30. Garaga Mengejar.

34 6 0
                                    

Memang benar kalau Gea tidak pernah merasakan pengkhianatan dari orang-orang terdekat, tetapi dia faham betul dengan perasaan Syerlin. Syerlin pasti sudah merasa sakit yang amat sangat karena sudah dijadikan ATM berjalan oleh orang-orang yang disayangi.

Sudah saatnya Syerlin terbebas dari semua belenggu hidup yang menyiksa dan Gea akan mengabulkan mimpi Syerlin sebagai anak orang kaya raya. Akhirnya, perintah supaya tidak mendekati Garaga dianggap angin belaka dan Gea tetap nekat untuk memberi pelajaran hidup kepada orang yang sudah menjadi dalang atas semua rasa sakit dalam hati Syerlin.

"Hay, gadis dekil!" celoteh Garaga sambil menyender di pintu kamar dan terlihat sangat santai apalagi setelah melihat wajah Syerlin yang berubah menjadi begitu ketakutan. "Selamat datang di kamar yang penuh jebakan ini. Lo udah ditungguin dari tadi, senang bisa melihat wajah lo."

Gea segera mengepalkan tangannya dan sudah bersiap untuk memberi pukulan kencang. Sebelum sampai di dekat Garaga, tangannya malah tidak sengaja tersayat oleh pisau yang ada di samping kanan. Darah mengucur dari tangan kanan dan baru sadar kalau di sisi kanannya tertancap pisau panjang. Dia menjadi sangat geram karena masih belum bisa memberikan pelajaran kepada Garaga.

"Hahaha ... Udah gue bilang! Lo itu udah ditungguin—" Garaga segera mengeluarkan pisan dari balik baju lalu menatap Gea dengan begitu ganas. "Sama malaikat maut."

Siapa pun akan merinding kalau ditatap seperti itu apalagi Garaga terlihat sangat bernafsu untuk membunuhnya. Gea memegangi tangan kanan yang mengeluarkan banyak darah. Syerlin menatap Gea dengan perasaan ngerti sekaligus simpati karena tangannya terluka cukup dalam.

"Gue siap beraksi, Gea. Dari dulu, pengen banget membasmi hama seperti lo. Hahaha ... lo adalah sampah yang selalu lindungi Syerlin dan menghalangi semua rencana gue. Mati aja lo, Gea!"

Keringat dingin mulai turun dari dahi mulusnya dan wajah Syerlin langsung berubah menjadi begitu pucat. Dia tau kalau sebenarnya Garaga sudah memiliki rencana jahat untuk Gea. Syerlin tidak temannya itu mengalami hal-hal kurang baik karena perbuatan pacarnya sendiri. Dia segera menarik pergelangan tangan Gea lalu menjauh dari kamar.

"Syerlin, lo lagi ngapain, sih? Gue mau menghajar laki-laki kurang ajar itu!"

"Kamu gak bisa pergi menghajar orang gila itu, Gea!"

"Bisa!"

"Nggak, Gea! Dia itu terlalu bahaya. Nyawa kamu bisa menjadi taruhan."

"Gue bisa menghajar dia tanpa senjata—"

"Mustahil!"

"Gue itu jago ilmu bela diri. Apa lo nggak mau percaya?"

"Enggak, aku gak mau kamu kenapa-kenapa."

"Tapi gue enggak mau Garaga terus menyerahkan lo pada om-om. Syerlin, sekarang lo harus lepasin gue!"

Syerlin menggelengkan kepala di saat mereka masih sibuk berlari supaya tidak lagi dikejar-kejar oleh Garaga. Namun, Gea terus memukul-mukul tangannya karena ingin memberikan pelajaran kepada laki-laki biadab itu.

Syerlin terus mencengkram tangan kanan Gea sekuat tenaga karena tidak sengaja melihat Garaga mengejar mereka sambil membawa pisau. Dahi pun mulai bercucuran keringat dan mereka harus bergegas meninggalkan Hotel Lunaya.

Tidak ada satu pun teman yang rela melihat temannya yang lain berada dalam bahaya. Nyawa pun siap dikorbankan setelah melihat sang teman berada dalam bahaya, sama seperti simbiosis mutualisme yaitu sama-sama menguntungkan.

Teman sejati adalah mereka yang berusaha melindungi satu sama lain, tanpa memikirkan segala resiko yang nanti akan terjadi. Gea ingin melindungi Syerlin dari perdagangan manusia oleh Garaga dan Syerlin ingin menjauhkan Gea dari pisau yang sudah diasah oleh Garaga.

"Lepasin tangan gue, sialan!" sergah Gea.

Setelah di dekat tempat parkir, Gea langsung memberikan tatapan tajam dan menepis genggaman itu dengan begitu kasar. Syerlin menangis pelan dan berusaha yakin kalau Gea melakukan itu karena sedang panik saja. Syerlin memberikan tamparan keras sampai membuat Gea berpaling pada arah kanan.

"Kenapa kamu enggak pernah mau ngertiin ucapan aku?"

"Lo yang nggak pernah mau ngertiin setiap tindakan gue, anj—"

"Apa karena semua orang kaya itu enggak pernah mau mendengarkan ocehan orang miskin?"

"Lo salah!"

"Kenyataannya emang kayak gitu, 'kan? Orang berada selalu menindas kaum lemah!"

"Enggak selamanya orang kaya itu jahat, Syerlin," jawab Gea sambil mencengkram kedua tangannya, tetapi Syerlin langsung menepis dengan kasar.

"TAPI KAMU KAYAK GITU JUGA, 'KAN? Ta-tadi aja bilang aku murahan," ujar Evelin sambil membalikkan badan lalu menghalangi wajah cantiknya menggunakan telapak tangan. 

Rasanya sangat sesak karena sahabat yang seharusnya memberi dukungan malah menjatuhkan mentalnya, Dia sampai kehilangan kendali dan tidak sengaja membuat Gea berkaca-kaca. Mungkin, Syerlin sudah meluapkan semua amarah untuk Garaga kepada Gea. Ah, tentu Syerlin sangat jahat karena melampiaskan emosional pada teman sebaik ini.

"Gue perduli banget sama gadis cantik yang udah dianggap adik kandung!" balasnya sambil melotot tajam dan Syerlin bisa melihat kesedihan dari kelopak mata Gea, "TAPI, KENAPA LO NGGAK PERNAH PEKA!"

Gea frustasi kalau mengungkapkan perasaan terpendam yaitu sudah menganggap Syerlin lebih spesial dari diri sendiri. Dia sampai menendang ban mobil lalu berjongkok sambil menangis secara perlahan. Sahabat yang biasanya terlihat sangat kuat bisa menangis ketika tidak dianggap atau dicuekkan.

Gea bahkan tidak bisa menahan air mata setelah tahu kalau temannya hendak pergi ke dalam hotel lagi dan bekerja di lingkungan setan. Syerlin berjalan mendekat kemudian saling memeluk dengan sangat erat seolah tidak mau kehilangan satu sama lain. Keduanya menangis tersedu-sedu dan meratapi nasib sial yang datang tanpa henti. Tidak lama kemudian, Syerlin melotot tajam dan langsung melepas pelukan tersebut.

"JANGAN LARI DARI GUE, JALANG!" teriak seorang laki-laki yang sedang berjalan sambil menyeret salah satu kaki dan sedang menuju ke arah mereka.

Gea pun menyadari satu hal yaitu Garaga sudah datang dan bersiap untuk menyerang mereka berdua. Dia segera menarik pergelangan tangan Syerlin kemudian dibawa masuk menuju mobil. Mobil pun distarter, tetapi sayangnya tidak kunjung nyala. Garaga sudah berada di samping kaca Syerlin.

Garaga menggedor kaca mobil dengan sangat kencang sampai membuat Gea ataupun Syerlin merinding dan amat ketakutan. Saat itu, Garaga terlihat lebih menyeramkan dari hari-hari biasa karena dalam dirinya sudah tertanam jiwa pembunuh. Benar. Mereka berdua sedang dihadapkan dengan laki-laki berbahaya sekaligus maniak uang.

"Gea, cepat! Garaga udah menggila," teriak Syerlin sambil menangis sesenggukan.

Gea bingung harus apa, tetapi terus berusaha menyalakan mobil. "Iya, gue lagi berusaha. Sabar dong!"

"Garaga mau membunuh kita, Gea."

"Mustahil!"

"Ge, aku takut!"

"Pegang tangan gue aja, mobil siap menyala secepatnya."

Syerlin menggenggam tangan kiri sahabatnya sambil menangis karena merasa sangat takut. Gea menoleh dan terlihat lebih memelas setelah tahu kalau kaca mobil hampir retak karena digedor menggunakan pisau. Kalau mobil tidak kunjung menyala, maka mereka akan mati bersama. Beruntungnya, mobil bisa kembali menyala dan melaju kencang tanpa memperdulikan apapun.

Detik Depresi ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang