27. Racun

16.8K 3.3K 361
                                    

Keesokan hari setelah malamnya menyelinap ke kamar Amore, Gavel mendapati wajah Amore begitu dia membuka matanya. Gavel tersenyum lega seraya memandangi wajah itu berlama-lama, berusaha mengobati rasa rindunya selama sebulan terakhir. Pada akhirnya dia tak tahan lagi dan menarik Amore yang masih belum bangun ke dalam pelukannya.

Amore yang terusik karena pelukan itu berusaha membuka matanya dengan susah payah. "Kau masih disini." Amore sadar akan keberadaan Gavel namun malah balas memeluk Gavel dan menempatkan kepalanya dengan nyaman di dada bidang Gavel dan kembali terlelap.

Gavel tersenyum seraya membelai pelan kepalanya, dia membiarkan Amore kembali tidur dipelukannya dan kembali membenarkan posisi selimut agar menutupi bahu telanjang Amore yang terekspos. Ini salahnya sehingga Amore kelelahan tadi malam.

Tanpa sadar Gavel kembali mengingat kejadian tadi malam yang membuat wajahnya memerah serta seringaian kecil muncul disudut bibirnya. "Sialan." Umpatnya lagi-lagi tak bisa menahan senyumannya seraya menutupi sebagian wajahnya dengan satu tangan karena malu.

Saat itu, Gavel tak menyadari kalau seseorang tengah menuju ke kamar Amore dan membuka pintu dengan tiba-tiba. Gavel membeku bertatapan dengan Alea yang berada di ambang pintu yang juga terbelalak terkejut. Posisi Gavel yang saat itu menghadap ke arah pintu sama sekali tak bisa bereaksi dan hanya menatap Alea dengan kosong.

Selama beberapa detik Alea juga tak bisa bereaksi namun kemudian sadar,  "M-maaf. Aku... Aku tak lihat apapun!" Cicitnya tergagap lalu kembali menutup pintu dengan tangan gemetaran.

Alea merenung di depan pintu kamar Amore dengan kepalanya yang kosong, "Apa yang baru saja kulihat?"

Blush.

Wajah Alea memerah sempurna. Dia mengingat Gavel yang bertelanjang dada, dan Amore yang bahunya terekspos tak tertutup selimut. Tentu saja mereka telah melakukan sesuatu, Alea tahu itu.

Padahal Alea hanya bermaksud untuk memeriksa penghalang sihir dikamar Amore serta mengabari kakaknya kalau Gavel baru saja kembali tadi malam. Namun sepertinya itu tidak perlu.

Alea yang berjalan menuruni tangga bertemu dengan Maria yang baru saja ingin pergi kekamar Amore. Namun tentu Alea langsung menghentikannya, "Jangan masuk kekamarnya. Jangan biarkan siapapun masuk, kecuali kakak sendiri yang memanggil."

Maria mengerutkan dahinya dengan bingung, tapi Alea kemudian membisikkan sesuatu di telinganya hingga wajah Maria memerah sempurna.

"Ehem." Alea berdeham malu sambil mengipas-ngipas wajahnya yang masih agak memerah, "Aku tak melihat apapun. Dan kau tidak mendengar apapun. Benar?"

Maria mengangguk cepat, dia tak jadi melangkahkan kakinya ke arah kamar Amore dan berbalik kembali dengan kaku dan malu.

***

Amore terbangun kaget saat mendengar suara pintu tertutup. "Apa? Siapa?"

Gavel yang sedari tadi membeku tak bisa beraksi tersentak dan menatap Amore. "Adikmu..."

Amore terbelalak dan langsung terduduk dari posisinya. "Ken?!"

Gavel menggeleng. "Alea."

Amore mendengus pelan, "Aku lupa mengunci pintu tadi malam."

"B-bagaimana jika Marquis dan Marchioness tahu? Mereka mungkin akan membatalkan pertunangan ini." Gavel panik, dia menggenggam kedua tangan Amore dan menatap Amore dengan wajah sedih.

Amore terkikik geli melihat reaksi Gavel. Dia sangat gemas melihat ekspresi kebingungannya saat ini. Gavel yang terkenal dengan ekspresi dingin dan menakutkannya kini terlihat panik dan kebingungan seperti anak anjing di hadapan Amore.

Trash LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang