9. Diberikan Kebaikan.

53 9 1
                                    

Semangat, Syerlin! batin Syerlin sambil mengeluarkan beberapa buku dari tas saat Bu Nes masuk menuju kelas 11 IPS 2.

"Silahkan diisi sepuluh soal di papan tulis!" perintah Bu Nes sambil menatap murid satu per satu, "Syerlin, jawabannya tolong dikumpulkan menuju meja Ibu!"

Syerlin menganggukan kepala. "Iya, Bu."

Setelah mengatakannya, Bu Nes pun berjalan mendekati meja, merapikan semua kertas lalu berjalan keluar kelas. Syerlin menatap papan tulis sambil menyipitkan mata, dia tidak bisa melihat dengan jelas karena lupa membawa kacamata padahal memiliki minus. 

"Lo gak bisa lihat papan tulis?" tanya Gea sambil melirik dengan wajah datar.

Syerlin menjawab spontan, "Iya, bisa bantuin gak?"

"Bisa, tapi harus kasih pulpel! Soalnya pulpen gue hilang." Gea melipat kedua tangan sanbil memperhatikan semua soal dengan begitu santai.

Syerlin menatap pulpen di sela-sela jari, dia hanya memiliki satu, kalau diberikan kepada Gea, maka besok tidak akan bisa jajan demi membali pulpen baru. Sudahlah, mungkin setelah menerima pulpen darinya, Gea akan berubah menjadi baik hati. Mungkin, mereka bisa menjadi sahabat.

Syerlin menganggukkan kepala lalu menyerahkan pulpen menuju Gea. "Ini, ambil aja!"

Gea merampas pulpen tersebut dengan kasar kemudian menulis semua soal di papan tulis tanpa memperdulikan Syerlin yang masih merasa bingung harus berbuat apa.

Syerlin terdiam, memperhatikan Gea secara diam-diam, merasa sedikit ketakutan kalau harus debat dengan gadis dingin serta menyeramkan.

Tidak lama kemudian, Garaga muncul dari balik pintu sambil mengemut permen stik, dia langsung tersenyum manis saat melihat sang kekasih.

Syerlin selalu bercahaya, tidak seperti gadis di sebelahnya yang terlihat amat dekil. Dia mendekat lalu melirik gerak-gerik Syerlin.

"Mau duduk atau disantet?" sela Koko ketika Garaga terus mematung dan tidak kunjung duduk.

"Berani sama majikan?" Garaga melirik dengan tatapan ketus.

"Ck, sorry, masyarakat!" Koko cuma bisa berdecak kesal lalu keduanya segera pergi menuju tempat duduk yaitu di belakang tempat duduk Gea serta Syerlin.

Garaga tidak tahu, kenapa Syerlin terus melirik teman sebangku dan tidak memperdulikan gerak-gerik pacar sendiri. Dia menyatukan alis, Gea seperti sudah merusak segalanya.

Garaga

"Kamu udah nulis? Pinter," ucap Garaga sambil mengusap pucuk rambut Syerlin dengan lemah lembut.

Syerlin tersentak kaget saat seseorang di belakang tubuh mengusap kepala secara tiba-tiba padahal sedang asik melirik Gea. Ternyata cuma Garaga bersama Koko.

"Syerlin, enggak usah kaget gitu kalau ketemu setan!" pinta Koko sambil menunjuk Garaga saat mengucapkan kalimat 'setan'.

"Lo setannya!" Garaga mereka menjadi amat kesal.

"Bapak Khong Guan kok malah bilang setan?" Koko memelas.

Garaga mengacak pinggang lalu menjawab, "Setan mah setan aja, jangan membuat orang lain merasa bersalah. Canda setan!"

Syerlin tersenyum kecil, wajah Koko yang sangat memelas saat dengan Garaga menjadi hiburan tersendiri. Namun, dia tidak mau ikut campur. Sang kekasih selalu sangar ketika sedang marah.

Garaga menarik sebuah bangku, duduk, kemudian menatap sang pacar dengan perasaan gemas. Dia menumpuk kedua tangan di atas meja dan memperhatikan gerakan gemulai tersebut dengan senyuman manggoda. "Nulisnya udah sampai mana?"

Detik Depresi ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang