8. Ada apa dengan Gea?

53 8 0
                                    

Syerlin sudah berkali-kali memanggil Gea dengan napas memburu, tetapi yang dikejar terus menjauh tanpa menoleh sedikit pun. Dia terpaksa meraih tangan Gea, tetapi langsung ditepis dengan kasar.

Tidak lama kemudian, Gea berhenti melangkah sampai membuat Syerlin mengangkat ujung bibir, tersenyum gembira. Namun, kesenangannya itu berhenti ketika melihat raut wajah Gea.

Saat itu Gea terlihat seperti monster yang siap menerkam siapa pun di depannya. Syerlin mundur beberapa langkah, ternyata benar kalau tenaga yang dimiliki lebih kuat melebihi Garaga. Tangan Syerlin bahkan terasa perih, baru kali ini merasakannya.

Gea mencengkram telapak tangan. Dari matanya, sudah tercipta banyak kebencian sambil membuat Syerlin berhenti berbicara lalu berkaca-kaca. "Pergi dari sini, anj—"

"Hey, jangan ngomong kasar!" Syerlin masih sempat meminta orang lain padahal dirinya sedang menahan air mata supaya tidak jatuh.

"Gue gak mau ngomong kasar, tapi lo emang kayak hewan!"

Gea membalikkan badan, memilih untuk pergi saja karena sudah tidak tahan kalau terus bersama Syerlin lebih lama lagi. Ekspresi memelas itu membuat hatinya goyah, dia kurang sanggup kalau harus berpura-pura kasar demi membuat Syerlin pergi.

Gea menahan sesak di dada, tidak ada hal menyakitkan selain menjauh dari sahabat setulus seperti Syerlin. Dia mengusap air kata yang menetes menuju pipi dan terus melangkah menuju Toilet Siswi. Memikirkan hal-hal negatif membuatnya terus menghindari semua orang, Gea berfikir kalau orang-orang akan terkena sial kalau terus bersamanya.

"Gue gak mau berteman sama lo," lanjut Gea dengan nada kesal, "Jadi, berhentilah mengemis buat berteman lagi!"

Syerlin berhenti berbicara, Gea sudah menampilkan sikap asli kepada-nya supaya menjauh secepat mungkin. Dia yang salah karena tidak menjauhi gadis misterius itu. Namun, tidak ada secuil rasa ingin menghindar.

Syerlin tidak bisa membohongi perasaannya sendiri, permintaannya sangatlah tulus. Dia ingin memiliki sahabat, susah-senang bersama. Gea adalah gadis tepat yang menolong hidupnya beberapa tahun ke depan.

"Gea, aku tulus mau berteman—"

"Gue gak mau berteman sama lo!" Gea membalikan badan kemudian pergi mendekat, nafasnya memburu dan dia sudah bersiap untuk menampar pipi sekencang mungkin, tetapi niat itu diurungkan ketika melihat air mata turun membasahi pipi kanan Syerlin.

Gea mundur beberapa langkah ke belakang, dia sudah hilang kendali sampai melukai perasaan seorang gadis yang ingin berteman dengan begitu tulus. Gea merasa bersalah, tetapi hanya bisa berkata, "Lo gak faham sama ucapan gue, 'kan? Lo tuli? Cepat pergi jauh-jauh!"

"Gea, aku salah apa?" Syerlin hanya terdiam mematung tanpa berkenan untuk menghapus tetesan air yang jatuh.

"Lo salah memilih teman. Tolong menjauh! Gue gak mau lo sakit hati."

Syerlin tersenyum pahit, harapan dengan Gea sepertinya tidak akan pernah tercapai sampai kapan pun apalagi kalau dilihat dari wajahnya, Gea jijik kepada Syerlin padahal gadis lain ingin sekali memiliki kecantikan seperti gadis Indonesia-Jepang itu.

Syerlin berkata, "Andai bisa berteman dunia-akhirat—"

"Gue bunuh diri lagi kalau lo nekat meminta pertemanan—"

Syerlin menoleh dengan tatapan tidak percaya, hatinya semakin hancur saat mendengar ancaman kurang masuk akal seperti itu. Dia pun menggeleng pertanda kurang setuju kalau sahabat terbaru pergi begitu saja. "Tu-tunggu, jangan bunuh diri! Demi apapun itu, tolong jangan nekat!"

"Bagus. Berhenti menjadi teman gue, kayak orang idiot aja!"

Seperti apa perasaan kalian ketika mendengarkan kalimat itu? Syerlin yang sudah rapuh hanya tersenyum, memperlihatkan gigi-gigi putih lalu meneteskan air mata tanpa menyusut banyak tetesan.

Detik Depresi ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang