Bab 18

33 15 3
                                    

Tekan tombol bintang, komen, dan share yaaa😊

Hari sudah menjelang malam, namun Dara dan Arka baru saja keluar dari kamarnya masing-masing sambil membawa beberapa koper disamping mereka.

Mereka turun kebawah dan mendapati orang tuanya yang sedang duduk disofa menikmati acara televisi yang ditayangkan. Mendengar suara derapan kaki, mereka berdua lantas mengalihkan pandangannya dan menemukan kedua anaknya yang sudah rapi dan membawa koper.

"Mau kemana?" Fauzan membuka suara terlebih dahulu setelah kedua anaknya itu tiba dilantai satu.

"Pergi," jawab Arka seadanya.

"Kamu mau kemana sayang? Kok bawa koper segala?" Kini Revi yang bersuara.

"Aku bilang pergi," Arka menatap datar kedua orang tuanya. "Aku bakalan bawa Dara pergi dari sini."

Revi membelalakkan matanya terkejut setelah mendengar ucapan anaknya itu. "Maksud kamu apa Arka?!"

"Mamah pasti paham apa yang aku bilang barusan."

"Kenapa kamu mau pergi?! KENAPA?! PASTI GARA-GARA ANAK SIALAN ITU KAN?!"

Arka mengepalkan tangannya berusaha menahan emosi yang sebentar lagi akan meledak. "Aku gak suka mamah mengumpati adik aku!"

"ADIK KAMU?! DIA BUKAN ADIK KAMU! DIA ANAK--"

"MAH! CUKUP! JANGAN SAMPAI AKU NGELUARIN KATA-KATA KASAR KE MAMAH, KALAU SAMPE MAMAH BILANG OMONG KOSONG ITU!"

Arka melirik ke arah Dara yang menunduk disampingnya, lalu memegang bahu gadis itu.

"Kamu keluar duluan ya, tolong bawa koper abang juga. Kamu tunggu disana," ucap Arka yang begitu lembut dan dibalas anggukan oleh Dara.

Setelah memastikan Dara benar-benar keluar, Arka berjalan mendekati ibunya yang kini menangis menahan emosi.

"Mamah jangan pernah bilang 'itu' didepan Dara. Aku gak mau dia sampe sedih."

"Apa peduli mamah?! Dia cuman anak dari selingkuhannya papah! Anak dari seorang pelacur! Anak mamah cuman kamu, gak ada yang lain lagi!"

"MAMAH! Dia adik kecil aku, adik yang aku sayang! Stop ngeluarin kata-kata kasar kek begitu!"

"Bersikaplah dengan sopan saat berbicara dengan ibumu Arka!" tegas Fauzan.

Arka berdecih lalu menatap ayahnya. "Memangnya, siapa dalang dari semua ini? Bukankah anda sendiri, tuan Fauzan Adhitama yang terhormat."

Persetan dengan tatakrama. Arka sudah terlanjur kesal dengan sikap kedua orang tuanya ini.

"Jika ingin melakukan sesuatu, lebih baik dipikirkan terlebih dahulu tuan Fauzan! Jangan sesuka hati melakukan perbuatan itu, tapi ketika hasilnya berada didepan mata anda menolaknya dengan tegas dan bersikap tak peduli!"

Setelah mengucapkan itu, Arka berjalan keluar dari ruangan yang menurutnya sangat pengap itu.

Tanpa mereka sadari, seorang gadis kini tengah menangis tersedu-sedu setelah mendengar pembicaraan mereka didalam.

Dara awalnya tidak ingin menguping, namun entah kenapa hatinya mendorong untuk melakukannya. Dan ternyata, apa yang ia lakukan ternyata salah. Seharusnya ia tak mendengar ucapan yang keluar dari bibir dari seorang yang ia anggap ibu kandung.

Mendengar langkah kaki yang mendekat, Dara dengan terburu-buru menghapus air mata yang membasahi pipinya dan mencoba untuk tersenyum walau agak sulit.

"Ayok!"

Mereka berjalan menuju taxi yang sudah menunggu didepan gerbang, tak menghiraukan panggilan dari ibunya.

"ARKA!"

ADARA[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang