4. Sakit Parah.

117 13 2
                                    

"Ka-kamu jangan bunuh diri di sini!" perintah Syerlin dengan suara tidak jelas.

Bruk!

Ketika mereka hendak melangkah menuju koridor yang memiliki anak tangga, tubuh Syerlin tiba-tiba jatuh dan tidak sadarkan diri. Gea bingung harus berbuat apa, ini adalah tragedi pertama yang dialami.

Dia sempat menoleh selama beberapa saat, Syerlin begitu baik kepadanya yang sudah amat ketus. Sebelumnya Gea selalu dihindari oleh para gadis ketika mau berkenalan atau sekedar gabung dalam obrolan.

Syerlin malah menampilkan sikap yang sebaliknya yaitu terus mendekat tanpa diminta, bahkan sampai nekat berlari menuju koridor paling bawah demi menyelamatkan hidupnya.

Sekarang, Syerlin yang sedang dalam keadaan kurang baik-baik saja, wajah yang biasanya tersenyum manis kini menampilkan ekspresi datar. Semua ini membuat Gea semakin tidak tega.

Tubuh Syerlin yang memiliki berat badan tidak seberapa itu digendong dengan begitu kuat. Mereka terlihat seperti memiliki ikatan kuat seperti ibu yang tidak mau melihat anaknya kenapa-kenapa.

"Sekarang gue akan menolong. lo harus bertahan!" pinta Gea dengan wajah datar yang khas.

Gea benar-benar membantu Syerlin dengan tenaga yang sudah terlatih di olahraga seni bela diri menuju UKS terdekat, tetapi dia harus melewati banyak anak tangga. Ekspresi cemas mendadak muncul di guratan wajah.

Dia khawatir terjadi sesuatu kepada seorang gadis yang sudah bersusah payah menaiki koridor padahal sedang sakit seperti ini. Sudahlah, ini bukan saat yang tepat untuk berfikir macam-macam, sekarang mereka harus cepat menemui seorang Dokter.

Gea tersenyum bahagia saat melihat jarak ruangan UKS sudah tidak jauh lagi, dia mempercepat langkah lalu tubuhnya mendadak berhenti ketika Garaga berdiri tegap di depan sana.

Garaga mendekat lalu terlihat marah saat mengetahui kalau Gea sedang menggendong sang kekasih. Kedua alis menyatu dan tangan yang sempat masuk ke saku segera dikeluarkan.

"Syerlin?" Garaga sangat khawatir melihat wajah Syerlin yang semakin pucat.

Garaga mengelus rambut Syerlin dengan perlahan, tetapi Gea segera mundur beberapa langkah sampai membuatnya semakin terbakar oleh emosi. Dia tahu kalau sebenarnya Gea sedang meminta 'tidak mengelus rambut Syerlin'.

"Jangan sentuh rambut Syerlin, kalian masih belum mukhrim!" perintah Gea dengan mata menyipit sampai terlihat sangat berani dan tidak takut kepada Garaga yang memiliki tubuh tinggi dan tegap.

Garaga tidak bisa mengeluarkan kata apapun, ucapan Gea adalah suatu kebenaran dan tidak pantas kalau disangkal. Dia pun hanya mampu bertanya, "Kenapa Syerlin bisa kayak gini? Apa yang udah kamu lakuin?"

Gea tidak menjawab dan dia akan segera melangkah menuju UKS, tetapi Garaga berjalan menghalangi jalan sambil memberikan tatapan kurang Terima terhadap tindakan Gea.

"Minggir!" perintah Gea sambil berjalan menuju sisi yang lain.

"Biar saya yang membopong tubuh Syerlin," pinta Garaga dengan wajah penuh harap karena melihat tubuh Gea sudah sedikit gemetar, "Tubuh kamu kelihatan lelah, habis gendong dari mana? Sini, kasih Syerlin sama gue!"

"Gak usah! Gue masih bisa membawa Syerlin. UKS udah dekat."

"Tapi kamu kelihatan lemah—"

Gea menatap Garaga dengan ekspresi tidak percaya. Memegang rambutnya saja sudah tidak boleh, sekarang dia malah ingin membopong tubuh sang kekasih. Kepalanya pun geleng-geleng kemudian berdecak kesal, menolak memberikan Syerlin menuju pelukan Garaga.

Detik Depresi ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang