PROLOG

4.5K 620 119
                                    

"[Name]!"

"Apa?"

"Ini topi mu. Jangan sampai lupa. Perjalanan ke sekolah sangat jauh."

Sudah setahun setelah aku pulang dari Narnia. Kehidupanku sudah kembali normal, walau aku masih memikirkan Edmund.

Aku sudah seminggu tak sekolah. Ini tahun ajaran baru. Dan aku seharusnya sudah mengenal sekolah baruku. Aku tak masuk sekolah selama seminggu karena sakit demam yang sangat parah.

Aku memakai topiku. Seragamku bagus. Warna merah dengan dasi berwarna hitam-kuning. Kalau Aidan, seragamnya berwarna biru. Sama seperti punya Louis. Sedangkan Millie, seragamnya sama seperti seragamku.

"Hati-hati di jalan, ya," ucap Bibi Michelle seraya mengecup kening kami satu per satu.

"Iya, Mum," jawab Millie. Kami melambaikan tangan pada Bibi Michelle, dan berjalan pergi ke stasiun bawah tanah.

Perjalanan ke sekolah sangat jauh. Kami harus menaiki stasiun bawah tanah agar sampai ke sekolah.

"Tidak ada yang ketinggalan, kan?" tanya Millie pada kami.

"Tidak," jawabku, Aidan, dan Louis serempak.

"Apakah sekolahnya seru?" tanyaku pada Aidan yang duduk di sebelahku.

"Biasa saja," jawab Aidan. "Omong-omong, kita beda kelas."

Aku langsung melotot kaget. "Beda kelas?! Kenapa?"

"Yaa, beda kelas," jawab Aidan. Aku mendengus dan menunduk.

Akhirnya, kereta berhenti. Kami turun. Oh, ya, ngomong-ngomong, aku lupa apa nama sekolah baruku.

"Ayo. Jangan sampai kau kesasar," kata Louis seraya menggandeng tanganku. Aku hanya mengikutinya seraya melihat sekeliling.

Sesampainya di sekolah,

"Mana kelasku?" tanyaku pada Louis.

"Itu, di ujung koridor itu," jawab Louis. "Kau lihat?"

"Ya, terima kasih," ucapku, lalu berjalan dengan cepat ke kelas itu.

Aku membuka pintu. Dan kulihat, ada seorang guru perempuan yang memakai kacamata sedang mengabsen murid-muridnya.

Seisi kelas langsung memperhatikanku. Dan aku, hanya diam di pintu.

"Oh, kau pasti anak baru. Ayo, masuk," kata guru itu. Aku tersenyum tipis dan berjalan pelan, mencari tempat duduk yang kosong. Tapi guru itu menarikku ke depan kelas.

"Ayo, perkenalkan dirimu dahulu," kata guru itu sambil tersenyum.

"Emm, baiklah," ucapku, gugup. Aku melihat para murid yang ada di kelas ini.

"Halo, saya [Name] Partridge, panggil [Name] saja. Aku baru pindah ke sini. Semoga kita bisa menjadi teman baik. Terima kasih," kataku.

"Baik, [Name]. Saya Mrs Meg, wali kelas ini dan juga guru Sejarah kalian. [Name], kamu bisa duduk di...," Mrs Meg mencari-cari tempat duduk yang kosong.

"Nah, disitu. Di belakang Miss Sink," kata Mrs Meg seraya menunjuk tempat duduk di barisan kedua, di belakang seorang anak perempuan berambut merah.

"Terima kasih, Mrs Meg," ucapku. Aku berjalan ke tempat duduk yang kosong itu.

"Hai, [Name]," sapa anak perempuan yang duduk di depanku. "Aku Sadie."

"Hai, Sadie. Senang berkenalan denganmu," kataku sambil duduk. Sadie tersenyum. Aku melihat kebelakangku. Kosong, tidak ada orang yang duduk di belakangku.

"Hei, Sadie. Kenapa kursi ini kosong?" tanyaku.

"Owh, itu milik seorang anak laki-laki. Aku lupa namanya," jawab Sadie. "Semoga kau betah di barisan ini."

"Terima kasih," ucapku. Aku menyusun buku-buku ku di atas meja. Tak kupedulikan sekeliling. Kulihat sekilas, Mrs Meg sedang memarahi seorang anak laki-laki yang baru masuk ke dalam kelas. Terlambat sepertinya.

"Kuharap kau tak terlambat lagi, Mr Pevensie," ucap Mrs Meg. Aku tak begitu fokus terhadap perkataannya.

Tunggu. Pevensie?!

Aku langsung mendongak dan...

Kulihat sosok itu berjalan ke barisanku. Dan dia melihatku.

Sedetik kemudian, aku merasa sesuatu yang hilang dariku kembali.

Aku berdiri.

"Edmund!"

·
·
·

𝐒𝐓𝐔𝐂𝐊 𝐖𝐈𝐓𝐇 𝐘𝐎𝐔, 𝖻𝗈𝗈𝗄 𝟤 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang