29. Please, Stay with Me

2.3K 241 17
                                    

Malam itu cuaca cukup dingin. Jihoon—lelaki yang menggulung tubuhnya dengan selimut—sedang tertidur pulas di kasurnya seorang diri.

Tentu saja dia tidak akan menggulung tubuhnya seperti telur gulung itu apabila sang kekasih berada di sampingnya yang senantiasa memberikan kehangatan pada tubuhnya dengan berupa pelukan hangatnya. Namun, pria yang berstatus sebagai kekasihnya itu masih sibuk meliuk-liukkan badannya jauh di studio tari sana.

Persiapan untuk perilisan album baru itu memang pastinya memakan banyak waktu dan tenaga. Soonyoung belum juga selesai menggarap tarian yang nanti diperlukan untuk lagu yang akan dibawakan mereka. Sementara itu, Jihoon sendiri baru bisa tidur di ranjang empuknya lagi setelah mendekam dalam studio berhari-hari tanpa pernah merasakan bagaimana nikmatnya tidur di ranjang tanpa adanya beban pikiran yang melanda.

Hari ini dia memiliki sehari waktu untuk beristirahat, maka di sinilah dia. Dalam kamarnya yang gelap gulita dengan tubuh mungilnya yang tenggelam dalam balutan selimut tebal. Belum ada dua jam ia terlelap dalam tidurnya, mimpi buruk yang dia alami membawanya kembali untuk bangun dengan rasa takut yang hinggap begitu saja.

Napasnya mendadak memendek, rambut-rambut halus di kulitnya berdiri, dan netranya membola. Seiring dengan deru napasnya yang kembali teratur, lelaki bernama Jihoon itu masih belum bisa menetralkan rasa takutnya yang kian menggerogoti hatinya.

Bukan.

Bukan hanya takut, tapi juga cemas. Lelaki itu berkali-kali melihat ke arah jam dinding yang berdenting. Harap-harap cemas sebab ini sudah terlewat satu setengah jam dari jadwal yang dijanjikan Soonyoung untuk pulang.

Ia mengambil ponselnya yang berada di bawah bantal dan melirik ke arah benda persegi panjang tersebut. Perasaan cemas itu semakin menjadi ketika Jihoon sama sekali tidak menemukan satu pemberitahuan pun dari kekasihnya terkait dengan keterlambatannya.

Dengan kasar, Jihoon menyibakkan selimutnya dan segera menuju ruang tengah. Kantuknya sudah tak lagi ada, cemas dan takut yang ada. Bahkan lelaki itu sudah menggigit berkali-kali kuku jarinya dan berkali-kali mengecek ponselnya berharap ada pesan masuk. Namun, nihil adanya.

Lelaki itu memutuskan untuk menunggu di kamar sang pujaan hati, berharap dengan menunggu di sana rasa takut dan cemas itu meredup. Benar saja, wangi khas Soonyoung yang kini membaur dengan indera penciumannya membuat ia sedikit lega.

Jihoon mendudukkan dirinya di atas kasur Soonyoung. Memeluk kedua kakinya sembari menggigiti kuku jarinya.

Satu jam sudah terlewati dan Soonyoung belum tampak batang hidungnya. Sementara, manik si mungil sudah kembali berontak meminta untuk segera diistirahatkan. Belum lagi kepalanya yang pening akibat menahan kantuk yang sudah menyapa sedari tadi.

Tidak tahan, Jihoon tanpa sadar tertidur dengan posisi tubuh yang masih memeluk lututnya. Mengkhawatirkan seseorang juga butuh tenaga, apalagi tenaganya sudah banyak sekali terkuras untuk pekerjaan dan sekarang ditambah khawatir pula.

Soonyoung terkejut ketika menemukan Jihoon tidur dengan posisi duduknya. Ia segera menaruh barang-barangnya—setelah tadi membersihkan diri di kamar mandi ruang tengah—dan mengusap pelan surai halus Jihoon yang kini sudah memanjang.

"Sayang ...," pelannya, "Bangunlah, nanti punggungmu sakit."

