18. Anjing Liar

3.8K 385 99
                                    



Tin.

Tin.

Suara klakson mobil mewah itu semakin membuat senyuman Anna melebar, sedang supir yang duduk dihadapannya, kini semakin resah dan terus membalikkan badannya. 

"Bagaimana ini, mbak?" Pria berseragam khas supir taxi itu kembali bersuara, menatap Anna dan mobil di depan sana secara bergantian. "Apa tidak apa-apa kalau tetap diam di sini?"

Akhirnya pintu kemudi terbuka, dari baliknya keluar lelaki berseragam hitam yang mendekat dengan rahang mengeras kesal. Anna semakin semringah, menurunkan kaca mobil dan memamerkan seringaiannya pada lelaki berwajah kaku itu.

"Selamat pagi." Sapa Anna dengan ramah, dia melirik kearah mobil mewah di hadapannya dan kembali menatap lelaki serba hitam itu. "Tuan Julian di dalam sana? Bisakah kau katakan padanya, Rose datang untuk mengantarkan barangnya yang tertinggal."

Dengan mengangkat satu alisnya, lelaki itu menodongkan tangan. "Serahkan pada saya. Dan singkirkan mobil kalian."

Anna menggeleng dengan menggemaskan, membuka pintu mobil dan keluar seraya merapikan gaun bodycon yang membalut erat tubuhnya. "Aku harus menyerahkannya langsung." Ujarnya, seraya mencoba mendekati mobil Julian yang berada diambang gerbang.

Namun, lelaki berwajah kaku itu menahan Anna. "Maaf, anda tidak bisa mendekat." 

Langkah Anna terus dihadang, hingga membuatnya berang. "Cih, kau kira aku membawa virus yang menular? Julian mengenalku, jadi menyingkirlah!"

Lelaki itu terus menggeleng, namun Anna pun tidak mau kalah dan terus menekankan badannya hingga tubuh keduanya semakin rapat. Bukannya merasa risih, Anna malah menyeringai senang, hingga suara pintu yang terbanting kencang membuat keduanya menoleh bersamaan.

Lelaki berwajah kaku itu mundur dengan membungkuk segan, sedang Anna mengumbar senyuman menyambut kehadiran Julian yang sudah rapi dengan pakaian kerja tanpa jas formalnya. Wajah Julian tampak tenang, mendekat seraya melepas kancing lengan secara bergantian. 

Aura Julian memang tidak bisa ditandingi, terasa mencekik dengan sorot matanya, dan rahang tegasnya seperti siap menyayat dan menepis segala ucapan yang sudah Anna persiapkan dibalik lidahnya. Namun, dia adalah Rose, wanita yang tidak lagi memiliki akal sehat, maka setelah membuka pintu kemudi dan menyerahkan lima lembar uang pecahan seratus ribuan kepada supir taxi, Anna tersenyum lebar kearah Julian.

Lelaki itu menatap sang supir, memberi gestur untuk meninggalkan keduanya, dan dengan patuh diikuti tanpa penolakan. "Ada apa?"

Anna mengangkat paper bag coklat ditangannya. "Kau meninggalkan barang milikmu, Tuan. Gaun dan mainan merah jambumu, aku datang untuk mengembalikannya, sekaligus melihat calon rumahku."

Setelah sedari tadi hanya memandang Anna dengan tatapan datar dan tajamnya, kini Julian tampak tertarik, dengan menaikkan satu alisnya penuh tanya. Mengambil langkah semakin mendekat pada Julian, Anna mengalungkan kedua lengannya pada leher lelaki itu, tanpa sungkan maupun khawatir. Padahal, keduanya masih berada dilingkup perumahan mewah milik lelaki Valtteri itu.

"Kau kira aku akan menyerah untuk rumahku?" Anna menurunkan tangannya, mengusap lengan Julian dan membawa jemari lelaki itu untuk mengusap wajahnya yang masih menyisakan nyeri. "Ini sakit, tapi aku tidak akan berhenti pada keinginanku."

Dengan senyuman miringnya, Anna mengeja dengan tegas. "Aku, mau rumah. Di sini!"

Julian terkekeh, badan lelaki itu terguncang dengan hebat. Namun, Anna malah menirunya, ikut terkekeh hingga keduanya sama-sama tertawa bersama. Alih-alih marah, Julian malah melayangkan kecupan di bibir Anna, melingkarkan kedua lengannya pada pinggang Anna dan menekannya untuk merapat.

Selingkuhan Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang