17. Orang dengan Ketertarikan Sama

1.1K 165 11
                                    

Sasuke mengetuk pintu kamar Hinata. Sasuke sudah mandi dan mengenakan seragam kepolisian. Anggota keluarga Uchiha biasa sarapan pukul setengah 7 pagi dan mulai meninggalkan rumah untuk beraktivitas.

Terdengar suara sahutan dari dalam kamar. Senyum Sasuke pudar sesaat pintu kamar terbuka dan terlihat Hinata dengan wajah pucat.

"Kau sakit?"

"Tidak."

"Wajahmu pucat."

"Aku hanya lelah. Aku terbangun jam 3 subuh."

"Kau bisa istirahat saja hari ini. Biar aku mengurus izinmu ke sekolah."

"Jangan. Tidak separah itu kok."

Hinata melangkah menuju ruang makan, meninggalkan Sasuke yang masih terlihat tidak suka dengan kondisi Hinata saat ini. Ibu hamil seharusnya lebih banyak istirahat. Terlebih Sasuke mendengar Hinata muntah-muntah tadi pagi.

"Selamat pagi," sapa Hinata.

Uchiha Fugaku, Mikoto, Itachi, Izumi, dan Megumi sudah berada di ruang makan. Para lelaki minum kopi sembari membaca berita di tablet masing-masing, Mikoto dan Izumi masih menghidang makanan, dan Megumi yang terlihat membereskan tas sekolahnya.

"Pagi, Sensei," balas Megumi tersenyum senang.

Hinata mengambil piring yang ada di dekat Mikoto, ikut membantu menyiapkan sarapan. Wanita paruh baya itu tersenyum sambil menyuruh Hinata untuk duduk saja menunggu.

"Wajahmu pucat. Kau sudah periksa kehamilan ke dokter?" tanya Mikoto sambil mengusap pipi Hinata.

"Sejak tahu aku hamil tiga minggu lalu, aku belum ke dokter lagi, Mikoto-san."

"Ya ampun! Kontrol kehamilan itu penting, apalagi untuk kehamilan pertama. Kau pulang jam berapa? Biar nanti Sasuke yang antar," cerocos Mikoto.

Hinata bertukar pandang dengan Sasuke. Wajah lelaki itu memperlihatkan ia setuju dengam perkataan Mikoto walau tanpa mengujarkan sepatah kata pun. Hinata merasa sungkan. Ia bisa pergi kontrol sendirian.

"Biar aku pergi sendiri saja," ujar Hinata malu-malu.

"Eh! Harus diantar dong, Sayang. Kita perempuan sudah bersusah payah merawat badan saat hamil, perjuangan lainnya harus ikut dibagikan dengan ayah bayinya dong," lanjut Mikoto.

"Tapi...."

"Aku pulang jam 4 hari ini. Nanti aku jemput," potong Sasuke.

Hinata masih tak terima. Akan tetapi, senyuman di wajah Mikoto menghentikan protesnya. Sekali-sekali, mungkin tak apa merepotkan orang lain.
.
.
.
Sekolah berjalan seperti biasa. Ada murid yang patuh, ada murid yang melanggar aturan. Ada murid yang bersemangat belajar, ada juga yang malas-malasan. Semua karakter dan tingkah para murid membuat mood Hinata membaik. Ia senang sekali bisa bekerja sebagai guru. Menyibukkan diri dengan materi dan anak murid membuatnya bisa lupa dari masalah pribadi.

"Hinata-sensei, kamu dipanggil Tsunade-sensei," ujar Ino.

Guru pirang itu ikut pergi bersama Hinata ke ruang kepala sekolah. Mereka menunggu dipersilahkan masuk. Tak lama, Tenten membukakan pintu dan menyuruh mereke berdua masuk.

"Ah, akhirnya kalian datang," seru Tsunade.

Wajah perempuan yang tetap glowing di usia yang tak lagi muda itu tersenyum. Di sebelahnya, berdiri pemuda berambut merah menyala. Pemuda itu ikut tersenyum saat melihat tiga guru perempuan itu masuk.

"Ini Akasuna Sasori-san. Ia cucu dari pemilik Toko Buku Hanma. Kemarin pemilik toko bilang kalau ada hadiah buku untuk sekolah kita. Karena kalian bertiga sedang tidak ada jadwal mengajar, tolong ikut supir dan Akasuna-san menjemput bukunya ya," jelas Tsunade.

YoursWhere stories live. Discover now