28. Malam Yang Rumit [2]

2K 242 72
                                    





Kata demi kata yang Tuan muda ucapkan, masih terulang dengan menyeramkan di dalam pikirannya, Maria yang syok, memilih menggeleng dengan ketakutan. Dia memang memiliki dendam, namun dia tidak ingin membunuh orang dan membuatnya berakhir di kurung, lalu membiarkan Tyson hidup sebatang kara. Maria lebih rela hidup menderita, asal sang adik tetap bahagia, bernafas dengan leluasa dan tidak pernah tersakti.

Tuan muda membalik tubuh Maria, untuk menatap lurus kearah rumahnya. Lalu, lelaki itu kembali meremas pundak Maria, dan mendekatkan bibirnaya pada telinga Maria yang segera menjauh saat merasakan kehangatan nafas yang membelai kulitnya.

"Dia adalah iblis, Tasya. Untuk apa kau merasa ragu?" Lirihnya. "Jika dia mati, hidupmu akan bebas, dan tidak akan ada lagi yang bisa mengekangmu. Dan kau bisa memulai kehidupan baru dengan nama yang kuberikan. Habisi dia!" Tekan Tuan muda dengan suara penuh ambisi.

Maria berjingkat kerkejut saat Tuan muda menelusupkan kedua lengannya untuk memeluk pinggang Maria. Sapuan nafasnya yang membelai telinga, membuatnya tak bisa berkutik. Badannya menegang, kaku dan tak bisa bergerak, bahkan nafasnya terasa sulit untuk di tarik dan kelaurkan, dia terenggah-enggah dengan tubuhnya yang memanas. Sentuhan lembut Tuan muda yang bahkan tidak memiliki maksud tertentu, membuat Maria yang salalu mendapat tindak kekerasan dari sang ayah, pun merasa lemah dan pasrah.

"Ingat, Tasya, iblis harus mati." Bisiknya seperti suara setan.

Tuan muda hendak menjauhkan lengannya, namun segera ditahan oleh Maria yang mengenggam pergelangan tangan Tuan muda. "Jika aku melakukan itu, apa aku masih bisa melihat dan berjumpa dengan Tuan Mike?"

Sosok dibelakangnya terkekeh, lalu kembali mendekatkan tubuhnya untuk merapat pada punggung Maria. "Tentu, kita akan tetap berjumpa untuk kedepannya, dan kau akan selalu disampingku, menjadi orang yang paling aku percaya. Maka, melangkahlah dengan yakin, dan lenyapkan iblis itu."

Tuan muda menyerahkan korek api ke dalam genggaman Maria, lalu melepaskan kekangan tangannya, seolah sedang menerbangkan burung pemakan bangkai yang dia harapkan dapat mematuk pemilik daging busuk di dalam sana. Tanpa menoleh, Maria mengenggam erat korek api dan melangkah dengan mantap.

Dari kejauhan, Tuan muda menyeringai puas, menyaksikan Maria yang sibuk menyiram cairan yang berasal dari jeriken di tangannya. Terus menuangkan bahan bakar mengelilingi rumah, lalu saat dirasa cairan itu sudah tandas, Maria membuat kontak mata dengannya. Sosok itu mengangguk, lalu Maria segera menyalakan korek api dan memandanginya untuk beberapa saat, sebelum dengan mantap melemparnya ke arah rumah.

Api berwarna kuning kemerahan, segera merambati dinding kayu yang sudah diberi bahan bakar. Kobaran apinya semakin besar dan membumbung tinggi, menyengat kulit dan menimbulkan asap hitam pekat yang menyatu dengan langit gelap. Dari balik kobaran api, Maria melangkah mendekat dengan senyuman, dan Tuan muda segera menyambut kedatangan Maria dengan lengan terbuka. Dia menyeringai, lalu membawa Maria masuk ke dalam pelukannya.

Keduanya menatap kobaran api itu dengan senyuman miring, Tuan muda terus bergumam seolah memuji tindakan yang baru saja Maria lakukan. "Good job. Now you're officially born as a Tasya. Remember that!"

Samar-samar terdengar suara teriakan orang yang saling sahut, membuat Tuan muda sedikit bergerak dalam pelukan keduanya. Melihat para warga yang mulai berkumpul memandangi api unggun raksasa, Tuan muda segera melepas pelukan dan menatap Tasya dengan senyuman.

"Sudah malam, kita harus pulang."

Keduanya berjalan bergandengan meningalkan kobaran api yang mengamuk dan melahap habis rumah beserta isinya. Dalam genggaman tangannya, Maria yang sudah resmi menjadi Tasya, menoleh kearah Tuan muda dengan raut wajah gelisah. "Apa aku sudah menjadi seorang pembunuh?"

Selingkuhan Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang