Panik

7.3K 739 57
                                    

Sudah sore, bahkan sudah sangat sore. Jam dinding di rumah Haechan sudah menunjukkan pukul 6 sore. Biasanya Misun sudah pulang jam segini, Haechan mencoba untuk berpikir positif mungkin Misun sedang ada jam tambahan sampai jam 8 nantj.

Berjalan menuju kamar Misun, Haechan akan melihat keadaan Ji-eun, apakah tubuh gadis itu masih panas atau tidak. Tersenyum manala Ji-eun sudah mengeluarkan keringatnya, kemudian Haechan berlalu kedapur, ia akan memasak makan malam untuk keluarga kecilnya, bisa dibilang seperti itu bukan?

Dan, soal Mark. Laki-laki itu tadi memberi kabar padanya bahwa ia akan pulang jam 8, mungkin akan sampai dirumah jam 8 lewat, perkiraan Haechan sih begitu. Ia masak dengan tenang, hanya sedikit menimbulkan suara, takut menganggu Ji-eun yang sedang tertidur. Haechan merawatnya dengan baik, Ji-eun sudah hampir sembuh berkat Haechan.

"Mommy?"

Haechan menoleh, "sudah bangun? Ayo duduk disini." Haechan meletakkan semangkuk sayur diatas meja makan. "Apa kepalanya masih pusing?" Tanyanya kembali.

Ji-eun menggeleng, lalu matanya mengedar seperti mencari sesuatu. "Mana Misunie Mom?"

"Belum pulang, sepertinya ia ada jam tambahan, mungkin jam 8 nanti akan sampai dirumah."

Ji-eun mengernyitkan alisnya, ia melihat jam sudah menunjukkan pukul 7 lewat sekian menit. "Mom, kami tidak ada jam tambahan hari ini. Seharusnya sudah pulang pukul 4 tadi."

Haechan yang sedang menyiapkan sumpit langsung saja terdiam. Benar, kenapa ia bisa melupakan fakta bahwa Ji-eun satu kelas dengan anaknya. Raut wajah panik juga khawatir nampak diwajah Haechan yang manis.

"Tapi Misun belum pulang, jadi anak itu kemana?" Tanyanya entah pada siapa.

"Hubungi Park Ssaem saja Mom, tanyakan apakah memang benar ada jam tambahan atau tidak, memang terkadang jam tambahan ditambah secara mendadak." Ujar Ji-eun, ia mencoba menenangkan sang ibu.

Haechan sendiri sudah berlalu setelah mendengar perkataan dari Ji-eun, ia mengambil handphonenya untuk menghubungi Park Ssaem, wali kelas anaknya itu.

Panggilan pertama tak kunjung dijawab, namun panggilan selanjutnya membuahkan hasil, suara Park Ssaem terdengar di seberang sana.

"Yoboseyo?"

"Ah yoboseyo Park Ssaem, ini Lee Haechan wali murid dari Lee Misun, apakah jam pelajaran udah usai sedari tadi?"

"Ahh Tuan Lee, sudah. Murid-murid sudah pulang dari pukul 4 sore tadi."

"Ah benarkah, kalau begitu terima kasih Park Ssaem atas informasinya, saya tutup dulu telponnya."

"Baik, selamat malam Tuan Lee."

"Ya selamat malam."

Haechan dengan lemas meletakkan handphone diatas meja makan miliknya, pandangannya berkaca-kaca, di dalam pikirannya sudah bercabang pikiran-pikiran negatif tentang sang anak.

"Mom, tenang. Aku tanyakan pada teman-teman dulu ya, siapa tahu mereka sedang kerja kelompok bersama, apa Misun tidak bawa handphone?"

Haechan menggeleng, ia tahu tadi siang saat handphone milik Misun tergeletak diatas nakas di kamarnya. Lagi pula Misun itu tipikal orang yang kalau mau apa-apa pasti selalu mengabari Haechan.

"Mommy duduk disini dulu ya, aku mau menelpon teman-teman dulu."

Haechan hanya dapat mengangguk, ia sedang memikirkan Misun, dimana anaknya itu berada, kenapa belum pulang juga, kenapa anak itu tidak mengabarinya sama sekali.

"Kumohon, semoga dia baik-baik saja. Tuhan, jaga malaikat kecilku." Katanya dengan suara lirih.

Beberapa menit berlalu Ji-eun sudah kembali. Wajahnya tidak bisa menunjukkan ketenangan sama sekali. "mom, kata teman-teman ku mereka tidak ada yang bersama dengan Misun."

[END] 𝐆𝐮𝐚𝐫𝐝𝐢𝐚𝐧 𝐀𝐧𝐠𝐞𝐥 •𝐌𝐚𝐫𝐤𝐡𝐲𝐮𝐜𝐤• Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang