Itachi dan keluarga Uchiha duduk berdekatan di lorong ICU. Di sebelahnya, sang ibu dan putri tunggalnya berpelukan sambil sesekali terisak. Mereka belum lama mengenal Hinata, namun Itachi tahu betapa pentingnya Hinata bagi mereka, bagi keluarga Uchiha.
Adik bungsunya persis Uchiha Madara, sosok legendaris dari klan Uchiha yang diceritakan secara turun temurun. Sebagian besar keturunan Uchiha memang berkarakter dingin, penuh perhitungan, dan ambisius. Akan tetapi, Uchiha Sasuke mengalahkan semua Uchiha. Sejak kecil ia terlihat paling dingin, paling perhitungan, paling ambisius, juga paling jenius.
Uchiha Sasuke dua kali ikut akselerasi. Dia juga mendapatkan sabuk hitam judo di umurnya yang baru 16 tahun. Setelah dia lulus SMA, Sasuke langsung diterima di akademi kepolisian. Di akademi dengan persaingan ketat itu pun Sasuke paling menonjol diantara teman sejawatnya.
Laki-laki itu terlalu serius. Berkali-kali Mikoto mengutarakan keresahannya pada Itachi. Ibu dua anak itu berharap kedua anaknya bisa bahagia. Uchiha Sasuke yang mereka kenal terlihat tidak bahagia namun juga tidak sengsara. Semua tampak datar di matanya. Oleh karena itu, saat si bungsu pertama kali memperlihatkan sisi lembut dan hangat pada gadis bernama Hyuuga Hinata, mereka merasa sangat bersyukur.
Sayangnya kebahagiaan itu terlihat rapuh. Sasuke takut Hinata kembali bersembunyi dan meninggalkannya. Sedangkan Hinata terlihat ragu-ragu karena hubungan mereka yang bermula dari hal yang tidak benar berdasarkan moral seorang Hyuuga. Ketakutan Itachi terwujud saat putrinya menelpon mengabari bahwa berita Hinata hamil di luar nikah sudah beredar di sekolahan. Lebih-lebih saat Naruto mengabarinya kalau Hinata masuk ICU karena terlibat kasus pembunuhan berantai yang sedang Sasuke tangani.
"Mana putriku?" pertanyaan dari lelaki paruh baya bermata pucat menarik perhatian mereka. Hyuuga Hiashi tampak masih mengenakan kimono dan sendal rumahan.
"Maaf, Pak. Saya Uchiha Itachi, biar saya yang menjelaskan kondisinya pada Bapak."
.
.
.
Sambungan ponsel ke Konohamaru membuat detak jantung orang-orang berpacu menggila. Mereka mendengarkan lewat sambungan loudspeaker yang kini dipegang Sasuke."Sial! Tidak diangkat!" desis Sasuke.
Kakashi bergegas menghubungi polisi di perbatasan. Nihil. Tidak ada orang yang keluar dan masuk Konoha seperti yang diperintahkan. Ini artinya Sasori masih ada di Konoha.
"Kerahkan tim pencari," perintah Sasuke.
Panggilan lain masuk. Kali ini dari Naruto. Dada Sasuke rasanya sesak menahan kemungkinan yang bakal disampaikan sahabatnya itu.
"Bagaimana penawarnya?" suara lelaki paruh baya yang jelas bukan suara Naruto menyambut.
"Maaf. Sasori menghilang."
Suasana hening. Ada jeda yang cukup panjang sampai terdengar suara sesuatu yang pecah diiringi teriakan penuh amarah.
"Bajingan! Kau sebaiknya menyelamatkan putriku atau aku akan membunuh siapa pun yang menghalangiku!"
.
.
.
Dibanding pergi ke rumah sakit, Sasuke merasakan dorongan yang lebih besar untuk pergi mengejar bajingan yang sudah melukai Hinata dan calon anaknya. Ia membagi timnya menjadi dua. Satu untuk mengejar Saori, satu untuk stand by di TKP.Kakashi menemani Sasuke di mobil dengan serine yang berbunyi nyaring. Di mobil satunya, Jiraiya mengikuti.
Tak butuh waktu lama sampai mereka menemukan mobil yang tadi dibawa Konohamaru di perbatasan Konoha. Mobil itu ditinggalkan dalam kondisi terkunci tanpa ada bekas perlawanan.
Mereka bertiga berpencar mencari. Sasuke mengamati jejak apa pun yang bisa membawanya pada bajingan rambut merah yang begitu ingin ia bunuh.
Sasuke kian masuk ke hutan. Pohon-pohon kian rapat dan jalanan tinggal jalan setapak. Satu-satunya yang membuat Sasuke yakin adalah patahan ranting dan jejak kaki yang masih baru.
YOU ARE READING
Yours
FanfictionHinata terbangun dengan rasa sakit luar biasa di kepalanya. Setengah sadar ia melihat tubuhnya yang telanjang dan penuh ruam kemerahan di sekitar leher dan dada. Tunggu! Siapa lelaki yang tidur di sampingnya? Demi Klan Hyuga! Tidak ada yang boleh ta...