Merah Maroon

7.7K 799 28
                                    

Misun kini hanya dapat terdiam, melihat kearah Haechan dengan tatapan nelangsa. Sudah satu Minggu lebih ibunya itu tak kunjung membuka mata.

"Eomma, apa ini hukuman untukku karena waktu itu sudah menjadi anak yang jahat? Menjadi anak yang egois karena menuntut Eomma untuk mengatakan dimana Appa, dan bodohnya aku percaya dengan omong kosong yang mereka buat."

Misun meletakkan tangannya diatas punggung tangan Haechan. "Eomma maafkan Misun, Misun janji tidak akan menjadi anak yang durhaka. Jadi ayo bangun. Aku merindukanmu, Ji-eun juga. Setiap malam dia selalu menangis, menggumamkan kata 'Mommy'  jadi ayo kembali Eomma, kami menunggu."

Ceklek

"Misun-ah, saatnya pulang. Hari sudah malam, jangan lupa bahwa besok kau masih bersekolah." Renjun masuk dengan wajah lelah miliknya. Namun, senyum teduh tak pernah pudar dari wajah cantik sahabat sang ibu.

Misun mengangguk, "Ji-eun?"

"Sudah didepan bersama Nana-Imo."

Misun kembali mengangguk, melihat kearah Haechan. Ia sempatkan untuk mengecup sebelah pipi sang Ibu, "lekas sembuh Eomma. Aku mencintaimu." Setelahnya gadis manis itu berlalu. Meninggalkan ruangan serba putih tersebut.

"Sudah ingin pulang?" Tanya Mark, mereka berpapasan tak jauh dari ruang inap Haechan.

Misun mengangguk, putri kandung dari Mark itu memeluk tubuh sang ayah, "Appa jaga Eomma?"

Mark mengangguk, ia memeluk tubuh sang anak dengan erat. Rasa lelahnya seakan menguap begitu saja, "ya, Appa akan menjaga Eomma. Pulang dan tidur ya. Jangan banyak memikirkan hal yang tidak perlu dipikirkan, sebentar lagi akan ujian kenaikan kelas kan?"

Misun hanya mengangguk, pelukan dari sang ayah sangat terasa nyaman baginya, sampai ayah dan anak itu melupakan ekstensi Renjun yang menatap haru keduanya.

"Sudah malam, kasian Renjun-Imo juga Nana-Imo. Pulanglah, kabari Appa jika membutuhkan sesuatu ya." Mark mengecup kening sang anak. Lalu dengan berat hati melepaskan pelukan mereka. Mark melihat kearah di mana Renjun berada.

Senyum tipis tersemat di sana, "terimakasih Renjun-ah, maaf merepotkan mu juga Jaemin untuk menjaga Haechan disaat aku bekerja. Tadi ada rapat yang mendadak, dan sayangnya tidak bisa diwakilkan."

Renjun mengangguk, "tak masalah, aku juga Jaemin sudah menganggap Haechan sebagai keluarga kami juga. Kalau begitu kamu duluan ya Hyung."

Mark mengangguk, ia mengusap kepala belakang sang anak sebelum Misun juga Renjun benar-benar pergi untuk kembali ke rumah kecil Haechan. 

.
.
.

Sudah tengah malam, Misun tidak bisa tidur. Ia menatap langit-langit kamarnya, lalu melirik Ji-eun yang tidur di sampingnya.

"Aku merindukan Eomma." Gumamnya, ia memilih untuk mendudukkan dirinya. Entah kenapa dirinya tiba-tiba menjadi haus. Akhirnya dengan langkah gontai Misun menuju dapur untuk mengambil segelas air putih.

Saat di ruang TV, ia melihat Renjun sedang tertidur di sofa. Sedangkan Jaemin menggunakan kasur lipat yang entah Imo nya itu dapat darimana.

Melangkah dengan pelan, takut jika nanti mengganggu kedua sahabat sang ibu. Misun tau, para Imonya itu pasti sangat kelelahan hari ini. Padahal Misun sudah mengizinkan untuk keduanya tidur di kamar sang Eomma, tapi mungkin keduanya merasa tidak enak atau apalah, Misun tidak tahu akan hal itu.

Ah ngomong-ngomong tentang kamar sang Eomma, Misun memang merindukan sosok yang melahirkannya itu. Setelah selesai menenggak segelas air Misun melangkahkan kakinya di kamar milik Haechan. Membuka pintunya dengan gerakan pelan.

