Lembar Keduapuluh Tujuh

7.8K 769 22
                                    

...

Aku tidak masalah jika dia melampiaskan semua padaku..

Aku tahu ini memang salahku, kenapa tidak bisa menceritakan semuanya pada Misun.

Seandainya Eomma kuat Misun-ah, Eomma sudah pasti menceritakannya sedari dulu. Tapi, bayang-bayang menyakitkan itu selalu terlintas meski aku tahu bahwa anak itu bukan darah daging dari ayahmu.

...

Seminggu telah berlalu kini Misun sudah nampak baik-baik saja, anak itu juga tidak terlalu menekuk wajahnya saat berpapasan pada Haechan. Mulai ingin berbicara dan mengurangi nada sinis ketika ia berbincang dengan Ibunya itu.

Tapi sikapnya memang tidak sehangat dulu, hal itu sudah cukup Haechan syukuri, melihat kearah sang anak dengan tatapan tak dapat diartikan.

"Bagaimana harimu nak?" Ujar Haechan dengan lembut, senyum teduh selalu ia sematkan.

Misun yang sedang sibuk dengan handphonenya lantas melirik sang ibu sekilas, meletakkan benda pipih tersebut. "Biasa saja" katanya lalu kembali sibuk dengan benda tersebut. Mungkin sok sibuk saja atau memang ada yang gadis itu kerjakan disana.

"Bagaimana dengan teman-temanmu?"

Misun menghentikan gerakan jempolnya, ah soal teman-teman ya? Sebenarnya sampai sekarang Misun tidak pernah memberitahukan bahwa ia mengalami pengucilan juga salah satu korban bullying. Entah kenapa Misun merasa ibunya tidak perlu mengetahui persoalan itu, ah hanya yang Ibunya ketahui soal Hajoon? Tapi Misun yakin laki-laki yang telah melahirkannya itu jelas sudah paham dengan rumor tersebut.

Pertama saat Misun membuat ulah karena meninju seorang pemuda, disana sudah jelas Misun mengatakan bahwa ia memukul Hajoon karena pemuda itu mengatakan hal-hal yang tidak pantas kepada ibunya.

Yang kedua saat Haechan datang menjemput Misun sepulang sekolah, masih ingat bukan? Saat itu Hajoon mengatakan dengan gamblangnya tanpa tahu siapa orang yang sedang ia ajak bicara.

"Apa mereka memperlakukan mu dengan baik?"

Misun mengangguk, "sangat baik" setelah itu gadis itu berlalu. Meninggalkan Haehcan lagi-lagi dengan nafas berat miliknya.

"Maafkan Eomma karena tidak membuka mata bahwa kau mengalami hari yang sulit disekolah." Haechan tahu, bahwa anaknya itu pasti mendapatkan ucapan-ucapan tidak menyenangkan setelah ia sendiri mendengar salah satu teman Misun mengatakan hal menyakitkan dan tidak pantas untuknya.

Mau bagainana lagi, ia belum sanggup hanya sekedar bercerita, dirinya juga kebingungan kenapa ia tidak bisa mengeluarkan kata jika itu bersangkutan dengan Mark sendiri. Laki-laki yang masih nampak awet muda itu kini terduduk disisi jendela kamarnya. Menatapi bunga-bunga yang tersusun cantik di luar sana.

"Hyung, kau tahu tidak mudah menjadi sosok ibu juga ayah terhadap anakmu, dia selalu menanyakanmu," sesaat Haechan menarik nafasnya dalam-dalam. Rasanya begitu sesak mengingat hari-hari yang ia lalui tanpa canda tawa yang biasa anaknya itu lakukan.

"Apakah jika kalian bertemu dia akan senang? Apakah aku bisa? Bersikap baik-baik saja dihadapan mu juga anakmu?", Tatapan Haechan kosong, ia tahu meskipun anak yang bersama Mark itu bukanlah anak Mark sendiri tapi anak itu beruntung karena bisa menerima banyak cinta dari sosok ayah seperti Mark, memang mungkin kasih sayang dari sosok ibu tidak ia dapatkan, tapi Haechan yakin bahwa mantan mertuanya itu menyayangi anak Mina sudah seperti cucu kandungnya sendiri.

Haechan mendongak, ia memikirkan Putrinya, sedangkan Misun, anaknya bahkan jarang sekali mendapat kasih sayang dari sosok nenek. Hal tersebut dikarenakan Haechan yang masih ingin menetap si Jeju, alasannya ia hanya sudah terlanjur nyaman, pekerjaan sudah didapatkan, padahal kenyataannya ia hanya ingin menghindar dari Mark lebih lama lagi, bahkan berharap mereka tidak akan bertemu kembali.

[END] 𝐆𝐮𝐚𝐫𝐝𝐢𝐚𝐧 𝐀𝐧𝐠𝐞𝐥 •𝐌𝐚𝐫𝐤𝐡𝐲𝐮𝐜𝐤• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang