2. Tipe Pria Idaman Wafa

3.1K 145 6
                                    

"Pria idaman kamu seperti apa, Wafa?"

Wafa menarik napas panjang, berusaha menyetok kesabarannya. Pria ini benar-benar membuatnya naik pitam. Tidak tidak. Wafa tidak boleh marah-marah terus. Nanti cepat tua. Dan, Wafa tidak mau itu.

"Kenapa kamu kepo?" tanya Wafa balik.

"Ya karena saya pengen tau jawaban dari kamu," Aidan menjawab sekenanya.

"Aku pengen tanya lagi ke kamu, tapi maaf ya, jangan kesinggung." Aidan menganggukkan kepalanya pelan, "Santai aja, Mba Wafa."

"Kamu selalu salat Subuh?"

Aidan mengerutkan dahinya, pertanyaan apa itu? Aidan kira, Wafa akan bertanya tentang, berapa tanggal lahirnya, mobil apa yang ia punya. Ternyata Wafa berbeda dengan wanita-wanita yang selama ini mendekatinya. Tapi, dengan senang hati Aidan menjawabnya, "Saya biasanya bangun jam delapan pagi, abis itu mandi, terus ke kantor sebentar, setelah ke kantor saya kesini."

Mendengar jawaban Aidan, Wafa bersorak penuh kemenangan. "Benarkah?" Aidan mengangguk.

"Kalau begitu, kamu bukan tipe pria idaman saya." Hey, apa-apaan itu? Tidak akan Aidan biarkan. Ya, tidak akan.

"Kok bisa gitu?" protes Aidan.

"Pria idaman saya nanti, dia yang bisa untuk salat Subuh tepat waktu," balas Wafa sekenanya.

"Kalau begitu, besok saya salat Subuh. Lalu, akan saya bawa penghulu kesini sekalian saja," ucap Aidan dengan santainya.

Sedangkan Wafa? Sedari tadi ia beristighfar. Tak kuasa karena berhadapan dengan lelaki tampan tapi menyebalkan ini. Hih.

"Ngga gitu juga, Mas Aidan," geram Wafa. Ini lelaki sarapannya apaan sih? Kok bisa ya, semenyebalkan ini. Sabar Wafa, sabar.

"Saya kan setiap sarapan, perginya kesini." Jawaban dari Aidan membuatnya terbengong. Apa tadi? Berarti hari ini dia tidak sarapan, dong? Kan datangnya agak telat

"Kamu belum sarapan?"

"Kok tahu, sih. Cieee, Diam-diam perhatian nihh." Astaghfirullah Aidaaaaan! Wafa gemess lhoh. Saking gemesnya, Wafa ingin melempar Aidan ke laut.

"Iya, saya belum sarapan."

Wafa menghela napas pelan, "Pesan," ucapnya singkat.

"Apanya mbak, yang pesan? Cinta saya ke Mbak Wafa? Santai aja. Itu mah sudah saya stok banyak-banyak."

Astaghfirullah. Astaghfirullah. Astaghfirullah. Sabar ya, Wafa. Nanti kalau sabar, dapat jodoh terbaik. "Kamu pesan menu makanan saya, biar saya yang traktir hari ini."

Aidan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum manis. Aduhaii. Wafa tidak boleh terpincut! "Terima kasih, lhoh, udah ditawarin. Tapi tenang aja. Tetep saya bayar. Lagipula ini kan cafe kamu. Saya numpang makan kayak pelanggan lainnya aja. Nanti kalau udah sah, baru deh mbak Wafa masakin saya tiap hari."

Oke, sepertinya Aidan akan selalu menjawabnya sepeti ini. Terserah Aidan sajalah. Wafa capek lama-lama.

"Saya pesan nasi goreng, ya."

Wafa menganggukkan kepalanya, "Minumnya, Mas?"

"Air putih aja."

Wafa kembali menganggukkan kepalanya, "Nala, nasi goreng plus air putih satu," teriak Wafa. Aidan terjengit kaget. Ya bagaimana ngga kaget, Wafa teriak juga. Mana kenceng lagi.

"Siapp bu bos!" balas salah satu pegawai Wafa-yang diketahui bernama Nala-itu.

"Saya kaget," ucapan Aidan membuat atensi Wafa teralihkan. Kok Aidan disini?

Langkah Sebuah Cinta-LSCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang