mereka miliki. Ada rasa sayang sekaligus benci terhadap mereka.
Aku sudah berusaha sekuat tenaga, agar papa melihat kerja kerasku tapi semunya sia-sia. Tidak ada yang mau memahami usahaku.
Aku tidak sejenius dan seterampil adik-adikku. Hal itu membuat keluargaku bahkan para pekerja di rumah memojokkanku dan meremehkanku. Anak sulung yang tidak berguna sudah menjadi julukanku.
Yah walaupun banyak orang di sekitarku, aku selalu merasa sendirian. Aku sering menghabiskan waktuku dengan membaca buku di loteng yang dingin nan sunyi, di situ adalah satu-satunya tempat yang membuatku tenang. Aku bisa berimajinasi tentang berbagai hal yang menyenangkan.
Tapi lambat laun aku tidak tahan berada di dalam rumah yang megah itu. Akhirnya aku bertekad untuk tinggal di Indonesia, tempat kelahiran mamaku yang sudah tiada. Aku ingin hidup bebas di sini, dan mengetahui lebih banyak mengenai negara mamaku berasal.
***
Entah hari ini, harus kusebut hari sial atau menguntungkan, karena baru saja aku dipalak oleh preman-preman yang mengerikan. Untung saja ada seseorang yang menyelamatkanku. Dia berbadan tinggi dan atletis, wajahnya tampan dengan rambut hitam pendek, dan memakai tindik di kupingnya, matanya juga tajam sekilas terlihat mengerikan.
Dia laki-laki yang sangat kuat, buktinya hanya sekali pukul dia udah bisa mengalahkan bos dari para preman-preman itu.
Hal itu membuat preman lainnya lari terbirit-birit ketakutan. Aku masih ingin tertawa kalau teringat kejadian itu. Konyol sekali.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Dearest Boy [BL]
RomantizmRey, cowok yang bertampang preman tapi sangat jago dalam pekerjaan rumah tangga, misalnya memasak dan bersih-bersih. Keahliannya yang lain yakni bermain basket. Saat akan masuk SMA, Rey bertemu dengan Kenzie anak orang kaya raya yang tidak bisa...