12. Proposal

22.5K 4.4K 239
                                        

Beberapa hari yang lalu, Amore mengirim surat pada Grand Duke yang isinya meminta Grand Duke untuk bertemu dengannya, dan kini dia mendapatkan balasannya. Amore mengerutkan dahinya ketika melihat isi surat balasan tersebut.

Tunggu aku. Aku akan mengunjungimu.

Baru saja dia membaca surat itu, terdengar ketukan pintu kamarnya. Maria masuk dengan tergesa-gesa dan memberitahunya sesuatu yang mengejutkan, "Nona, Grand Duke mengunjungimu. Dia bilang akan menunggumu di taman."

Amore tertawa tak percaya, dia rasa Gavel sangat ingin bertemunya sampai-sampai surat dan dirinya hampir datang secara bersamaan. Kalau begitu, mengapa dia repot-repot mengirim surat?

"Bilang pelayan lainnya untuk menyiapkan teh dan makanan ringan di taman. Dan panggil Sofi untuk membantuku bersiap." Ujar Amore cepat. Selain Maria, kini Amore memiliki beberapa pelayan pribadi lainnya, yaitu Sofi, Lily, dan Anna.

"Baik Lady." Maria langsung pergi dan melakukan apa yang diperintahkan Amore.

Setelah berganti baju dan bersiap, Amore lamgsung menuju taman dan bertemu dengan Gavel.

"Maaf menunggu lama, Duke." Amore menunduk sopan memberi salam.

"Tidak, aku baik-baik saja. Ini salahku karena berkunjung tiba-tiba." Gavel menatapnya dengan wajah datarnya seperti biasa, tanpa senyuman. "Jadi, apa yang ingin kau bicarakan? Aku tak suka basa-basi."

Amore menatapnya tepat dimata dan mulai berbicara tanpa ragu, "Ayo bertunangan Duke."

Amore memperhatikan wajah Gavel yang agak terkejut untuk sesaat. Namun detik berikutnya Gavel tersenyum yang membuat Amore tersentak. Ini pertama kalinya dia melihat Gavel menunjukkan ekspresi padanya.

"Baiklah. Ayo bertunangan, aku juga menyukaimu." Jawabnya lugas.

Amore kini mengerutkan dahi, "Mengapa kau tak menanyakan alasannya?" Amore bertanya heran.

"Apakah itu penting? Selama aku menyukaimu, dan menginginkanmu itu sudah cukup bagiku." Balas Gavel lagi.

"Tapi aku berusaha memanfaatkanmu, Duke. Alasanku untuk menjadi tunanganmu adalah agar aku tak menjadi calon Putri Mahkota dan terseret kedalam masalah kedua faksi." Ujar Amore lagi mengakui semua motif tersembunyinya.

"Aku tahu," jawab Gavel dengan santai. "Aku tahu semuanya, Lady. Jadi jangan khawatir."

Amore terdiam mendengarnya, dan hanya memandang Gavel dengan ragu.

"Lady, aku penasaran dengan sesuatu. Biasakah aku bertanya padamu?"

Amore mengangguk kecil, "Silahkan."

"Mengapa kau tidak takut padaku meski tahu masa laluku?" Gavel memicingkan matanya penasaran.

"Kau hanya balas dendam untuk keluargamu. Apa yang salah? Aku juga akan melakukan hal yang sama jika berada di posisimu." Kata Amore dengan ragu. "Jadi mengapa aku harus takut? Itu tidak seperti kau akan membunuh setiap orang yang menyinggungmu."

Gavel puas dengan jawaban Amore. Dia menahan senyumannya dan tak menunjukkan ekspresi apapun. Entah mengapa setiap dia bersama Amore, tanpa sadar dia akan dengan mudahnya tersenyum.

"Baiklah. Aku akan mengumumkan pertunangan kita. Kita harus mengadakan pesta pertunangan secepatnya, sebelum kandidat Putri Mahkota memasuki istana. Kau hanya perlu menunggu, aku akan mengurus semuanya." Gavel berdiri dari duduknya dan menghampiri Amore. "Jadi, karena itu aku setidaknya diizinkan untuk melakukan ini kan?" Gavel mulai berlutut di hadapan Amore dan mencium punggung tangannya. Adegan yang hampir sama dengan saat acara perburuan tempo hari.

Amore hanya diam, menggigit bibirnya kuat-kuat berusaha menekan kegugupannya. Ini pengalaman pertamanya untuk menjalin suatu hubungan dengan laki-laki. Di kehidupan lamanya, dia tak pernah sekalipun mengalaminya, bahkan jatuh cinta pun tak pernah. Merasakan kasih sayang dari Dokter dan para suster yang merawatnya dulu saja sudahlah merupakan kemewahan dalam hidupnya.

***

Tak perlu menunggu lama, keesokan harinya rumor dengan cepat menyebar bagaikan api yang melalap apapun di hadapannya. Rumor Grand Duke dan Putri Marquis yang bertunangan membuat kerajaan Myron kembali gempar, karena beberapa hari sebelumnya rumor yang mengatakan bahwa Amore akan menjadi kandidat Putri Mahkota terkuat juga beredar.

Tak hanya itu, Putra Mahkota juga dengan mengejutkan mengunjungi Amore tiba-tiba yang membuat Marquis Bourche berada dalam posisi serba salah. Mereka tak mungkin m menolak kedatangan keluarga kerajaan, karena itu akan dianggap sebuah kekasaran.

"Jangan khawatir Ayah, aku akan menemuinya." Amore berusaha menenangkan ayahnya. Mereka tahu alasan mengapa Putra Mahkota berusaha bertemu dengan Amore, itu paati karena rumor tentang dirinya yang akan bertunangan dengan Gavel.

"Yang Mulia." Amore menyapa Walden begitu mereka bertemu.

"Lady, sudah lama." Walden tersenyum lembut menyambutnya dan akhirnya mereka bersua duduk berhadap-hadapan.

Amore bisa melihat dengan jelas kecemasan dibalik senyuman Walden. Dia yakin para bangsawan lain dari faksinya menekan Walden untuk kembali membawa Marquis Bourche untuk berpihak pada sisinya. Amore agak kasihan pada Walden karena hal itu. Dia ingat perjuangan Walden untuk sampai pada takhta di dalam cerita. Bagaimana Walden menderita untuk mengatasi semuanya.

"Lady, rumor itu... Apakah itu benar?" Walden menatap sedih Amore. Sebenarnya dia sudah tahu jawabannya, taoi dia tetap saja ingin mendengar langsung dari mulut Amore.

Amore mengangguk, "Itu benar. Aku akan bertunangan dengan Grand Duke."

Walden menatap kosong pada Amore, seakan tak menerima keadaan dan jawaban Amore, "Mengapa? Padahal aku sudah memilihmu langsung..."

"Aku tidak bisa, maaf Yang Mulia." Potong Amore tiba-tiba.

"Apakah sebegitu bencinya kau terhadapku sehingga kau tak ingin berada disisiku sebagai Putri Mahkota?" Wajah Walden tak menyembunyikan kekecewaannya pada Amore.

"Aku tidak membencimu Yang Mulia. Aku punya alasan." Balas Amore dengan tenang, "Aku tak ingin terlibat dalam perebutan takhta."

Walden tersentak oleh jawaban jujur Amore. Padahal meski memang itu alasan terbesar faksinya membuat rumor tentang Putra Mahkota dan Amore, perasaan Walden benar-benar tulus pada Amore. Walden memang tertarik pada Amore sejak mereka tak sengaja bertemu di toko senjata. Tapi Amore tak tahu tentang itu, dan sekarang Walden tak berniat untuk memberitahu Amore juga karena terlihat dari sikapnya jika Amore tak memiliki perasaan khusus terhadapnya. Ini hanya perasaan tak berbalas yang hanya dirasakan oleh Walden.

"Lalu bagaimana dengan Duke? Apa kau sengaja bertunangan dengannya karena benar-benar menyukainya?" Walden menatap Amore dengan sedih.

"Aku tak membencinya." Jawaban ambigu Amore tersampaikan pada Walden.

"Itu artinya kau juga tidak menyukainya!" Walden membantah.

"Belum. Bukannya tidak. Perasaan bisa tumbuh seiring berjalannya waktu Yang Mulia." Balas Amore dengan tenang sementara wajah Walden terdistorsi.

Amore tak memiliki pengalaman seperti itu, jadi dia tak tahu bagaimana rasanya menyukai seseorang atau menjalin suatu hubungan. Tapi jika itu rasa tertarik mungkin iya. Amore tertarik dengan semua hal tentang Gavel, mungkin nanti lama kelamaan dia akan memiliki perasaan pada Gavel.

"Baiklah." Walden akhirnya kembali mengatur emosinya dan menjadi tenang kembali. "Padahal tak ada yang lebih cocok selain dirimu untuk menjadi Putri Mahkota. Namun sayang sekali.."

"Tidak Yang Mulia. Itu tidak benar, Yang Mulia berharap apa dari seorang sampah sepertiku? Banyak wanita bangsawan lainnya yang lebih pantas dariku." Jawab Amore menyangkal.

"Sampah katamu? Jangan berpura-pura lagi dihadapanku Lady. Aku tahu itu hanya kulit luarmu. Aku tidak sebodoh itu sehingga tidak menyadarinya." Walden berkata dengan sinis yang hanya dibalas senyuman kecil oleh Amore. Bahkan Amore dengan pandainya mengatur semua ini untuk menghindari Walden, dan memperkirakan dengan cermat agar perebutan takhta tak akan berubah menjadi kudeta. Itu semua membuat Walden semakin yakin bahwa julukan sampah Amore hanya untuk menyembunyikan dirinya yang asli.

***

20 Mei 2021

Trash LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang