Konfrensi pers disiapkan untuk para wartawan agar bisa meliput penyelesaian dari kasus pembunuhan berantai di Konoha. Sasuke, Naruto, dan Konohamaru naik ke podium yang telah disediakan kepolisian. Kilau lampu flash kamera menyambut mereka. Sasuke dan Naruto tampak lebih tenang ketimbang Konohamaru yang terlihat agak canggung.
"Kepolisian Konoha berhasil menangkap mati pelaku pembunuhan berantai yang telah meresahkan masyarakat. Total ada tiga orang korban yang kehilangan nyawa serta beberapa orang lainnya terluka. Pelaku sudah tertangkap basah namun berhasil melarikan diri denga menyandera salah satu perwira magang kepolisian. Pelaku berhasil ditangkap setelah ditembak mati akibat menyerang perwira magang kepolisian dengan pistol yang didapatkannya dari pasar gelap. Saat ini mayat pelaku masih di tahan di RS Konoha sampai dengan keputusan lebih lanjut," jelas Naruto.
Beberapa wartawan mengangkat tangan. Pembawa acara mempersilakan wartawan bertanya bergantian. Rata-rata bertanya soal proses penyelidikan polisi, bukti penangkapan, serta tindakan tembak di tempat yang didapatkan pelaku. Konfrensi pers itu berjalan lancar. Kebencian warga pada pelaku pembunuhan dengan motif mendapatkan rambut karena gangguan jiwa membuat tindakan tembak mati itu justru diaminkan banyak pihak, terutama keluarga korban.
Konohamaru mendapat penghargaan karena telah melawan pelaku dengan gagah berani hingga detik-detik terakhir. Pemuda itu menunduk memberi hormat, mengakhiri sesi jumpa pers itu.
"Sudah satu minggu, Teme. Kau harus menemui Hinata," seru Naruto. Ia paham kalau Sasuke sedang terpukul. Namun, Hinata pun begitu. Mereka berdua korban dari kasus ini. Tidak seharusnya mereka saling diam. Diam hanya akan menimbulkan kesalahpahaman dan akan makin membesar jika makin lama didiamkan.
Sasuke tahu saran Naruto benar. Kakinya selalu ingin berlari menuju Hinata. Tiap ia mengambil langkah, tiap itu pula kepalanya menjerit bahwa ia tidak pantas menemui Hinata. Karena itu ia kembali mundur. Begitu terus hingga satu minggu berlalu.
Mikoto dan Itachi seringkali menghubungi Sasuke untuk memberitahu kondisi Hinata. Mereka bilang Hinata berangsur pulih, meskipun butuh waktu untuk sembuh total. Mikoto juga bilang bahwa tidak ada yang bisa mengalahkan insting seorang wanita jika berkaitan dengan anaknya.
Ucapan Mikoto membuka mata Sasuke. Hinata pasti sudah sadar bahwa ia gagal melindungi buah hati mereka. Pasti kini Hinata tengah membencinya.
Sasuke menghantamkan lagi tangannya ke meja. Kepalan tangannya menyakiti dirinya sendiri. Akan tetapi, rasa sakit itu belum ada apa-apanya dengan rasa sakit yang membolongi dadanya kini.
"Sasuke-san, Itachi-san ingin menemui anda," lapor salah satu petugas.
"Suruh dia masuk," ujar Sasuke.
Lelaki itu menghela nafas panjang. Itachi pasti datang untuk memarahinya. Sudah satu minggu dia tidak pulang ke rumah. Tiap rasa sakit datang ke dadanya, ia mencari-cari pekerjaan yang bisa membuatnya sibuk dan lupa. Membayangkan omelan Itachi membuat kepala Sasuke sakit. Lelaki itu bersandar ke sandaran kursi, menutup mata, mendengar suara pintu diketuk, mendengar suara pintu dibuka, lalu mendengar suara bergemuruh... seperti roda?
"Sasuke," suara perempuan yang lembut menyapa telinganya.
Pemuda itu tak berani membuka mata. Dari balik wajah yang disembunyikan lengannya, air mata mengalir. Sasuke tahu siapa yang kini datang padanya.
Hinata datang. Hinata mau menemuinya yang menyedihkan ini.
Suara langkah kaki terdengar. Kali ini diiringi suara Itachi. "Jangan memaksakan diri, Hinata." Akan tetapi, suara langkah itu kian dekat. Sasuke mulai merasakan kehadiran seseorang di dekatnya. Tak lama, ada tangan yang merengkuhnya.
Pertahanan Sasuke lenyap. Rasa takut di dadanya sirna. Sasuke membuka mata, melihat perempuan bersurai hitam kelam yang selama ini ia rindukan.
Sasuke menarik Hinata dalam pelukannya, membuat perempuan itu merelakan diri duduk di pangkuan Sasuke. Tangan mereka saling rangkul dalam upaya menemukan kehangatan dan saling meringankan rasa sakit masing-masing. Itachi yang tak mau mengganggu lebih jauh pamit.
"Maaf, Sasuke," ujar Hinata, menatap mata onyx yang kini memerah.
"Kenapa kau minta maaf?" tanya Sasuke.
"Aku mengabaikan permintaanmu untuk berhenti mengajar. Aku bahkan menurut saat Sasori menawariku bantuan. Andai saja aku menurutimu sejak awal, kita pasti tidak akan kehilangan. Maafkan aku, Sasuke," ucap Hinata disela isak tangisnya.
Sasuke menatap ketulusan dalam mata Hinata. Perempuan itu malah menyalahkan dirinya. Seharusnya Sasukelah yang minta maaf.
"Maafkan aku, Hinata," ujar Sasuke.
"Kenapa kau meminta maaf?"
"Aku gagal melindungimu. Andai aku lebih awal bisa menangkap penjahat itu. Aku bahkan dibodohi. Aku sangka aku bisa mendapatkan obat untukmu dan anak kita. Aku bodoh. Aku gagal menyelamatkan anak kita. Aku bahkan tidak mendampingimu di saat-saat kritis itu. Aku minta maaf, Hinata."
Hinata melihat ketulusan dalam mata Sasuke. Perempuan itu sadar bahwa kehilangan ini bukan hanya miliknya.
"Aku memaafkanmu, Sasuke."
"Aku memaafkanmu, Hinata."
Keduanya hanyut dalam perasaan asing. Seolah kata maaf membuat mereka kembali ke momen sebelum semua bencana ini dimulai. Seolah-olah mereka kembali ke titik nol, titik dimana mereka bisa kembali melangkah maju tanpa merasa terbebani.
"Tapi ada syaratnya," ujar Hinata tiba-tiba. Sasuke tampak bingung.
"Kau harus mendapat izin dari ayahku kali ini sebelum benar-benar meminangku," lanjut Hinata.
Sasuke tersenyum. Hinata masih saja menggemaskan meskipun kini matanya merah dan sembab. Lebih-lebih permintaannya yang tentu saja akan Sasuke lakuka meskipun tanpa Hinata meminta langsung.
"Kalau begitu aku juga ada syarat," ucap Sasuke. Hinata tampak menunggu.
"Kau tak boleh meninggalkanku apa pun yang terjadi nantinya, Hinata."
Hinata tampak berpikir keras. Sasuke jelas takut dengan apa pun yang berputar dalam benak sang Hyuuga. Sasuke takut permintaannya barusan ditolak.
"Sepertinya permintaanmu tidak perlu. Justru aku yang akan mengikatmu supaya tidak akan meninggalkanku, Mr Uchiha."
Sasuke tertawa. Hinata membuatnya sakit jantung. "I'm Yours, Mrs Uchiha."
Uchiha bungsu itu tak melewatkan kesempatan untuk melumat bibir manis Hinata. Perempuan itu tampak canggung namun cepat beradaptasi dengan bibir Sasuke yang kian menuntut. Ciuman itu kian lama, kian intens, kian basah. Hinata mendorong bahu Sasuke berharap mendapat kesempatan untuk menghela nafas di tengah tertarungan lidah mereka.
"Jangan tahan nafasmu, Hinata. Ikuti aku," lagi-lagi Sasuke memasukkan lidahnya. Hinata pasrah, mencoba menurut pada perintah Sasuke. Bahkan saat Sasuke menyuruhnya membalas menjulurkan lidahnya ke dalam mulut si bungsu Uchiha.
"Sudah, Sasuke," lirih Hinata terengah-engah.
Melihat wajah Hinata yang memerah dan dada yang naik turun seiring nafasnya jelas membuat Sasuke menginginkan lebih. Akan tetapi, ia sadar Hinata masih dalam fase pemulihan. Ia harus berhenti sekarang. Sebagai gantinya, Sasuke menyibakkan poni Hinata, mendaratkan sebuah kecupan singkat di dahinya.
"Padahal kau lebih liar malam itu, hm," goda Sasuke. Merah menjalar ke telinga Hinata.
"Tapi aku kan mabuk waktu itu," ujar Hinata mencoba membela diri. Sasuke tertawa kecil.
"Nanti kita coba ulang saat kamu tidak mabuk ya. Jangan sampai kali ini kamu berani lupa lagi," bisik Uchiha Sasuke di telinga Hyuuga Hinata.
.
.
.
To be continued
.
.
.
Finally fase tegang dan beratnya sudah berlalu 🥲 capek juga nulis thriller begini rupanya haha. kita mulai masuk fase uwu uwu menjelang ending ya gais....Chapter berikutnya update hari Jumat malam
See you 😁

YOU ARE READING
Yours
FanficHinata terbangun dengan rasa sakit luar biasa di kepalanya. Setengah sadar ia melihat tubuhnya yang telanjang dan penuh ruam kemerahan di sekitar leher dan dada. Tunggu! Siapa lelaki yang tidur di sampingnya? Demi Klan Hyuga! Tidak ada yang boleh ta...