2. Ego and Proud

3.3K 343 31
                                    

Sasuke terbangun berkat panggilan masuk yang membuat ponselnya berdering nyaring. Nama pemuda kuning jabrik muncul di layar. Sasuke menggeram. Ia masih mengantuk. Ia masih lelah setelah....

Tunggu! Tunggu! Kenapa kasur king size ini hanya dihuni dia seorang?

Tanpa memerdulikan panggilan Naruto, Sasuke mengecek sekeliling kamar. Perempuan bersurai kelam itu tidak ada di mana pun. Tidak di kamar mandi, tidak di balkon.

Sasuke baru menyadari sebuah amplop yang jatuh dari kasur seusai ia menarik selimut. Tidak ada tulisan apa pun di amplop yang tidak disegel itu.

Ada beberapa helai uang kertas dan sebuah surat. Dengan tergesa Sasuke membuka surat dan membacanya.

Saya mohon maaf atas kejadian semalam. Saya sama sekali tidak berniat buruk. Saya harap kita bisa menganggap kejadian ini tidak pernah terjadi. Mohon maaf saya harus pergi duluan. Saya sudah meninggalkan uang untuk sewa kamar dan sarapan. Sekali lagi mohon maaf.

Sasuke tak bisa menahan tawanya. Perempuan itu bahkan meninggalkan uang untuk sewa kamar dan sarapan. Apa perempuan itu menyangka Sasuke sengaja mendekatinya malam tadi untuk memeras uang? Uchiha Sasuke dibayar seorang perempuan setelah tidur satu malam dengannya?

"Menarik," gumam Sasuke di sela tawanya.
.
.
.
Bibi pemilik apartemen bertanya dengan wajah khawatir mengapa Hinata tidak pulang semalam. Dengan gugup Hinata menjawab bahwa ia menginap di rumah salah seorang guru karena ada projek yang deadline.

Setelah berbasa-basi, Hinata bergegas menuju kamarnya di lantai 2. Hinata membuka seluruh pakaiannya dan bercermin, mematut dirinya.

Ruam kemerahan itu, untungnya, tidak berada di tempat yang gampang terlihat. Hinata bisa menutupinya dengan baju biasa. Pinggang Hinata sakit dan bagian bawah tubuhnya nyeri tiap kali ia melangkah.

"Bodoh!" ujar Hinata pada dirinya sendiri.

Dia seorang guru. Seorang guru seharusnya mampu menjadi contoh bagi para muridnya. Hinata bangga menjadi seorang guru dan selalu memang prinsip-prinsip kebenaran dan moral.

"Kenapa kau mabuk dan tidur dengan lelaki tidak dikenal, Bodoh!" Hinata menyentuh bayangannya di cermin.

Lelaki itu pasti sudah membaca surat darinya. Sesuai yang Hinata tuliskan sendiri, ia pun harus melupakan kejadian semalam. Ia harus tetap melangkah maju tanpa menoleh lagi. Toh, meskipun mereka tidak memakai alat kontrasepsi, peluang hamil sangat rendah karena Hinata tidak sedang dalam masa suburnya.

Hinata menghela nafas dalam. Ia akan baik-baik saja. Perempuan itu terus mengulang kata yang sama di kepalanya.
.
.
.
"Dari mana kau semalam?" tanya Itachi. Jarang-jarang ia melihat adiknya pulang pagi hari tanpa memberi tahu.

"Bukan urusanmu," balas Sasuke jutek. Moodnya belum membaik setelah membaca surat dari si perempuan bersurai kelam.

"Ibu! Sasuke akhirnya tidur dengan perempuan!" teriak Itachi bergema ke seisi rumah.

Suara langkah kaki terdengar mendekat. Sasuke ingin kabur namun Itachi kuat memeganginya.

"Apa? Apa? Sasuke akhirnya akan membawakan menantu untuk Ibu?" tanya Mikoto antusias.

"Hei, jangan mengada-ada Itachi!" Sasuke mendesis marah.

"Ibu lihat kan, ada bekas gigitan di leher Sasuke. Bajunya juga bau alkohol dan parfum wanita," jelas Itachi.

