26. Gea dan Ibunya.

25 8 2
                                    

Ibu Gea membuka pintu dengan senyuman hangat, dia tersenyum bahagia ketika melihat putri tercinta sedang terlelap sambil memegangi sebuah foto gadis cantik. Ibu Gea meraih foto lalu melebarkan senyum, ternyata foto itu adalah foto Syerlin Hanako Natasya.

Ibu Gea sendiri terlihat bagitu rapi seperti hendak bepergian jauh.  Tidak lama kemudian, beliau menggerakkan kiri kanan Gea sambil berkata, "Gea."

Gea membuka mata dengan wajah datar, tetapi ekspresi itu langsung berubah ketika melihat Ibu secantik ini di dekat wajahnya. Gea menjawab, "Ada apa, Mah?"

"Yuk, ke pernikahan Tante di hotel Lunaya!" ajak Ibu Gea sambil berjalan keluar kamar, "Kamu siap-siap dulu, ya? Mama mau siapkan mobil."

Gea menganggukkan kepala padahal sangat malas kalau harus pergi ke pernikahan seseorang meskipun pernikahan saudara sendiri. Semua ini dilakukan supaya ibunya senang. Kalau dia tidak hadir, maka ibunya nekat pergi sendirian dan tidak akan mau mengajak bodyguard sehingga membuat Gea merasa khawatir.

Gea langsung bersiap untuk mandi terlebih dahulu. Setelah semuanya siap, dia pun bercermin, senyuman yang sempat melengkung tiba-tiba lenyap begitu saja. Bagaimana tidak? Wajahnya dan Syerlin sangat berbeda, bahkan kehidupan Syerlin terlihat lebih bahagia dibandingkan dirinya.

Gabriella berjalan gontai keluar kamar dengan malas kemudian berkata, "Andai gue punya wajah secantik Syerlin."

Kalimat tersebut seolah berkata kalau Gea merasa iri terhadap sahabatnya sendiri. Namun, Gea sama sekali tidak tahu dengan kehidupan Syerlin yang sudah masuk dunia malam dengan terpaksa karena mau operasi jantung.

Brak!

Gea menutup pintu mobil cukup kencang sampai membuat sang Ibu yang sedang mengemudi terkejut. Ibu Gea melirik sambil mengukir senyum lebar, mencubit pipi sang buah hati dengan perlahan, kemudian berkata, "Cantik banget anak Mama."

"Apa Mama gak bosen ngomong kayak gitu terus?" Gea memalingkan wajah menuju kaca.

Ibu Gea menggelengkan kepala. "Enggak, kamu emang cantik."

Gea hanya memperlihatkan ekspresi datar tanpa berani mengutarakan isi hati. Namun, otaknya terus memberi banyak pertanyaan seperti 'kalau memang cantik, kenapa masih banyak orang yang menjauh setelah melihat wajah Gea? Kalau memang terlalu jelek, kenapa tidak meninggalkannya di kolong jembatan saja?'

Gabriella sama sekali tidak mengerti kepada takdir yang mempermainkan. Namun, sejelek apapun kondisi wajah gadis itu masih memiliki keluarga yang menyayangi dengan begitu tulus. Tidak semua orang memiliki nasib sosial seberuntung Gea, hal tersebut akhirnya berhasil membuat senyum kecil Gea kembali terlihat.

"Ciee ..., lagi mikirin Syerlin, ya?" goda sang Ibu sambil mencolek dagu Gea.

Gea melirik dengan perasaan geli. "Ih, Mama itu apa-apaan, sih?"

"Tadi, Mamah liat foto Syerlin. Aduh, cantik sekali, ya?"

"Iya, sangat cantik," jawab Gea sambil memalingkan wajahnya menuju kaca di samping.

Perasaan iri sebenarnya kurang baik untuk siapapun, perasaan iri dapat membuat pelaku merasa kekurangan sehingga terus menyalahkan takdir, meskipun tahu sendiri kalau Tuhan sudah menitipkan takdir terbaik untuk setiap hamba.

Gabriella sudah berusaha keras untuk tidak iri terhadap Syerlin, tetapi setiap pujian yang datang kepada gadis cantik itu selalu membuat ketegaran hatinya sedikit goyang. Kondisi hati Gea semakin memburuk setelah mendengar junjungan dari sang Ibu terhadap Syerlin.

Sang Ibu memberikan tatapan sayu seolah sedang merasa tidak enak hati terhadap Gea karena sudah mengerti dengan jalan pemikirannya. "Gea, kamu pasti iri sama Syerlin, 'kan?"

Detik Depresi ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang