2. Kamera

6.6K 665 5
                                    

Di sore hari yang indah dengan warna jingga yang menyelimuti langit di atas, Jihoon membuka pintu penghubung bagian dalam gedung dengan rooftop. Angin menyambut kedatangannya dengan menerpa wajah manis milik lelaki kelahiran November itu. Lelaki itu berjalan menuju tembok pembatas dengan tangan yang senantiasa menarik sang kekasih untuk mengikutinya.

"Kau terlihat semangat sekali," celetuk Soonyoung yang pasrah saja dibawa kesana kemari.

"Aku ingin mencoba kamera baruku!" seru Jihoon semangat.

Lelaki bertubuh mungil itu menatap ke sekelilingnya guna mencari tempat yang cocok untuk mengambil gambar dengan hasil yang bagus. "Di sana!" pekik Jihoon, "Soonyoung–ah, berdiri di sana," pintanya.

Jihoon menunjuk ke arah pintu hijau penghubung antara bagian dalam gedung dengan rooftop. "Warna bajumu cocok dengan warna pintu itu," kata Jihoon.

Soonyoung yang diberi perintah dengan patuh langsung berdiri di tempat yang kekasihnya pinta. Jihoon yang sedang tergila-gila dengan kamera itu kadang membuat Soonyoung geleng-geleng kepala. Pernah sekali waktu, Soonyoung meninggalkan Jihoon sebentar di sebuah restoran dengan desain ornamen lama. Lelaki itu hanya meninggalkan Jihoon ke toilet. Tak sampai sepuluh menit, galeri ponsel Soonyoung sudah bertambah berpuluh-puluh foto yang Jihoon ambil. Entah itu foto makanan, beberapa pernak-pernik yang ada di restoran, dan bahkan sendok pun ia foto. Saat itu, Soonyoung hanya bisa tersenyum seraya menggelengkan kepalanya.

Jihoon mengarahkan kameranya ke arah Soonyoung berada. "Lihat sini," pintanya.

Bukannya melihat ke arah kamera, lelaki yang memiliki nama panggung Hoshi itu melihat ke arah seseorang yang memegang kamera tersebut.

"Satu, dua, tiga!"

Jihoon mengambil beberapa foto dan melihat-lihat hasilnya ketika Soonyoung berjalan menghampirinya.

"Ish, kau melihat kemana, sih? Kubilang lihat ke arah kamera, bukan yang—"

Cup.

Satu kecupan mendarat di bibir ranum si mungil. Terkejut, lelaki itu mengerjap-ngerjapkan matanya. "Apa-apaan itu tadi?" gumam Jihoon.

"Cantik."

"Nde?"

Soonyoung mengambil kamera di tangan Jihoon. Lelaki itu mundur beberapa langkah guna mengambil gambar kekasih mungilnya. Melalui layar dari kamera Soonyoung melihat. Seseorang yang ia cintai berdiri dengan sinar matahari yang kejinggaan jatuh menerpa tubuhnya dari samping. Indah, bak seorang malaikat turun dari langit.

"Kau terlihat cantik," kata Soonyoung seraya memperlihatkan hasil potretannya pada sang kekasih.

"A–aku tidak cantik..." lirih Jihoon dengan rona merah di pipinya.

"Ya sudah, kau manis."

"A–aku tidak manis!" geram Jihoon.

"Menyangkal, tapi merona itu pipinya."

"Tidak usah disebut, dasar bodoh!"

Dengan akhir Jihoon menendang tulang kering Soonyoung hingga lelaki itu jatuh kesakitan adalah akhir dari cerita mereka sore itu. Satu yang perlu diingat, kalau Jihoon merona, jangan disebut. Itu pun kalau kau masih sayang tulang keringmu.







catetan: Halo kawan-kawan sudah lama kita tidak berbincang. Apa kabar kalian? Sehat? Maaf kalau cuma sedikit yaa, hehehe..

Jangan lupa tinggalkan jejak kalian♥

SoonHoon Collection IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang