035.

5K 545 36
                                    

.
🌞MORE OMEGA🌻
.


Hari sudah mulai gelap, pho dan Gulf belum juga menemui titik terang. Gulf yang masih mendiami pho atas apa yang pho putuskan Minggu lalu, dan pho yang masih berusaha berdamai dengan Gulf.

Suasana rumah tidak sehangat dulu, tidak ada rengekan Gulf yang selalu meminta yang tidak-tidak, tidak ada canda tawa di sana. Semuanya diam, seperti rumah tidak ada yang menghuni. Gulf tau ini sangat kekanak-kanakan tapi ia juga mempunyai sudut pandang yang berbeda, ia mencintai Mew dan pho juga lah yang menentangnya.

Gulf cukup kecewa dan sakit mendengar penuturan pho yang tidak akan pernah memberi Restu untuknya dan Mew. Banyak pikiran yang terus Gulf cerna di dalam otaknya, sampai pipinya yang dua minggu kemarin masih terlihat terisi tapi sekarang tampak menirus.

Bila untuk masalah perasaan apakah Gulf harus bernegosiasi? Sudah cukup ia waktu dulu merasakan sakitnya ketika takdir memisahkannya dengan Mew, dan sekarang malah phonya lah yang jadi penghalang itu.

Setiap malam Gulf diam-diam menangis, mengingat perjuangan Mew yang tidak sedikit pun di gubris oleh phonya. Gulf benar-benar sakit melihatnya, ia benar-benar terluka melihatnya. Lingkaran mata yang tidak ingin Gulf lihat, bibirnya yang pucat bahkan senyumnya yang di paksakan seolah menorehkan luka amat dalam di hatinya.

Namun Mew selalu saja belaga kuat, dia selalu mengatakan baik-baik saja. Padahal Gulf amat tau, ia lelah. Terlihat dari matanya yang menyanyu, melihat itu amat membuat Gulf sedih. Ia selalu menangis di buatnya.

Gulf menarik nafasnya, mehanan rasa sesak yang menjalar di rongganya. Ia sudah lelah menangisi hal yang sama, berbicara baik-baik kepada pho tidak akan berujung menemui secercah harapan. Malah mungkin Gulf akan berdebat dengan pho.

Gulf malam ini pun diam-diam mengintip dari jendela, ia melihatnya lagi. Mew sudah duduk di teras, berusaha memperjuangkan Gulf, sedangkan Gulf disini duduk dengan nyaman. Merasakan hangatnya ruangan, sedangkan Mew sudah duduk disana sambil mengeratkan jaketnya.

Lagi-lagi air mata jatuh di pipi Gulf, kenapa benar-benar sesak melihatnya.

"Gulf tidak bisa membantu hiks" Gulf menggigit bibir bawahnya, berupaya meredam Isak tangisnya yang kapan saja pecah.

Kenapa ini lebih menyakitkan, kenapa ini lebih menyesakkan dan kenapa ini lebih membuat semua menderita, apa semua tak bisa melihat Gulf dan Mew sedikit saja merasakan bahagia. Rasanya benar-benar sudah cukup rasa sakit itu. Tapi kenapa semuanya seolah-olah belum puas.

Apa yang harus di tunggu, menunggu Gulf mati menderita karena kehilangan alphanya?. Atau mati perlahan karena pheromones yang selalu ia keluarkan ketika ia menangis, semuanya tidak ada yang lebih baik.

Tok tok.

KLEK.

Gulf langsung terkesiap kala pintu terbuka, dan terlihatlah pho yang berdiri dengan ekspresi yang sulit Gulf jabarkan. Wajah yang kian lama kian mengirut, menandakan sang pho sudah tidak muda lagi. Sedikit banyaknya Gulf tersentil akan hal itu, apakah Gulf egois?. Ia tak melihat phonya yang kian hari kian dimakan usia, dan dia masih kekanak-kanakan.

Sangat sulit untuk Gulf memilih. Memilih antara memperjuangkan cintanya atau membangkang phonya. Tapi justru itu membuat Gulf sedih, melihat phonya yang sudah tak sekekar dulu. Apakah kali ini Gulf benar-benar egois, ah bagaimana ini? Otak dan hati Gulf benar-benar di paksa untuk bekerja.

Gulf menunduk, ia tak kuasa menatap hazel pho yang semakin mengiris hatinya. Banyak pemikiran yang berkecambah di otak Gulf.

Terdengar pho melangkahkan kakinya, mendekati Gulf yang berusaha menghalau rasa dilema dan sakitnya. Tangan hangat namun tak kokoh lagi itu menyentuh pundak Gulf, membuat emosi Gulf semakin meledak-ledak. Ia ingin rasanya merengkuh tubuh ringkih pho, meminta maaf atas apa yang ia perbuatan, ia egois. Ia tega kepada sang pho, mendiami pho sampai pho merasa putus asa. Dan tentunya kilatan kecewa masih dapat Gulf tangkap dari matanya.

MORE OMEGA (MEWGULF) End!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang