Sequel of Seamin tak Seiman🍁
Play dulu: Ketika Cinta Bertasbih🎶
⚫⚫
Tentang do'a yang terkabul.
Tentang ketulusan hati yang begitu besar.
Tentang janji di kehidupan lampau yang terbawa ke masa depan.
Ini tentang ku bertemu dengan mu kembali. Bidadari Surgaku.
Yogyakarta, Maret 2057.
Aku terbangun dari mimpi indah yang seakan ragaku ingin terus bermimpi, mimpi paling indah yang muncul ketika aku berumur 17 tahun.
Di umur ku yang ke 21 tahun ini mimpi itu seakan mengucapkan selamat tinggal, seakan meninggalkan ku untuk selamanya.
Aku menghembuskan nafas panjang sebelum bangkit dari tempat tidur.
Berjalan turun lalu duduk di meja makan, menyantap roti selai coklat yang sudah bunda siapkan.
Menyesap segelas susu hangat, yang menghangatkan lambung ku pagi hari ini.
Mencium telapak tangan bunda dan ayah yang sedang membaca koran pagi di teras rumah untuk pamit pergi, dengan menenteng tas hitam dan kamera kesayangan ku yang selalu aku bawa kemana-mana.
Menaiki motor vestic berwarna hitam yang aku berinama Lika. Entah darimana ide pemberian nama motor kesayanganku itu tapi aku hanya senang menyebut nya Lika.
Menikmati segarnya pagi hari di Yogyakarta dengan bersenandung kecil menghiasi pagi hari ku.
Di tahun 2057 banyak mobil-mobil canggih sangat jarang orang-orang menaiki motor seperti ku.
Pukul 07.30 aku sampai di kampus Gajah Gagah, iya kampus itu masih ada dan sangat lagend dari tahun ketahun. Banyak nya perubahan dari segi arsitektur karena jaman semakin canggih oleh teknologi.
Aku sendiri mahasiswa arsitektur yang sedikit melenceng pada photografi. Aku hanya senang memotret hal-hal random, aku hanya sekedar ingin mengingat setiap momen yang pernah kulewati lewat beberapa jepretan kamera kesayangan ku.
Brug!
"Astagfirullah." Aku berseru, sedikit terkejut ketika tubuh kecil itu menabrak tubuhku.
Dia menunduk meminta maaf hingga wajah nya tertutup kerudung panjang yang dia kenakan.
"Astagfirullah, maafkan saya kak. Saya tidak sengaja, maaf." Dia masih menunduk, aku jadi tidak bisa melihat wajahnya.
Astagfirullah Alan, ingat Allah. Dia bukan muhrim mu.
"Astagfirullah. Iya tidak apa, lain kali hati-hati."
"Iya, terimakasih kak. Maaf sekali lagi." Dia pergi, dengan masih menunduk.
Ketika dia melewati tubuhku entah kenapa jantung ku berdebar begitu hebat, sensasi seperti ketika aku bermimpi.