Chapter 11 ~

2.3K 201 4
                                    

Author's Pov
.
.
.
Kenzie terus berlari menjauh dari Rey,  dengan nafas yang terengah-engah dan berlinang air mata. Sejenak dia berhenti mengambil nafas dan menatap telapak tangannya yang masih merasakan panas setelah melesatkan tamparan ke Rey.

Dada Kenzie terasa sangat sesak dan merasa sangat bersalah,  dia tidak memahami sakit yang dia rasakan saat ini. Dia tak pernah merasakan hal yang seperti ini, dalam hati dia terus bertanya kenapa dia bisa seperti ini. Apakah ini sebuah penyakit, lalu apa yang bisa menyembuhkan rasa sakit ini. Kenzie yang belum pernah merasakan cinta, sangat kebingungan dengan apa yang dideritanya sekarang.

Kenzie mencoba untuk menenangkan dirinya dan duduk di sebuah bangku taman sambil terus menghapus air matanya. Berkali-kali menghapusnya tetapi tetap saja air matanya terus mengalir.

Setelah cukup tenang Kenzie melanjutkan langkahnya,  dia tidak berani kembali ke apartemen untuk saat ini. Dia tidak sanggup bertemu dengan Rey sekarang. Oleh karena itu, dia terus melanjutkan langkah kakinya tanpa tau tujuan. Hingga dia berhenti di depan toko buku kecil yang sudah tua. Kenzie yang memiliki hobi membaca buku pun tertarik untuk masuk ke toko kecil itu.

Di dalam toko itu terdapat banyak novel,  buku cerita,  kamus,  ensiklopedia,  dan banyak lagi. Memang terlihat kecil tetapi cukup lengkap di dalamnya. Toko ini terkesan antik dan kuno tapi itulah yang menjadi daya tarik untuk Kenzie. Mulai dari lampu,  jam dinding,  jendela,  pintu,  dan perabotan lainnya merupakan barang antik. Mungkin ini semua peninggalan masa penjajahan yang masih dijaga dengan baik.

Kenzie pun mulai sibuk melihat buku yang membuat dia tertarik. Tak butuh waktu lama Kenzie sudah mendapatkan buku yang ingin dia beli. Dia segera meunuju ke kasir yang dijaga oleh seorang kakek tua berwajah ramah.

"Wahh..  Sudah jarang sekali anak muda. Suka buku-buku seperti ini. " ucap sang kakek penjaga kasir.

Kenzie hanya diam lalu memberikan senyuman lemah kepada kakek itu,  sambil meanggauk ringan tanda setuju. Sang kakek yang melihat respon Kenzie ikut tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya untuk menjumlah harga buku yang harus dibayar lalu mengemas dan memasukannya ke dalam kantong plastik.

Setelah melakukan pembayaran,  Kenzie melangkah keluar dari toko kecil itu lalu melanjutkan perjalanannya. Kenzie berjalan sambil melihat ke sekitar mencari tempat yang nyaman untuk membaca buku yang barusan ia beli.

Membaca buku novel atau cerita adalah obat penenang bagi kehidupan Kenzie. Sejenak dia akan terfokus pada dunia khayalan dan lupa akan masalah yang dia hadapi di dunia nyata. Kenzie merasa sangat senang dapat hidup di dunia imajinasinya tapi dia sadar kalau itu hal yang tidak mungkin.

Akhirnya,  Kenzie memilih kafe yang nyaman untuk membaca buku. Kafe itu,  memiliki gaya yang sederhana tetapi elegan dengan dominan warna putih, hitam, dan coklat.

Saat Kenzie membuka pintu terdengar suara lonceng kecil yang tergantung di atas pintu. Dia pun langsung disambut oleh para pelayan yang ramah. Kenzie hanya diam dan melihat ke sekeliling untuk mencari tempat yang nyaman. Dia pun memilih tempat yang berada di pojok dekat dengan jendela. Jendelanya sangat besar sehingga telihat jelas lalu lalang orang maupun kendaraan yang masih sibuk menjelang malam hari.

Dia pun duduk dan mengeluarkan kacamatanya yang jarang dia pakai. Sebenarnya dia tidak mau matanya yang sembab terlihat jelas,  akhirnya dia memakai kacamata untuk penyamaran  dan segera membuka buku barunya.   Semua itu dia lakukan dengam cara yang elegan shingga membuat semua pelayan di sana terkesima.

Walaupun sekarang terlihat lebih tenang,  sebenarnya di dalam hati Kenzie masih merasakan suatu yang janggal dan menyakitkan. Kenzie masih teringat jelas bagaimana ekpresi Rey setelah ditampar olehnya.

My Dearest Boy [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang