7. Tanpa Nama

3.3K 350 107
                                    





Jantung Anna seakan terhenti, pundaknya merosot tak berdaya. Ia mengenang, jika tiga bulan lalu terasa menyiksa. Dia harus terjaga hingga pagi hanya untuk menyenangkan Tuan Muda yang tidak bisa menjamahnya karena datang bulan. Kemudian setelahnya ia dengan rutin selalu melayani kemauan Tuan Muda tanpa ada kendala. Karena setelah seminggu tersiksa, bulan itu tidak kembali datang.

Keterdiaman Anna membuat Tuan muda berang, rambutnya kembali menjadi sasaran dan pukulan yang menyayat, terus mendarat di pipinya tanpa belas kasihan.

"Shit!" Umpat Tuan muda. "Bukannya aku selalu memintamu meminum pil?!"

Anna terus bergelung melindungi kepalanya, Tuan muda marah dengan membabi buta. Padahal, belum terbaca jelas seluruh kebenarannya. Setelah puas menyalurkan amarahnya, Tuan Muda meninggalkan Anna yang tergeletak tak berdaya seraya memeluk perutnya.

Dia bahkan tidak tahu fungsi dan kegunaan dari pil yang selalu Tuan muda berikan setiap dua bulan sekali. Andai Anna tahu jika pil itu berperan besar pada masa depannya, ia akan menelannya setiap hari.

Kulitnya penuh lebam, dan badannya basah kuyup, namun tidak ada sedikitpun teriakan kesakitan dari mulutnya. Lagi-lagi, karena Tuan Muda tidak menyukai teriakan kesakitan, walau lelaki itu selalu menyakitinya.

Sekujur tubuhnya yang tertutup, memiliki bekas luka penyiksaan dari Tuan Muda, yang sangat ia ketahui jika itu adalah sebuah penyimpangan yang harus ia hentikan. Namun, hingga kini ia sama sekali tidak pernah berani menentangnya. Dari ketidakmampuannya, Anna harus mendapat hukuman berat Tuhan.

Badannya ditarik paksa untuk bangkit, dalam diam, Tuan Muda menarik Anna keluar dari kamar mandi, memakaikan lembar demi lembar pakaian milik Anna. Dengan telaten, Tuan Muda pun mengusap wajah Anna disela kegiatannya dan saat semua sudah selesai, Tuan Muda menatap Anna dengan tajam. Mendongakkan wajah Anna dengan mencengkeram rahangnya kasar.

"Singkirkan dia huh? Singkirkan dia sayang." Gumam Tuan muda dengan senyum menyeramkan. "Lalu kita akan menjalankan kehidupan dengan normal lagi, dan lebih berhati-hati."

Seperti tersambar petir, Anna hanya melonggo. Janji pernikahan, lamaran konyol yang tahun lalu Tuan muda ucapkan di bukit, kembali terucap di dalam kepala Anna. Tidak lama setelahnya, suara gebrakan pintu membuat Tuan Muda beranjak menjauh. Anna hanya pasrah saja saat lengannya ditarik paksa oleh dua orang laki-laki. Ia dibawa pergi dengan sembuyi-sembuyi. Nahasnya, walau sudah memilih pintu belakang untuk pergi, mereka tetap ketahuan.

"Anna, kamu kenapa?!" Pekik Ibu Anna, melupakan keranjang belanjaan yang berhamburan di pekarangan.

Air matanya luruh saat jemari Ibu menyentuh kulit wajahnya dengan gemetar, rasa perih mulai menjalari badannya, seakan ia baru saja dijemput kesadaran. "Jawab Ibu, kamu kenapa babak belur seperti ini?!" Bentak Ibu histeris.

Badan Anna terus diguncang, hingga kini keduanya terjatuh di lantai, dengan tubuh Anna yang dipeluk erat oleh sang Ibu.

"Bawa dia pergi, sekarang." Titah Tuan Muda, dengan suara dinginnya.

Badan Anna kembali ditarik paksa, dan sang Ibu dipisahkan lalu didorong menjauh. Berulang kali Ibunya mengejar, namun selalu kembali terjatuh dalam tangis. Tatapan Anna kosong, ia seperti terprogram pada mode robot yang sama sekali tidak membuatnya berkutik. Ucapan Tuan muda terus terputar di benaknya.

'Singkirkan dia.'

Air matanya luruh, janji masa lalu di mana mereka akan menikah, hanyut bersama air matanya yang laksana tetes hujan.

"Tuan muda, tolong lepaskan Anna. Saya mohon." Ibu terus berlutut, menahan kaki Tuan muda seperti hewan peliharaan.

Kegaduhan yang ditimbulkan oleh teriakan Ibu, membuat keadan rumah menjadi kacau, dan suara menggelegar dari wanita yang paling Anna takuti, akhirnya terdengar. Suara Nyonya besar.

Selingkuhan Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang