Gavel tak bisa tidur, dia tak bisa berhenti khawatir pada Amore. Dia merasa bersalah karena telah mengabaikannya seperti itu. Apa dia terlalu berlebihan sehingga ekspresi wajah Amore tiba-tiba menjadi gelap dan sedih?
Gavel merasa ini semua salahnya karena terlalu cemburu. Dia tak tahan jika Amore berada di dekat laki-laki lain selain dirinya. Bahkan terkadang dia merasa hatinya panas ketika melihat bagaimana dekatnya Amore dengan Kenneth yang adik kandungnya sendiri.
"Aku harus minta maaf." Gumamnya bangun dari kasur dan berjalan menuju kamar Amore.
Gavel tak mengetuk melainkan langsung masuk ke kamar Amore. Dia yakin kalau gadis itu pasti sudah terlelap, dan benar saja. Amore sudah tidur, karena itu Gavel masuk ke kamarnya tanpa membuat suara dan perlahan tidur di sebelahnya.
Gavel terus menatap wajah Amore seraya tersenyum kecil dan bergumam bergumam, "Cantiknya."
Perlahan Gavel mendekatinya dan mengusap lembut pipi Amore. Sementara itu dalam tidurnya dahi Amore berkerut dan perlahan dia mulai terisak kecil, "Jangan tinggalkan aku..."
Gavel tersentak, dia pikir Amore pasti bermimpi buruk jadi dia memeluknya. Namun saat Gavel merengkuh tubuhnya, tiba-tiba berbagai ingatan asing masuk ke kepalanya. Gadis pucat berambut pendek yang dia lihat dulu didalam ingatan Amore kini kembali lagi. Gadis itu menangis ketika mendengar kabar kalau kedua orangtuanya meninggalkannya, namun dia hanya menangis sendirian tanpa memberitahu siapapun. Pada akhirnya satu-satu hiburannya adalah membaca novel. Novel favoritnya yang berjudul, 'Lovely Lady'. Gadis pucat itu tersenyum saat membacanya, dia sangat menyukai karakter pendukung bernama Amore di cerita itu yang merupakan kakak perempuan dari tokoh utama laki-laki.
"Kuharap aku bisa menjadi Amore Bourche." Gumamnya tersenyum sedih.
Ingatan itu berhenti dan membuat Gavel menatap kembali Amore yang masih terisak dalam tidurnya. Gavel bisa melihat tato pedang Rouge yang bercahaya redup di punggung tangan kiri Amore, seakan memberitahu Gavel bahwa ini semua adalah ulahnya.
"Kenapa kau disini?" Sebuah suara serak membuat Gavel terkejut. Amore yang terbangun dari tidurnya buru-buru menghapus air matanya sambil duduk dan Gavel melakukan hal yang sama. Setiap kali dia bermimpi buruk, tanpa sadar dia menangis dalam tidurnya. Amore sudah terbiasa dengan hal ini.
"Keluar." Ujar Amore seraya mengalihkan tatapannya dari Gavel, dia tak memiliki keberanian untuk menghadapi Gavel saat ini.
Gavel hanya diam. Dia bahkan tak bergerak satu sentipun dari tempatnya dan menatap Amore dengan perasaan rumit. Namun dia tak ingin menuruti perkataan gadis itu. Tak mungkin dia akan pergi menuruti perkataan Amore dan meninggalkannya menangis sendirian.
Gavel mengulurkan kedua tangannya dan menangkupkannya di wajah Amore. Gavel menghapus air mata Amore dengan jari-jarinya, lalu mendekatkan wajahnya mengecupnya tepat dibawah matanya perlahan. Amore membeku ditempat saat mendapatkan perlakuan lembut itu, dia tak bisa berkata-kata.
Tak hanya itu, Gavel mulai mengecup keningnya, kelopak matanya, pipinya, puncak hidunganya dan terakhir bibirnya. "Maafkan aku. Aku salah."
Saat itu Amore rasanya ingin menangis menumpahkan semua emosi yang ditahannya. Rasa kesal, amarah dan kesedihan ditahannya kuat-kuat dengan mengigit bibir bawahnya.
"Hentikan itu. Bibirmu bisa terluka." Gavel kembali meraih dagunya untuk memaksa Amore menghentikan gititan pada bibirnya dengan jarinya.
Setelahnya Gavel langsung menarik Amore ke pelukannya seraya berkata, "Maafkan aku. Maaf. Aku akan terus mengatakannya sampai kekesalanmu hilang. Sungguh aku yang salah. Jadi maafkan aku."
Tanpa sadar Amore terisak, semua rasa kesal dan amarahnya meleleh karena perlakuan Gavel padanya. Amore menyembunyikan wajahnya di dada Gavel untuk meredam suara tangisnya.
"Aku takut kau akan meninggalkanku juga." Kata Amore pelan saat tangisnya mulai mereda. 'Seperti keluargaku dulu.' Tambah Amore dalam hati.
"Tidak! Apapun yang terjadi aku tak akan meninggalkanmu. Aku bersumpah demi nyawaku."
Amore tersentak dan mendongak menatap wajah Gavel.
Apa kau masih akan berkata begitu setelah tahu aku yang sebenarnya? Batinnya tak percaya.
Saat itu Amore pikir dia harus mengatakan yang sebenarnya pada Gavel. Dia ingin Gavel melihat dirinya yang sebenarnya. Bukan Amore Bourche. Tapi Kim Sarang.
"Aku... bukan Amore."
"..." Gavel tak bereaksi terkejut atau heran seperti yang diperkirakan Amore. Gavel hanya tersenyum dalam diam dan mengusap air mata yang menetes dipipi Amore.
"Kubilang aku bukan Amore Bourche. Aku orang yang berbeda yang memasuki tubuh ini." Amore menatap Gavel lekat-lekat.
Cup.
Gavel mengecup bibir Amore lembut lalu berkata. "Aku tahu."
Amore tersentak, dia sangat terkejut dengan jawabannya. "B-bagaimana..."
"Aku melihat semua ingatanmu." Gavel kembali tersenyum dan mengelus kepala Amore dengan sayang. "Aku sudah menunggumu untuk mengatakannya sendiri. Jadi aku hanya diam."
Dahi Amore berkerut. Dia kembali teringat saat dirinya melihat semua ingatan Gavel saat tertidur sebulan yang lalu. Apakah bukan hanya dirinya yang melihat ingatan Gavel, tapi Gavel juga melihat ingatannya?
"Benar. Seperti yang kau pikirkan. Bukan hanya kau yang melihat ingatanku. Tapi aku juga." Gavel membenarkan seakan tahu isi pikian Amore.
"Bodoh. Kenapa aku tak menyadarinya?" Maki Amore pelan pada dirinya sendiri lalu kembali bertanya, "Bahkan setelah melihat itu, kau masih menyukaiku? Aku bukan Amore."
"Tidak. Siapapun namamu, kau yang aku cintai. Entah itu Amore saat ini atau gadis berambut pendek itu. Itu adalah kau yang kukenal dan kusukai saat ini. Jangan salah paham, aku sama sekali tak mengenal Amore yang asli. Yang kutemui pertama kali di toko perhiasan adalah kau. Dan gadis yang kucintai saat ini adalah kau. Jadi berhentilah menyangkal dan membuatku kesal." Ujarnya menjelaskan.
Amore tersenyum, "Ini kalimat terpanjang yang pernah kudengar dari mulutmu."
Gavel tercengang melihat itu lalu buru-buru memeluknya dan berkata, "Jangan tersenyum seperti itu selain dihadapanku. Hanya aku yang boleh melihatnya."
Amore balas memeluknya dan mengangguk dalam diam. Keheningan itu tak bertahan lama saat Amore kembali berbicara, "Kim Sarang."
"Apa?"
"Kim Sarang. Itu namaku yang sebenarnya."
"Kim Sarang." Gavel bergumam mengulanginya. Dia mematri baik-baik nama itu diingatannya. "Apa artinya?"
"Kim nama keluargaku, dan Sarang memiliki arti yang sama seperti Amore."
"Itu nama yang cantik."
Amore tersenyum lalu mulai menceritakan masa lalunya yang pahit sebagai Sarang yang selalu tinggal diruangan putih rumah sakit setiap hsrinya hingga keluarganya meninggalkannya, dokter Lee Hwan yang membantunya, dan juga tentang kematian menyedihkannya hingga dia tiba-tiba masuk ke tubuh Amore setahun yang lalu.
Gavel menjadi pendengar yang baik, dia hanya mendengarkan seraya mengusap lembut kepala Amore dalam pelukannya seraya berbaring di kasur tanpa sekalipun memotong ceritanya. Dan setelah Amore menceritakan semuanya padanya, dan balasan yang dia katakan adalah, "Kau melakukannya dengan baik. Jangan khawatir, aku mencintaimu dan tak akan pernah meninggalkanmu."
Mendengar itu Amore kembali tersenyum dan melingkarkan tangannya dipinggang Gavel, memeluknya erat. Hatinya menghangat, rasanya dia mampu melewati semua rintangan jika bersama Gavel. Ini pertama kalinya dia jatuh cinta, dan berharap bahwa Gavel juga akan menjadi cinta terakhirnya. Amore sama sekali tak bisa membayangkan jika tak ada sosok Gavel dihidupnya. Mungkin dia akan hancur untuk kedua kalinya.
***
12 Agustus 2021
![](https://img.wattpad.com/cover/241966217-288-k407577.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Trash Lady
Fantasy🌸2. Reincarnation Series #3 in Romance (2/07/2021) #4 in Fantasi (4/07/2021) Warning! 15+ Dulu aku gadis lemah penyakitan yang akhirnya mati tanpa seorangpun disisiku. Seumur hidupku aku hanya berbaring di kasur rumah sakit dan tak bisa melakukan...