"Ini aku, Riku," ucap Hayato seraya menepuk-nepuk punggung Riku pelan. Mendengar suara Hayato, Riku langsung memeluk leher pemuda itu erat. Ia takut sekali di sana, namun jika ada Hayato, setidaknya ia merasa lebih aman.
"Hiks!—kenapa kau—hiks—meninggalkan aku tadi?" protes Riku di sela-sela tangisannya. Kakinya benar-benar terasa lemas sekarang, bahkan hanya untuk berdiri saja terasa begitu sulit untuk dilakukan.
"Maafkan aku," ucap Hayato pelan. Seandainya orang tadi tidak menabraknya, ia tidak akan terpisah dari Riku sejauh ini. Beruntung ia mendengar teriakan Riku, ia berhasil menemukan pemuda itu lebih cepat dari waktu yang diperkirakan.
Entah bagaimana Riku bisa berakhir di sini, ia tidak mengerti.
"Salahku juga—hiks—aku salah menggenggam—hiks—tangan orang," ucap Riku pelan. Hayato mengerti sekarang. Pemuda itu tersenyum simpul dengan nafas lega yang akhirnya terdengar, mengacak rambut Riku pelan, "Ayo, kita keluar sekarang."
"Aku tidak bisa berdiri," ucap Riku pelan. Kakinya terlalu lemas untuk berjalan, ataupun hanya sekedar berdiri. Tanpa aba-aba, Hayato menggendong Riku seperti sebatang pohon yang tengah dipeluk seekor koala, berjalan lurus ke depan. Untungnya, itulah jalan keluar yang sesungguhnya, sehingga Hayato tidak perlu berputar-putar ke sana kemari.
Hayato mendudukkan Riku di sebuah kursi di sana, lalu pemuda itu ikut duduk di sebelahnya.
"Kita sudah berhasil keluar, Riku," ucap Hayato mengusap air mata yang terus mengalir dari mata Riku. Kedua mata pemuda itu juga sudah membengkak karena lama menangis, tidak lupa dengan hidungnya yang memerah.
"Aku tidak akan mengabulkan permintaanmu ke rumah hantu lagi. Lihat matamu, sudah bengkak sekali," ceramah Hayato. Pemuda itu menarik Riku ke pelukannya, mengusap-usap punggungnya pelan hingga tangisan pemuda itu tidak lagi terdengar.
"Terima kasih," ucap Riku setelah berhasil meredakan tangisannya. Hayato melepaskan pelukan mereka, kembali mengusap mata pemuda itu pelan.
"Wajahmu menjadi jelek sekali," ejek Hayato sambil memberi beberapa pinjatan di sekitar mata Riku. Wajah Riku berubah cemberut mendengarnya, membuat Hayato tersenyum lagi untuk kesekian kalinya hari ini.
"Hayato," panggil Riku. Hayato membalasnya dengan gumaman, sebelum akhirnya Riku kembali melanjutkan, "Bisakah aku menemuimu lagi bahkan setelah aku kembali ke rumah orang tuaku?"
Pijatan yang diberikan Hayato sempat terhenti beberapa detik, sebelum akhirnya kembali terasa mengenai kulit wajah Riku. "Kenapa?" tanya Hayato.
"Aku tidak mau kita berpisah dan menjadi orang asing. Aku ingin terus mengenalimu," ucap Riku. Hayato yang mendengar itu hanya tersenyum, lagi.
"Kita tidak akan menjadi orang asing. Hanya saja, kita mungkin tidak akan terasa sedekat ini lagi nanti," ucap Hayato. Pisau-pisau samurai terasa menyayat hati Riku, menghancurkannya menjadi berkeping-keping hingga sulit untuk disatukan kembali. Batu yang besar nan berat juga bertengger di sana, membuat dirinya semakin enggan untuk segera merasakan perpisahan itu.
Riku memeluk leher Hayato erat, membuat pemuda tinggi itu tersentak dan menatapnya bingung. "Ada ap—"
"Lima menit saja," tawar Riku. Hayato tidak mengatakan apapun lagi setelahnya, hanya mempersilakan pemuda di hadapannya itu memeluknya erat. Riku menyandarkan kepalanya ke lekukan leher Hayato, hingga tak lama Hayato balas memeluknya juga menepuk-nepuk punggungnya pelan.
"Hayato, bolehkah aku tetap mencarimu nanti jika aku ingin?" tanya Riku di sela-sela keheningan mereka.
"Boleh," sahut Hayato tanpa membuatnya menunggu lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] Audi Me - Listen to Me 🔞 [COMPLETED]
RomanceCerita ini dipindahkan dari akun @im_eryn , jadi ini BUKAN MERUPAKAN PLAGIAT. *** MATURE CONTENT 🔞 READ AT YOUR OWN RISK. GAY CONTENT. VULGAR WORDS. [COMPLETED] *** "Tolong ... lepaskan aku," Riku berujar lirih. Hayato sama sekali tidak memedulikan...