"Eomma, wangi khas Eomma sekali." Katanya, lalu memasuki lebih dalam lagi kamar tersebut. Sangat rapih, ukurannya lebih kecil dari kamar miliknya sendiri.

Misun memilih untuk duduk disamping tempat tidur, melihat foto-foto yang Eommanya itu letakkan diatas nakas miliknya. Misun tersenyum, rata-rata foto yang berada di sana adalah foto dirinya. Dari bayi hingga foto terakhir yang ia ingat diambil saat ia menginjak bangku Junior High School tahun keduanya.

"Ada foto Appa?" Katanya, ia mengambil bingkai kecil yang terhimpit antara foto-foto yang lain. Misun memang jarang sekali memasuki kamar sang Eomma, sebab baginya hal tersebut adalah tindakan yang kurang sopan. Kamar Eomma adalah privasi Eomma sendiri, jadi sebisa mungkin Misun tidak akan masuk jika sang Eomma tidak mengizinkan.

Setelah lama mengamati foto tersebut Misun kembali meletakkannya seperti semula, ia melirik kearah laci yang kuncinya tergantung di sana. Menatapi dengan lama kunci tersebut, ada rasa penasaran yang hinggap di hati. Dengan pelan Misun menjulurkan tangannya, membuka kunci tersebut agar bisa melihat isi di dalam laci tersebut.

"Fullsun." Gumamnya ketika menemukan sebuah buku berukuran sedang berwarna merah maroon dengan stiker bunga matahari.

"Eomma memang sangat mencintai sunflowers." Gumam Misun, ia tersenyum dibuatnya. Tanpa sadar tangannya terulur untuk mengambil buku tersebut. Membuka lembar pertama yang isinya adalah sebuah ungkapan cinta, ya. Misun menyimpulkannya dengan demikian. Lanjut kembali ke halaman selanjutnya tanpa sadar bahwa sebenarnya ia tidak boleh membaca buku tersebut.

Lembar demi lembar Misun baca, segala pertanyaan yang tak ia dapatkan dari sang Eomma bisa ia dapatkan dari buku ini. Air mata bahkan tak dapat lagi ia tahan, tidak bisa membayangkan jika ia sekarang berada di posisi sang Eomma.

"Eomma mianhe hiks.. Eomma." Isaknya, ia menutup buku tersebut, meletakkannya tidak pada tempatnya. Tanpa sadar bahwa tangisannya membuat seseorang terbangun dari tidurnya.

"Misunie?"

Misun tak menjawab, ia lebih memilih memeluk tubuh dari laki-laki yang ia sebut dengan julukan Imo cantik.

"Ada apa?"

Misun lagi-lagi tak menjawab, ia memperdalam pelukannya pada tubuh Jaemin. Jaemin sendiri yang bingung hanya dapat membalas pelukan dari anak sahabatnya itu. Matanya kemudian tak sengaja melihat kearah sebuah buku yang terletak diatas nakas.

Jaemin sudah tahu bahwa Misun pasti habis membaca buku tersebut. Tidak perlu ditanya kenapa gadis di dalam pelukannya ini menangis, karena Jaemin sudah tahu apa penyebabnya.

"Imo.. aku membenci Appa hiks,"

Jaemin tak dapat menjawab, ia hanya dapat mengusap punggung bergetar milik Misun.

"Dia laki-laki yang jahat Imo." Katanya lagi. Hal yang membuat hati Jaemin berdenyut nyeri. Jaemin menengadah, ia menahan air matanya. Kenapa harus sekarang pikirnya. Kenapa harus secepat ini Tuhan mengambil kebahagiaan yang Misun dapatkan. Padahal anak itu baru saja bertemu dengan Mark, baru saja merasakan kasih sayang dari sosok yang ia sebut Appa.

.
...

Tenang aja, hubungan Misun sama Ji-eun masih baik-baik aja kok.. cuma sama Mark yang sedikit goyang.

Jadi sampai bertemu di part depan yaaa 💕

See youu 💚💚💚

[END] 𝐆𝐮𝐚𝐫𝐝𝐢𝐚𝐧 𝐀𝐧𝐠𝐞𝐥 •𝐌𝐚𝐫𝐤𝐡𝐲𝐮𝐜𝐤• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang