13. Jebakan

21.8K 4.1K 129
                                    

Amore kembali berlatih pedang seperti biasanya setiap pagi hari. Bahkan setelah semua kejadian beberapa hari ini yang menimpanya tak membuatnya berhenti untuk menggerakkan tubuhnya. Henry yang selalu setia menemaninya berlatih terlihat murung beberapa hari ini. Sebenarnya Amore tahu alasannya. Dia menyadari gerak-gerik Henry selama ini karena selalu bersamanya. Namun Amore berpura-pura tak menyadari perasaan Henry terhadapnya.

Itu lebih baik untuk Henry, karena Amore tak ingin memberinya harapan sedikitpun yang nantinya akan membuatnya lebih sakit hati. Amore juga hanya menganggap Henry sebagai teman sebayanya dari awal, dan juga tak mungkin untuk Henry yang hanya berasal dari keluarga Baron yang lebih rendah untuk diizinkan menjalin hubungan dengan Putri Marquis Bourche yang dilayani oleh keluarganya.

"Gerakanmu semakin baik Nona. Aku yakin kau akan menang jika melakukan latih tanding melawan Tuan Muda Kenneth." Puji Henry tulus.

"Benarkah? Itu semua berkatmu. Terima kasih sudah mengajariku selama ini." Balas Amore tersenyum lembut.

"T-tidak. Sir Leon lebih banyak mengajarimu dibandingkan aku, Nona. Kau berhasil berkat dirinya. Aku hanya membantu sedikit." Henry terlihat kikuk dan canggung saat Amore berterimakasih padanya.

Amore menghela napas lalu meraih tangan Henry dan menyalaminya. "Kau juga banyak membantuku Sir Henry. Terima kasih." Ucapnya tulus.

Henry tersentak dan kemudian tersenyum, tapi senyumannya terlihat kecewa dan sedih. Amore menyadari perubahan ekspresinya tetapi tetap berpura-pura tidak tahu. Itu lebih baik agar suasana canggung diantara mereka tak terbentuk. Jika Henry tahu kalau Amore menyadari perasaannya, mungkin dia sudah akan mengundurkan diri menjadi pengawal pribadinya.

Saat itu seorang pelayan menghampiri Amore dan membisikkan sesuatu pada Amore, "Grand Duke meminta nona untuk menemuinya, dia menunggu di kereta gerbang belakang."

Amore menatap aneh pelayan yang tak pernah ditemuinya itu. Dia terlihat asing dimata Amore, namun dia mengenyahkan keraguannya karena pelayan di Kastil Bourche memanglah terlalu banyak sehingga dia tak akan hapal semua wajah mereka.

"Baik, bawa aku ke sana." Titahnya pada pelayan wanita tersebut sehingga menunjukkan jalan sekaligus mendampingi Amore.

"Aku akan menemui Duke, terima kasih bimbinganmu Sir Henry. Aku pergi dulu." Amore berpamitan pada Henry lalu berjalan mengikuti pelayan tadi tanpa mengganti bajunya.

Amore pikir Duke ingin memberitahu suatu hal mendesak sehingga dia terburu-buru, jadi Amore sengaja tak mandi dan berganti baju dulu setelah latihannya.

Kenapa dia ingin menemuiku pagi-pagi sekali? Bahkan matahari belum sepenuhnya muncul. Pikir Amore heran.

Dia mengikuti pelayan itu berjalan ke arah gerbang belakang, dan terlihatlah sebuah gerbong kereta mewah di sana. Namun anehnya lambang keluarga Grand Duke Heinz tidak terukir di sana. Itu artinya itu bukan kereta pribadi miliknya.

Pelayan itu berhenti tepat di depan kereta lalu menghadap ke Amore, "Grand Duke ingin kau menemuinya di dalam Nona. Dia bilang ini sesuatu yang bersifat rahasia."

Amore mulai ragu, kenapa Duke tidak keluar sendiri dari kereta dan menemuinya, malah dia yang harus repot-repot masuk ke kereta.

Saat melihat wajah Amore yang curiga pelayan tadi langsung mengeluarkan sesuatu dari balik roknya. Bilah pedang pendek seukuran lengannya kini menempel di leher Amore. "Jangan bergerak." Ancamnya dingin.

"Seharusnya dari awal aku tahu kalau kau bukan pelayan kastil Bourche." Amore menggigit bibirnya, dia panik dan takut. Meski dia sudah mulai bisa menggunakan pedang, dia tak bisa melawan seseorang yang tengah menodongkan pedang di lehernya seperti ini dengan tangan kosong. Dia punya pisau kecil yang dia sembunyikan dibalik bajunya, tapi itu tak cukup untuk dijadikan senjata saat ini.

Trash LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang