30. Jiwa Lain Yang Bebas

1.9K 272 106
                                    



*Warning!

Di bab ini akan ada banyak penulisan nama Vald dan Julian yang berganti-gantian. Itu bukan karena typo atau membuat kalian binggung, tapi lebih ke arah sudut pandang cerita. Jadi, misal ada narasi dengan nama Julian, itu adalah penggambaran dari sudut pandang Anna. Dan kalau ada narasi dengan nama Vald, itu adalah penggambaran dari sudut pandang umum. Begitu ya? Jadi biar kalian enggak binggung nanti pas baca.

Okay, here we go! Karena lama banget enggak update, aku kasih special gift untuk kalian yang masih sabar menunggu dan terus mendukung cerita ini. Double update!


=========================


Madona terus menggigit kuku-kuku panjangnya dengan panik, meski hubungannya dengan Anna terhitung bagai kucing dan tikus, namun dia tetap peduli pada bajingan kecil itu. Walau bagaimanapun, wanita itu sudah pernah membantunya, bahkan memberikan pemasukan yang signifikan pada bisnisnya. Meski bisnisnya sempat berantakan setelah kepergian Anna, namun Madona menyukai ucapan blak-blakan dan apa adanya dari mulut wanita itu. Alih-alih menjilat demi harta, Anna lebih cenderung mencela dengan kalimat yang menyakitkan, namun selalu jujur dan apa adanya.

Wanita berpakaian seksi yang tak lain adalah salah satu anaknya di rumah bordil itu berbalik menatapnya setelah memeriksa keadaan Anna, raut wajahnya tak terbaca, lalu wanita itu mengangguk.

"Sesuai ucapanku, ada yang mengikutinya, dan dia mengirim sesuatu pada Rose. Sosok itu, masih ada di ruangan ini, mengikutinya dan tidak mau pergi."

Madona melompat, merengkuh lengan Siska yang duduk di atas ranjang. Badannya gemetaran, dia ketakutan seraya menatap sekeliling dengan awas. "Di mana sosok itu?"

Setelah Anna masuk ke dalam ruang VVIP, Siska menghampiri Madona dengan tiba-tiba, lalu berbisik lirih. Mengatakan jika ada yang aneh dengan keadaan Anna. Siska memang terkenal memiliki penglihatan yang tidak wajar dimiliki oleh orang normal. Dia bisa melihat sosok tak kasat mata yang rata-rata berwajah seram dan busuk, itulah yang sering Siska ceritakan. Namun berkat Siska, makhluk--makhluk itu tak pernah menganggu penghuni rumah bordil, meski Madona harus merogoh kocek untuk jasa Siska. Setidaknya, kegiatan tak senonoh yang dia lakukan dengan para kekasihnya, tidak disaksikan oleh setan-setan terkutuk itu. Atau bagian terburuknya, makhluk itu menampakkan diri dan ikut serta dalam permainan yang diajarkan oleh setan.

Siska menunjuk udara di atas badan Anna yang terbaring, membuat Madona melotot ngeri. "Maksudmu, makhluk itu ada di atas tubuh Rose?!"

"Ya, dia sedang mencekik Rose, dan terus mengucapkan mantra pembunuh. Makhluk itu akan membuat Rose mati secara perlahan, mungkin Rose hanya akan bertahan hingga besok."

Madon meredam teriakannya dengan tangan yang dibungkam ke mulutnya. Matanya melotot karena syok pada ucapan Siska yang nampak tenang, meski keringat merembasi pelipisnya. Ruangan ini sangat dingin, sangat mustahil jika Siska berkeringat karena gerah, dan keanehan itu semakin membuat Madona panik bukan kepalang.

"Singkirkan dia!"

Siska menoleh dengan tatapan tajam, menepis tangan Madona dengan kesal. "Aku bukan dukun, mami! Dia bukan tandinganku!"

"Terus ... kita harus bagaimana?" Cicit Madona, seraya bersembunyi dibalik punggung Siska, menatap kearah Anna yang terlelap dengan damai. "Dokter tidak akan membantu, kan?"

Badan Siska tersentak, membuat Madona ikut melakukan hal yang sama. Lalu, badan Siska gemetaran, dengan panik dan menjerit histeris, Madona tunggang langgang keluar dari kamarnya. Begitu menutup pintu dengan terenggah-enggah, Edward segera mendekat, sedang Julian berdiri dengan tatapan enggan.

Selingkuhan Tuan MudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang