21. Yang Terlupakan

3.7K 316 37
                                    

"Jangan lupakan kencan kita, Jihoonie!"

Entah sudah yang ke berapa kalinya Jihoon mendengar kalimat itu keluar dari mulut Soonyoung selama tiga hari ke belakang. Ia pun hanya bisa menghela napasnya dan menjawab seadanya. Kepalanya sedang terasa pening akibat jadwal padatnya dan juga kurang istirahat yang membuat badannya sedikit lesu dari biasanya.

Hari ini Soonyoung terlihat begitu sumringah. Berbanding terbalik dengan Jihoon yang berpenampilan kusut serta kantung matanya yang mulai menghitam. Lelaki bermarga Lee itu baru keluar dari studionya sekitar pukul enam pagi dan memilih untuk istirahat di dorm sejenak sampai tengah hari nanti dan kembali untuk menggarap lagunya.

Soonyoung yang saat ini berada di kamarnya sembari tersenyum-senyum itu merasa begitu bahagia karena hari ini dia dan sang kekasih akan pergi berkencan. Dia sedari tadi memilah-milah baju mana yang cocok untuk ia kenakan saat berkencan nanti.

Tepat tengah hari, Jihoon terbangun dari tidurnya masih dengan keadaan badan yang kurang enak sebab kemarin seharian penuh ia habiskan dengan duduk di kursi kerjanya sembari menatap layar komputer. Alhasil, ketika ia bangun keadaan tubuhnya sama sekali tidak bugar, malah cenderung lesu. Belum lagi matanya yang perih dan kepalanya yang pening itu semakin membuatnya merasa tersiksa.

Abai dengan keadaannya, Jihoon segera bangun dan membersihkan dirinya lalu mengganti pakaiannya. Lelaki itu pun kembali untuk bersiap menuju studionya. Lagu yang tengah ia garap kemarin belum sepenuhnya rampung ia kerjakan. Ia tinggalkan pun karena kendala tubuhnya yang tak mampu lagi untuk menahan letih kemarin. Jihoon berkeinginan kalau lagunya bisa selesai hari ini dan setelahnya ia bisa sedikit bernapas lega. Namun, belum sempat ia menutup pintu kamarnya, Soonyoung terlebih dahulu mencengkram pergelangan tangannya seraya bertanya.

"Kau mau ke mana?" tanyanya dengan keningnya yang berkerut.

"Studio," jawab Jihoon pelan.

"Bukannya—"

"Cukup, aku harus menyelesaikan laguku, Soonyoung–ah."

Ada setitik perasaan sedih yang hinggap dalam hati Soonyoung ketika mendengar Jihoon yang berbicara dengan ketus padanya. Bukan hanya itu saja, ia pun berharap-harap kalau Jihoon tidak akan melupakan kencan mereka hari ini.

---

Detik berganti menjadi menit, begitu pun menit berganti menjadi jam. Helaan napas keluar dari mulut Soonyoung. Lelaki itu kehilangan harapannya yang telah ia bangun tinggi-tinggi. Dengan setelan kemeja putih yang lengannya ia gulung sebatas siku dan celana kain berwarna abu-abu tua, serta sebuket bunga yang ia taruh di atas meja, Soonyoung menunggu Jihoon, sementara yang ditunggu sudah dua jam lebih pun tidak menunjukkan keberadaannya. Beberapa kali dihubungi pun tidak bisa.

Jihoon melupakan kencan mereka.

Padahal Soonyoung sudah menyiapkan ini dari jauh-jauh hari. Soonyoung pun sengaja berpenampilan rapi agar terlihat memikat di mata Jihoon, tetapi justru yang dinanti-nanti tak juga datang. Entah apa yang Soonyoung rasakan saat ini, desiran aneh menghampiri dadanya. Rasanya tidak enak. Dirinya terlalu terbuai akan manisnya jawaban Jihoon yang kala itu menyetujui permintaannya untuk berkencan—walaupun Jihoon menjawabnya asal-asalan—tetapi, bagi Soonyoung itu bagaikan sebuah kesenangan yang paling indah yang pernah ia rasakan. Seharusnya ia jangan terlalu berharap tinggi-tinggi pada Jihoon yang saat itu saja menjawabnya dengan seadanya.

Malam itu, Soonyoung berjalan sendirian diiringi dengan sesak dalam dadanya. Angin yang membelai halus wajahnya malam itu memang begitu sejuk, tetapi tidak sanggup untuk menyejukkan kepalanya yang terasa kacau saat ini. Jika ditanya apakah Soonyoung marah saat ini, maka jawabannya adalah iya. Soonyoung sangat marah pada Jihoon. Hingga rasa-rasanya ia ingin memaki anak itu, tetapi Soonyoung tidak akan sampai hati kalau harus memarahi Jihoon sedemikian rupa.

SoonHoon Collection IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang