Syerlin bangun dari tidur dengan kondisi mata sembab karena terus saja meratapi nasib sial yang sudah dititipkan oleh Tuhan kepada-nya. Namun, Syerlin berusaha untuk tidak mengeluh dan lebih memilih untuk menutupi semua kesedihan secara diam-diam. Syerlin beranjak dari tempat tidur kemudian berjalan menuju depan cermin, kedua ujung bibir segera diukir sampai dia terlihat sangat manis.
"Aku akan tetap cantik, walaupun udah menangis selama apapun," ujarnya sambil meraih make up kemudian menutupi semua kantung mata hitam menggunakan bedak khusus remaja, "Takdir emang terasa berat kalau terus mengeluh, lebih baik aku bekerja keras aja dari pada harus mengemis supaya bisa hidup."
Tak!
Syerlin keluar dari dalam kamar setelah berdandan, memakai pakaian rapi, dan memberikan aroma harum di seluruh badan. Dia menyatukan alis ketika melihat sang ibu sedang menghitung banyak uang.
Syerlin menghampiri sang Ibu sambil bertanya, "Uang dari Garaga atau Om Royan?"
"Garaga," jawab ibu Syerlin sambil menoleh sekilas lalu menghitung uang lagi.
Syerlin menganggukkan kepala lalu memutuskan untuk terduduk di sisi kanan sang Ibu, tetapi sedikit menjaga jarak sampai mereka terlihat tidak memiliki hubungan baik karena ibu Syerlin pun sempat memberikan tatapan ketus.
Syerlin meneguk ludah sendiri karena merasa ada hal janggal yang terjadi terhadap Ibu karena biasanya akan bertanya tentang kencan sang buah hati dengan Om Royan atau Garaga. Namun, saat itu suasana di antara mereka terasa amat senyap.
"Mah," kata Syerlin sambil menatap wajah jutek Ibu dengan perasaan ragu.
Si Ibu hanya melirik tajam kemudian bertanya balik, "Di sekolah tadi, kamu menampar Garaga?"
Syerlin menundukkan kepala karena bingung hendak menjawab apalagi, sementara Ibu terus menata sinis sang buah hati dengan perasaan penuh keheranan.
"Kenapa kamu diem aja? Kamu beneran menampar Garaga?" Ibu berhenti menghitung.
Uang yang sempat digenggam erat segera ditaruh menuju atas meja. Tidak lama berselang, ibu Syerlin segera memberikan suasana angker yang seharusnya tidak terjadi di antara ibu-anak.
"Jawab!" sentak ibu Syerlin sambil menggebrak meja.
Brak!
Suara gebrakan meja berhasil membuat Syerlin merinding dan perasaan takut seakan menyelimuti tubuh gadis cantik itu. Sekarang, yang bisa dilakukan oleh Syerlin hanyalah terdiam seribu bahasa. Gadis itu tidak berani menoleh atau angkat suara, tatapan tajam Ibu seakan mampu membuat tubuhnya mirip manekin cantik.
"Kenapa kamu diem aja kalo ditanya sama saya?" Ibu Syerlin meraih uang bernominal tinggi di atas meja lalu menghitungnya secara perlahan.
Syerlin melirik dengan perasaan takut sambil menjawab, "Karena Mama lebih mempercayai ucapan Garaga daripada anak sendiri."
"Sudah mulai bodoh, ya?" Ibu Syerlin kembali menoleh sampai membuat gadis itu memutuskan untuk kembali menundukkan kepala karena merasa gemetar kalau menerima tatapan tajam.
"Syerlin mau pisah aja dari Garaga," ungkap Syerlin sambil meraih tas Ibu yang terasa enteng karena tidak ada satu pun barang di dalamnya.
"Nanti minta Om Royan supaya isiin tas dengan barang mewah lagi, ya?"
Syerlin berhenti memegangi tas Ibu, tangannya yang terlihat gemetar pun mencoba untuk menaruh tas tersebut di posisi semula dengan kondisi nafas tersengal-sengal. Jantungnya kembali terasa perih sampai membuat Syerlin berusaha keras memegangi dada. Namun, kelihatannya sang Ibu hanya memperhatikan uang, uang, dan hanya uang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Detik Depresi ( TAMAT )
Teen Fiction"Hidupku penuh kesialan. Tuhan, apa aku tidak boleh bertahan?" Syerlin Hanako Natasya. "Apa kamu mau menghadap Tuhan bersamaku?" Gabriella Reisyana ☔︎︎☔︎︎☔︎︎ Ada ratusan duka yang belum bisa diungkapkan oleh Gabriella Reisyana pada Syerlin Hanako N...