Layaknya dua orang detektif mereka mengutarakan bukti-bukti bahwa Sasuke memang telah tidur dengan seorang wanita. Lelah didesak oleh Ibu dan kakaknya, Sasuke pun mengaku dengan wajah super merah.

"Jadi, siapa nama calon menantu Ibu?" tanya Mikoto tersenyum.

"Aku tidak tahu."

Senyuman di wajah Mikoto serta merta hilang.
.
.
.
Menemukan perempuan bersurai kelam dengan iris mata pucat nyatanya jauh lebih sulit dari yang Sasuke bayangkan.

Sehari setelah Mikoto memberinya ultimatum untuk menemukan si calon menantu, Sasuke mendatangi pria gemuk pemilik Kedai Homura. Sang pemilik adalah lelaki baruh baya yang susah diajak bicara.

"Rombongan yang datang ke kedai dua hari lalu? Kau pikir aku ingat? Aku bahkan tidak tahu rombongan mana saja yang datang ke kedaiku hari ini!" pria itu menjawab ketus.

Satu-satunya petunjuk tentang gadis bersurai kelam itu ternyata tak membawa hasil.

"Sialan!" maki Sasuke dalam hati. Apa pun yang terjadi, Sasuke pasti akan menemukan gadis itu.
.
.
.
Hari ini tanggal 21. Lewat 20 hari setelah malam itu.

Sedikit banyaknya Hinata bisa mulai melupakan. Ia pergi sekolah seperti biasa di hari Senin, mengobrol dengan Tenten-sensei, memarahi siswa yang tidur di kelas, juga mengawasi kegiatan ekstrakurikuler.

Rasa khawatir baru muncul beberapa hari belakangan. Hinata bolak-balik melihat kalender dan menghitung hari. Ia bahkan melingkari tanggal menstruasi terakhirnya dan melingkari tanggal menstruasi yang seharusnya ia alami bulan ini.

"Aduh,,, aku harus bagaimana?" gumam Hinata.

"Kenapa, Hinata-sensei?" tanya Tenten yang duduk di sebelah meja Hinata di kantor guru.

"Ti-tida apa-apa," jawab Hinata mencoba meyakinkan.

"Jangan-jangan kau kepikiran soal kunjungan yayasan minggu depan? Tenang saja Hinata-sensei. Kamu kan selalu mengajar dengan baik. Yang seharusnya cemas itu Ino-sensei karena cuma peduli soal dandanannya," Tenten melanjutkan.

Hinata hanya bisa tertawa hambar. Dia sama sekali tidak ingat bahwa minggu depan ada kunjungan yayasan. Kabarnya bahkan kunjungan kali ini akan dilakukan langsung oleh pemilik yayasan.

"Di sekolah swasta seperti ini, penting mengambil hati yayasan," Lee-sensei menimpali.

Dalam beberapa waktu belakangan Lee dan Tenten menjadi dekat. Otomatis Lee pun menjadi lebih sering nimbrung dengan pembicaraan Tenten dan Hinata.

"Ini pertama kali Lee-sensei melihat kunjungan yayasan, kan? Yayasan kita ini milik perusahan besar Uchiha Corp. Mereka terkenal tidak suka penjilat," timpal Tenten.

Lee tampak kaget. Barangkali di kepalanya terlanjur ada rencana mengambil hati yayasan yang datang.

Bagi Hinata yang sudah hampir dua tahun mengajar di SMA Bakti, kunjungan yayasan hanyalah satu dari sekian event rutin sekolah. Tahun lalu kunjungan yayasan dilakukan oleh perwakilan Uchiha Corp. Mereka memeriksa rekaman CCTV kegiatan belajar mengajar, mewawancarai beberapa orang guru, serta menutup kunjungan dengan makan-makan.

Perhatian Hinata kembali tersedot pada kalender meja di hadapannya. Dia telat 2 hari. Hinata tidak perlu cemas. Banyak kasus dimana menstruasi menjadi tidak teratur karena stress dan beban kerja. Lagi pula ini baru 2 hari. Hinata hanya overthinking.

Iya kan?
.
.
.
To be continued

Hai semua 😁
Update kilat dari choco 😎
Chapter berikutnya update besok ya. See you ✨

YoursWhere stories live. Discover now