26 | last time

1.2K 200 58
                                    

Aku tak berbicara sepanjang hari. Perkataan Noah selalu terngiang-ngiang di benakku. Membuatku kesal dan ingin memukul barang-barang yang ada di sekitarku.

TOK! TOK! TOK!

"Siapa?" Aku bertanya, masih sibuk dengan tugasku.

"Aidan!" sahut orang tersebut.

"Masuk saja. Tak dikunci!"

CKLEK!

Aidan membuka pintu kamarku. Dia masuk ke dalam kamar. Aku masih berkutat dengan tugas yang besok harus dikumpul.

Kebiasaan. Saat dekat dengan deadline, baru dikerjakan.

"[Name]." Aidan memanggilku seraya duduk di kasurku.

"Hm?" sahutku.

"[Name]."

"Ya?"

"[Name]."

"Apa??" Aku pun membalikkan badan, menghadap Aidan dengan sedikit kesal.

"Kau kenapa?" tanya Aidan, mengernyit heran.

"Tidak kenapa-kenapa." Aku mengangkat bahu. "Why?"

"Kau tampak murung dari tadi. Bicaranya pun sangat irit." Aidan menatapku dengan heran.

Aku memutar bola mata. "Yaa, gara-gara tadi."

"Detensi?"

"Bukan." Aku menggeleng, kemudian mengangguk. "Iya sih, karena itu juga."

"Selain itu? Apa kau bertemu dengan orang yang menjengkelkan tadi?" tanya Aidan.

Aku menghela napas berat, lalu mengangguk. "Ya."

"Siapa?"

"Noah."

Aidan terbelalak. "Noah?"

"Ya. Noah Schnapp, kalau kau tak tahu siapa dia." Aku melotot. "Sudahlah, aku mau mengerjakan tugas in-"

"Kenapa kau benci dengan Noah?" tanya Aidan, memotong perkataan ku.

Aku mendengus. "Bukan benci, hanya kesal saja."

"Kenapa?"

"Dia dan Madison sudah membuatku salah paham dengan Edmund, dan Noah menyukaiku." Aku mengepalkan tanganku. Aidan semakin terbelalak. Mulutnya terbuka lebar, terkejut.

"Noah menyukaimu?!"

"Ya. Dan bisakah kau mengecilkan suaramu?" Aku tersenyum getir. Aidan menutup mulutnya dan mengangguk-angguk.

"Kenapa kau kesal kepada Noah karena dia menyukaimu?" tanya Aidan, dengan volume yang lebih kecil.

"Hmm, entahlah. Aku kesal padanya karena dia sudah membuat hubunganku dan Edmund semi-putus. Lalu, aku kesal karena dia sudah berteman dengan Madison, alias musuh baruku di sini. Dan yang terakhir..." Aku menghela napas, "dia berubah semenjak aku pulang dari Narnia."

"Owh." Aidan mengangguk-angguk mengerti. Suasana kamar lengang sebentar. Aku kembali fokus pada tugasku yang belum selesai.

"Bagaimana hubunganmu dengan Edmund?" tanya Aidan.

Aku menarik napas, dan menggeleng-geleng. "Seperti kataku tadi, semi-putus. Entah aku atau Edmund yang akan mengucapkan kata 'kita putus'. Yang pasti kami tak dekat lagi, seperti orang asing."

Aidan menghela napas, turut prihatin kepadaku. "I'm sorry, [Name]. Semenjak pacaran, aku semakin jarang mendengarkanmu curhat."

Aku menggeleng. "Kau selalu mendengarkanku, Aidan. Jangan khawatir. Kau tak pernah berubah, meski sudah memiliki Heather."

𝐒𝐓𝐔𝐂𝐊 𝐖𝐈𝐓𝐇 𝐘𝐎𝐔, 𝖻𝗈𝗈𝗄 𝟤 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang