Beberapa tahun berlalu, tidak ada perubahan yang berarti di kediaman tersebut. Semua masih sama, bahkan orang-orang di internet ataupun dunia real masih saja memberikan gunjingan kepada kondisi fisik Gea yang terlihat semakin menghitam. Namun, sekarang Gea bukan bayi lagi karena menginjak bangku lima SD.
"Ini, juice yang kalian pesan!" ucap Gea dengan tangan gemetar ketika menyerahkan juice apel kepada anak laki-laki yang seringkali memberikan bully dan tidak sungkan menjadikan orang lemah sebagai babu.
"Lama lo, Anj-"
"Gak ada upah lagi, ya?"
"Dasar, cewe sinting!"
Sial, satu-satunya babu yang ada di kelas adalah Gea. Gadis polos itu pun hanya bisa menghela nafas panjang, mungkin menjadi babu adalah cobaan untuk gadis buruk rupa sepertinya. Gea hanya bisa tamah dan ikhlas, bahkan dia bersedia disuruh apapun supaya tidak diberikan pukulan.
"Gue mau juice melon, kenapa malah dikasih rasa apel?" sergahnya, tetapi Gea tidak menjawab dan hanya bisa tertunduk lesu.
"Uang juice-nya tolong diganti!" balas Gea.
"Hah? APA KATA LO, GE?"
"Uang juice harus diganti karena lagi pake uang Papa."
"Hahaha ..., uang lo udah abis kemana?"
"Diambil sama orang lain," jawab Gea dengan begitu jujur. Gea sempat mendongak dan melihat telapak tangan orang itu yang lebih besar daripada kepala mungilnya. Dia langsung menutup mata karena merasa ngeri, tetapi tidak bisa menghindar karena kejadian itu terasa begitu cepat.
Plak!
Akhirnya, Gea mendapatkan bogem mentah sampai terbanting menuju lantai. Gadis itu meringis kesakitan sambil mengelus bagian yang terasa sangat sakit. Tidak lama kemudian, tetesan air mengalir secara perlahan melewati dua lobang hidungnya.
Gea segera menyusut darah itu sambil menahan isak tangis. Gadis sekecil itu diberikan bully keras bahkan sampai memberikan pukulan, tetapi Gea tidak bisa melaporkan hal ini kepada siapapun. Kalau sampai ketahuan melapor, Gea akan mendapatkan bully yang lebih parah.
"Sudah telat membawakan juice, banyak tingkah pula!" teriak anak laki-laki kurang ajar itu, "Kalo berani lapor ke siapa pun, lo akan mampus!"
Gea tidak menjawab apa-apa dan malah fokus melihat semua orang yang mematung seperti menonton hiburan gratis. Gea pun berusaha berdiri tanpa ada seorang pun yang menolong.
Air mata tumpah ruah setelah berada di dalam toilet, tetapi tidak ada satu pun manusia mengetuk pintu untuk bertanya sesuatu. Gea mulai memeluk kedua kaki yang ditekuk sambil melirik menuju langit-langit toilet.
Sekarang, Gea hanya bisa menatap langit-langit toilet sambil meneteskan air mata. Mungkin, dirinya tidak akan tahan kalau harus sekolah di tempat yang sama lebih lama lagi.
Gea ingin sekali cepat lulus kemudian bertemu teman baru, tidak apa-apa kalau cuma mendapatkan satu teman perempuan karena yang terpenting adalah mendapatkan ketulusan.
Brus!
Satu emper yang dipenuhi oleh air mendadak tumpah dari langit-langit toilet, sepertinya memang ada orang yang sengaja melakukan itu. Gea merasa terkejut karena seragam sekolah menjadi sangat basah.
"AAA, SIAPA ITU?" Gea beranjak dari WC duduk tersebut, merapikan pakaian kemudian segera membuka pintu kamar mandi sambil berharap semoga anak-anak yang usil itu akan meminta maaf kepadanya.
"Hahaha ..., si idiot itu ada di dalam kamar mandi, 'kan?"
"Bener, tadi masuk ke dalam kok!"
"Emang enak? Rasain!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Depresi ( TAMAT )
Teen Fiction"Hidupku penuh kesialan. Tuhan, apa aku tidak boleh bertahan?" Syerlin Hanako Natasya. "Apa kamu mau menghadap Tuhan bersamaku?" Gabriella Reisyana ☔︎︎☔︎︎☔︎︎ Ada ratusan duka yang belum bisa diungkapkan oleh Gabriella Reisyana pada Syerlin Hanako N...