Jihoon yang merasakan adanya sentuhan lembut dan suara yang memanggilnya pun terbangun. Dia langsung menekuk bibirnya ketika menemukan siapa yang mengusap rambutnya—pelaku yang membuatnya khawatir di tengah malam.

"Kenapa baru pulang? Tadi janjinya tidak jam segini," rengek Jihoon dengan pelan sambil menekuk bibirnya. Walaupun begitu, ia tetap mendekatkan dirinya pada Soonyoung yang masih berdiri di samping ranjangnya.

Soonyoung agak terkejut ketika Jihoon melingkarkan tangannya ke tubuhnya dan memeluk Soonyoung tanpa berbicara apa pun. Ini tidak biasanya; begitu pikir Soonyoung.

Walaupun begitu, Soonyoung tetap membalas pelukan Jihoon dan menyertakannya dengan kecupan-kecupan ringan di puncak kepala si manis itu.

"Maafkan aku," gumamnya disertai dengan kecupan di puncak kepala Jihoon. "Aku tidak sempat membuka ponselku, aku terlalu fokus tadi. Maafkan aku sudah membuatmu khawatir."

Bukannya menjawab, Jihoon justru semakin menenggelamkan wajahnya di tubuh Soonyoung dan semakin mengeratkan pelukannya di tubuh sang kekasih.

"Ada apa, hm?"

Dengan perlahan Soonyoung menarik tubuh Jihoon guna menangkup sebelah wajah Jihoon yang tampak sendu. "Apa terjadi sesuatu? Tidurmu tidak nyenyak?"

"Aku mimpi buruk."

Melihat kesenduaan yang dihaturkan oleh Jihoon melalui mimik wajahnya itu membuat hati Soonyoung tidak tega. Lelaki itu membawa wajah Jihoon mendongak dan ia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk mengecup kening kekasihnya.

"Pergilah mimpi buruk, jangan ganggu kekasihku," tuturnya sambil menurunkan kecupannya ke wajah indah sang kekasih.

"Sekarang tidur lagi, ya? Aku peluk, mau?"

Jihoon menganggukkan kepalanya masih dengan bibirnya yang menekuk dan sinar matanya yang begitu sendu. Dibawanya Jihoon ke dalam pelukan hangat yang kembali disertai dengan kecupan-kecupan ringan di tengkuk dan kepalanya.

Masih ada yang mengganjal di hati, Jihoon pun mendongakkan kepalanya dan menatap Soonyoung yang kini menaikkan kedua alisnya tanda bertanya.

"Aku ditinggal olehmu dalam mimpiku."

"Ditinggal?"

Jihoon berdeham kemudian membalas, "Kau bilang aku egois dan tidak tahu diri. Kau muak padaku dan pergi begitu saja."

"Kau akan selalu bersamaku, bukan?" Pertanyaan yang sebenarnya Jihoon sudah tahu jawabannya itu tetap ia lontarkan guna membebaskan rasa mengganjal di hatinya.

Satu kecupan mampir di bibir tipis nan ranum milik Jihoon. Senyuman pun terpatri indah di bibir Soonyoung setelah kecupan itu diberikan. "Aku akan selalu menggenggam tanganmu. Aku tidak akan pernah bosan bilang kalau kau adalah salah satu perjuangan terbesarku, jadi aku tidak akan melepasmu begitu saja," jelasnya.

Paling tidak sedikit rasa khawatir yang semula tertanam itu telah sirna. Dekapan dan elusan lembut di tubuhnya membuat kelopak mata Jihoon kembali berat memberat. Namun sebelum kesadarannya benar-benar hilang, lelaki itu mengucapkan satu kalimat yang membuat lelah Soonyoung langsung menguap begitu saja.

"Aku sangat mencintaimu."




catetan: Udah lama banget aku enggak update di sini, ya. Semoga dari update-an aku yang secuil ini pada terhibur di malam minggu ini, ya.

Maaf juga enggak bisa rutin update karena satu dua hal. Makasih yang udah berkenan baca.

Jangan lupa tinggalkan jejak

SoonHoon Collection IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang