Jungkook mendengus lelah lawannya kini sudah dia kalah kan, laki-laki itu berdiri tegak matanya memindai setiap orang yang bertepuk tangan di ruangan bawah tanah itu.
Jungkook mengelap darah segar yang sebagian sudah mengering di sudut bibirnya. Lalu melenggang pergi meninggalkan arena pertandingan, toh dia yang akan selalu menang.
"Kerja bagus Jeon, ini uang mu. Cash seperti biasa,"
"Tentu, saya pergi dulu. Terimakasih Leo." Jungkook tersenyum tipis.
"Tidak tidak, bukan kau yang harus berterimakasih harusnya aku yang berterimakasih kau sudah membuat ku bangga Jeon." laki-laki itu menepuk-nepuk bahu Jungkook.
"Sudah, saya harus pergi."
"Tentu, sampai kan salam ku pada bibi Jeon!"
Jungkook mengangguk sekilas. Laki-laki itu langsung pergi berganti pakaian.
Siang ini cukup terik, Jungkook berjalan menyusuri jalan menatap orang-orang yang ramai berlalu lalang.
Pemuda Jeon itu menarik buku dalam tas gendong nya, membuka sebuah jurnal yang memang selalu ia siapkan dan menyatat setiap hal yang dia lakukan.
1. Pertandingan ✔
2. Membeli bunga ✔
3. Mengunjungi Ibu ✔
4. Pergi ke pameran seni
5. Kedai paman HanTinggal 2 list terakhir hari ini setelah Jungkook memberikan tanda centang pada list yang sudah dia lakukan.
Jungkook melirik jam yang berada di pergelangan tangannya, pukul 11.35 kurang 15 menit lagi pameran nya akan di buka.
Pameran seni yang di adakan setiap satu tahun sekali itu selalu membuat kalangan pencinta seni bersemangat apalagi karena kali ini yang di tampilkan adalah sebuah lukisan legendaris yang menceritakan si gadis salju pada abad Dinasti Joseon yang sangat di cari di mana-mana.
Lukisan yang sangat langka, lukisan yang di berinama 'Gadis salju' itu sangat membuat siapa pun penasaran.
Jungkook segera melangkahkan kakinya masuk kedalam ruang seni tersebut setelah 15 menit menunggu untuk pembukaan.
Banyak sekali investor-investor seni yang merupakan kalangan atas.
Yang Jungkook tuju sekarang hanya lukisan 'Gadis salju' yang membuat nya selalu terpikir bagaimana wujud lukisan itu.
Langkah nya berhenti, matanya menatap lamat lukisan legendaris itu.
Tidak ada orang lain di sini padahal lukisan ini yang mereka tuju bukan?
Jungkook tidak mempedulikan, fokusnya masih pada lukisan cantik itu.
"Putih seperti salju, merah seperti—"
"Darah."
Jungkook menoleh menatap gadis yang melanjutkan ucapan nya.
Deg.
Merada deja vu, bagaimana bisa gadis yang berada di dalam lukisan kini berada di samping nya?
"Akan ku lukis kau. Ini salju pertama yang turun."
"Ta-tapi yang mulia, hamba tidak pantas untuk itu."
"Ini perintah!"
"Kau sangat cantik! Putih seperti salju,merah seperti darah. Sangat menakjubkan!"
"Yang mulia tangan mu ber—"
"Aku menyukai mu, gadis salju."
Deg.