13. Just Friend.

33 10 13
                                    

Semua mata pelajaran sudah usai, bel pun berbunyi dan diiringi oleh suara teriakan banyak murid yang merasa lega karena otak mereka bisa sedikit istirahat. Syerlin segera bangkit dari tempat duduk, tetapi tidak langsung pergi begitu saja.

Dia sempat mengingat teman satu bangku yang sedang pergi menuju toilet dan tidak ditemani siapa pun. "Kasihan Gea kalau aku tinggalin," ucap Syerlin sambil menatap bangku kosong di samping tempat duduk.

Syerlin tidak tega membiarkan Gea kembali dari toilet dan keadaan kelas malah sunyi seperti ini. Semoga saja mereka bisa pulang bersama seperti yang diucapkan oleh Gea kepada seorang ibu di handphone tadi siang.

***

Gea menyusut kedua tangan menuju seragam karena di toilet, tidak punya waktu menyusut tangan menuju tissu.  Dia berhenti melangkah saat melihat seorang gadis masih berada di kelas padahal suasana sudah sangat sepi.

Gea menatap jam di sebelah tangan, berdecak kesal, lalu geleng-geleng. Gadis itu terlihat mengantuk berat sampai tertidur sampai jam sudah menunjukan pukul 16.45.

Gea bergegas masuk kelas, berkemas secepat mungkin lalu memberanikan diri untuk menggoyang-goyangkan tubuh gadis yang merebahkan kepala di meja belajarnya.

"Syerlin," ucap Gea dengan lemah lembut seolah mengerti, tidak ada manusia yang pantas disentak saat baru bangun tidur.

"Hmm?" Syerlin hanya berdeham lalu membalikan badan menuju arah Gea sampai terpesona dengan wajahnya yang terlihat semakin cantik ketika tertidur. 

Gea menelan ludah sendiri, dia juga ingin memiliki paras secantik itu. Namun, kenapa Tuhan tidak pernah mau memberikan kepercayaan pada gadis buruk rupa sepertinya?

Tidak lama kemudian, Syerlin mulai membuka mata, di depannya hadir teman sebangku dengan wajah datar. Namun, Syerlin malah memberikan senyum manis sampai Gea merasa begitu heran.

"Oh, kamu baru datang?" tanya Syerlin sambil merentangkan kedua tangan. Sekarang, dia sudah sadar total. "Lama banget, berapa jam, sih? Ngapain aja di toilet, Gea?"

Gea tidak menjawab dan malah semakin memperdalam tatapan di antara mereka. "Lo gak pulang? Mau nginep di sini?" 

"Aku tungguin kamu," jawabnya dengan senyuman manis.

"Di sini gak ada kasur empuk, pulang aja ke kerajaan!" Gea ketus. Dia pun melangkah keluar kelas tanpa melirik Syerlin sedikit pun seperti tidak ingin berlama lagi berada di kelas ini.

"Aku bukan Tuan Putri—"

Gea berhenti sejenak lalu menghela nafas panjang, gadis itu selalu tidak menyadari kalau dia diperlakukan istimewa dari pada orang lain. "Tapi lo diperlakukan bagai Ratu."

"Aku bukan Ratu—"

Gea menghela nafas lalu berjalan menjauh sambil bergumam, "Dih, banyak omong masyarakat satu ini!"

Syerlin menatap punggung gadis itu dengan perasaan kecewa, Gea sudah ditunggu sampai ketiduran, tetapi malah ditinggalkan begitu saja. Dia mulai celingak-celinguk, tidak ada satu pun orang di dalam kelas selain diri sendiri.

Syerlin mengusap kedua tangan karena merasa begitu merinding kalau berlama-lama di kelas yang terkenal memiliki cahaya redup dari pada kelas lain. Tidak lama kemudian, dia segera berlari menuju Gea dengan tergesa-gesa.

Detik Depresi ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang