24. Mengutuk Takdir.

30 6 0
                                    

Syerlin menutup panggilan masuk dari Garaga karena sudah tau isi panggilan tersebut akan seperti apa yaitu menyuruhnya untuk segera pergi meninggalkan Gea sendirian di dalam kelas. Syerlin memutar bola mata pertanda malas kemudian berpura-pura menatap Gea tanpa melakukan apapun.

Gea merasa kurang enak kalau Syerlin terus menunggunya setiap pulang sekolah karena menulis saja terasa begitu lambat sampai pulang paling terakhir, bahkan sering pulang di waktu sore. Namun, Syerlin sangat setia ketika menunggu kepulangan dirinya.

Ketika seseorang menelfon untuk kesekian kali, Syerlin langsung tersentak kaget kemudian bergegas mengangkat panggilan itu. "Hallo?"

Gea melirik menuju temannya yang sedang mengangkat panggilan masuk, tetapi memperlihatkan ekspresi ketakutan dan tangan Syerlin malah terlihat sedikit gemetar.

"Syerlin masih ada di sekolah, Ma." Bola mata Syerlin terlihat begitu berkaca-kaca sehingga membuat Gea semakin merasa curiga. "I-iya, nanti aku pulang cepat-"

Saat masih berbicara, panggilan yang sedang berlangsung mendadak dihentikan oleh pihak seberang. Syerlin menatap sahabatnya dengan perasaan kurang tega, kalau pulang duluan, maka Gea akan sendirian di kelas yang sudah sunyi ini. Namun, sekarang Syerlin tidak punya banyak waktu lagi dan segera berkemas.

"Gea, kamu gak papa kalo sendirian di kelas ini, 'kan?" tanya Syerlin dengan nada gugup sambil membantu merapikan isi tas Gea.

Gea menyatukan kedua alis kemudian melirik dengan begitu sinis. "Lo mau kemana, sih!"

"Aku pulang duluan, ya?"

"Oh, lo mau ninggalin gue di kelas sendirian?" celoteh Gea sampai membuat Syerlin berhenti melakukan kegiatan kemudian menatap dengan ekspresi memelas. "Lagian, kenapa pengen pulang cepat? Mau jalan sama om-om, ya?"

Deg!

Syerlin tercengang saat Gea bertanya seperti itu, tetapi Syerlin terus saja mencoba untuk berfikir positif karena siapa tau temannya itu hanya sedang bercanda. Yang pasti, dia masih belum bisa mengatakan kejujuran bahwa sebenarnya Syerlin sudah masuk dalam dunia malam.

"E-enggak gitu juga, Ge!" Akhirnya Syerlin hanya bisa menjawab kata itu sambil cengengesan sekaligus merasa begitu gugup.

"Yaudah, sana pulang!"

"Ge, jangan marah, ya?"

"Enggak, gue gak marah. Pergi sana!"

Syerlin menganggukkan kepala dan berusaha berpikir positif kalau Gea hanya sedang kelelahan sampai melampiaskan amarah kepadanya. Syerlin berkata, "Lain kali, kita pulang bareng lagi-"

"Emangnya ada acara apa sampe gak mau pulang bareng sama gue?" sela Gea dengan ekspresi ketus.

"Enggak ada acara apa-apa, aku cuma disuruh pulang lebih cepat sama Mama."

Gea membulatkan bibir pertanda sudah mengerti 'kenapa Syerlin terus berusaha pulang secepat mungkin'. Dia segera memberikan bantuan terbaik. "Mau diantar supir pribadi gue gak?"

"Enggak usah, Ge. Terima kasih. Aku duluan, ya?"

"Iya, hati-hati!"

***

Syerlin merintih kesakitan sambil meraih sebuah perban kecil dari tas kemudian berusaha untuk menutupi luka yang disengaja oleh kenakalan seseorang sampai memperlihatkan warna biru di lehernya.

Om-om yang ada di kursi pengemudi segera menyerahkan beberapa lembar uang bernominal tinggi kepada gadis cantik tersebut sambil berkata, "Udah, jangan sedih kayak gitu, perpisahan kita cuma sementara, nanti malam bisa main lagi sama om. Iya, 'kan?"

Detik Depresi ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang