Setelah Zayn mengatakan 'Pulang!' kini semuanya bubar. Anna yang sendirian mengendarai motor menggunakan helm hanya tersenyum tipis. Huh, rumah teman-temannya berbeda arah dan bertolak belakang. Melambai-lambaikan tangan, Anna pun mulai melaju menuju tujuan yang ia inginkan yaitu rumah.Sepanjang perjalanan tak ada gangguan apapun membuat Anna tenang dapat menikmati hidup walau sementara. Mungkin Annie akan mengusiknya di kamar atau dimana gitu selain di jalan. Meniup-niup napas agar tidak bosan sekalian menghibur diri.
Karena kelakuannya itu akhirnya sampai juga di rumah. Tubuhnya butuh rebahan serta istirahat, apalagi pikirannya yang terus berjalan tidak hentinya memikirkan Annie dan Annie, huft. "Mami?" Saat memasuki rumah tak ada satu pun orang yang menyahut bahkan nama yang ia panggil tak merespons.
Memasuki lebih dalam, Anna menunda ingin merebahkan tubuhnya di kasur. Seketika kakinya terhenti seraya memandang Mami sedang duduk di kursi---meja makan. Mau mendekat, tapi Anna tidak mau bikin Mami tak nyaman. Wajah Mami begitu kusut meskipun beliau sudah tahu siapa Annie sebenarnya.
Mami udah makan belum?
Ah, Anna memang pengecut tidak berani mendatangi Mami.
Awalnya Anna sungguh tak sabar mau mengunjungi bukit tempat Annie melompat serta mencari gubuk tersebut yang entah letaknya ada dimana. Namun Sahlan lebih memilih besok, dan Anna menurut saja lantaran Sahlan mungkin lebih tahu.
Memutuskan melangkah ke arah kamar tiba-tiba hawa takut timbul tatkala hampir sampai. Ia takut Annie muncul dan berniat membunuhnya. Oke, supaya tidak diselimuti rasa takut sebaiknya mengambil hp lalu menghubungi Sahna mengajaknya video call.
"Kenapa, An?"
Anna buru-buru naik ke atas ranjang sambil tiduran. "Eum ... gak papa." Yah, nyatanya Anna tengah melawan rasa takut.
"Oh, terus kenapa lo video call gue? Kangen ya?"
Anna tersenyum getir menatap sekelilingnya. Agak tenang sih saat melihat muka Sahna kelihatan serius. "Bukan gitu... lagi pengen aja," sahut Anna. Ucapan yang ia ingin keluarkan seakan tersumbat di tenggorokan.
"Bentar, An ... coba lo arahkan hp lo ke jendela kamar."
Spontan Anna mengerutkan kening. Lantas ia melaksanakan suruhan Sahna. "Udah, emang kenapa, Na?" Selang-seling Anna memandang antara ventilasi dan wajah Sahna begitu janggal. "Kenapa, Na?" Sekali lagi Anna bertanya.
"Sepertinya barusan ada orang lewat, jangan-jangan lo bawa seseorang ke kamar ya?"
Cukup terhibur dengan tuturan Sahna, hihihi. "Yaampun, gak lah mana mungkin kecuali teman-teman gue." Sembari beranjak dari kasur, Anna tak sengaja melihat sosok Mami melintas di depan pintu kamar. Karena penasaran, Anna berkeputusan mengikutinya. "Gue tutup ya." Anna menutup video call-nya.
"Oke."
"Mami?" Cara berjalan Anna begitu pelan menyamakannya seperti Mami yang terus melangkah tanpa menyahut atau sekadar menengok ke belakang, merespons panggilan Anna. "Mami? Mami mau kemana?" Anna merasa Maminya itu semakin mendekat ke jendela lorong. Sontak kaki Mami terhenti tepat di depan jendela.
Otomatis Anna menyetop kakinya sembari memandang aneh dan keheranan atas kelakuan Mami. Mau ngapain Mami disitu? Menikmati pemandangan? Mana ada yang indah dilihat dari ventilasi itu. "Mami ngapain?" Kepala Anna berupaya melongok.
"Anna? Kamu ngapain?"
Anna mematung lalu menoleh menyaksikan wujud Mami ternyata ada 2. Ya, ada 2. Astaga, Anna tidak berani melihat kembali sosok siapa yang kini sedang memandang jendela. "Mami? B-bukannya Mami lagi disini?" Jari telunjuk Anna menunjuk ventilasi yang berada di balik tubuhnya.
"Maksudnya?" Mami kebingungan.
"T-terus itu siapa?" Anna berharap keadaan baik-baik saja.
"Siapa? Gak ada siapa-siapa," sahut Aini mulai kesal dan geram lantaran anak perempuannya menakut-nakuti.
Yang memicu Anna berkeinginan tahu adalah sosok yang persis Mami tadi saat dirinya diam-diam membututi hingga kesini. Pilihan paling bagus ialah Anna memberanikan diri untuk melihat secara jelas dan langsung. Dan ... masih ada, suer. "E-nggak," lirihnya mundur perlahan.
Secepat kilat Anna ditarik ke jendela hingga kacanya pecah berkeping-keping. Bukan karena benturan kepala Anna memecahkan kaca tersebut, tapi Annie yang menghancurkannya. "Mami... tolong Anna!" jeritnya memelotot menatap ke bawah.
Aini panik sebab ia linglung apa yang harus dilakukannya. Sumpah matanya tak melihat sosok yang menarik Anna dan menekan kepalanya keluar dari jendela. "Anna, kamu jangan mengada-ngada ya," cecar Aini.
"Mi ... "
Tidak tahu harus berbuat apa lantas Aini menghampiri Anna yang kelihatannya tengah di tekan oleh sesuatu yang tak terlihat oleh penglihatannya. Berusaha semaksimal mungkin, Mami mengangkat kepala Anna. "Bertahan, Mami yakin kamu kuat," cetusnya.
"Annie? INI SAUDARIMU!" Pekik Aini berfirasat bahwa ini semua kelakuan Annie yang berniat membunuh Anna.
Lihatlah menghadap ke arah bawah adalah hal yang menakutkan seolah-olah dirinya hendak terjatuh kemudian mati. Perlahan lehernya ikut tercekik, yaampun. "Annie! LEPASKAN!" Dengan sigap Anna sekuat tenaga mengangkat setengah tubuhnya. Persetan kekuatannya tangguh banget, tapi Anna pantang menyerah karena dibantu oleh Mami.
Usaha memang tidak mengkhianati hasil. Akhirnya Anna terlepas, dan refleks memeluk Mami yang juga deg-deg kan. "Kamu gak papa?" Mami mengecup berulang kali dahi sang anak.
Kalau begini mulu pasti akan terbiasa. Intinya besok harus jadi, tak boleh di undur-undur lagi. "Gak papa, Mi," balasnya seraya ngos-ngosan. Melihat langkah kaki dari kejauhan, itu adalah Papi yang mungkin sedang mencari sumber suara yang menimbulkan bising yakni pecahnya kaca jendela.
'Twin Sister!'
TYPO MERESAHKAN
Ngeri gak sih kalau kepala Anna benar-benar berdarah 🥺
Jangan lupa vote + commentnya guys!
Helenahanum
KAMU SEDANG MEMBACA
Twin Sister! [END]
TerrorAnna dan Annie, kami adalah saudara kembar perempuan yang selalu bersama-sama, tapi ada perbedaan dari diri kita yaitu muka. Entah mengapa itu terjadi. Seharusnya kembar berarti sama. Pada suatu hari... Annie tiba-tiba melompat dari bukit tanpa alas...