22. Absurd

747 44 0
                                    

Aidan dan Wafa menahan tawa sekaligus heran dengan lelaki tua di depan mereka. "Mbak, mas. Beneran, lhohhh. Tadi saya dapat telpon disuruh ngantar pesanan ke daerah sini."

Aidan menggaruk kepalanya, "Maaf sebelumnya pak. Masalahnya, saya juga ngga tau siapa yang pesan."

"Lhah, harusnya ya tau! Kan mas sama mbaknya tinggal disini," ujarnya dengan ngegas.

Aidan dan Wafa saling tatap. "Pak, maaf. Siapa ya nama orangnya? Barangkali kami bisa bantu jika ada nama yang pesan, Pak. Atau, coba ditelpon nomor pemesannya," saran Wafa dengan sopan.

Bapak-bapak itu terlihat menganggukkan kepalanya kemudian mengambil gawainya. "Nomornya berapa?" tanyanya lagi.

Wafa tersenyum kikuk. Aidan menepuk dahinya pelan. Terlihat sedikit menyebalkan. Lhah, gimana bini gue yang tiap hari gue jahilin? Batin Aidan.

"Kan, bapak yang nerima pesanannya. Bukan kami."

Bapak itu terlihat menganggukkan kepalanya lagi. "Iya sih, memang."

Sudah. Mereka ingin nyerah!

"Terus, mau bagaimana, Pak? Kami bantu?" tanya Aidan mencoba sabar.

"Ya, masnya ini gimana sih. Bantuin saya ingat-ingat nomornya, lhah!" balasnya sedikit ngegas.

Aidan mendelik. Subhanallah! Seharusnya dirinya dan Wafa yang ngegas. Astagfirullah, Aidan ganteng. Sabar, woi. Sabar, sabar. Nanti kalau sabar, lo cepet punya anak. Anaknya lebih ganteng, dari gue. Rapal Aidan dalam hati.

Wafa pusing tujuh keliling. Menghadapi Aidan yang sering seperti itu, baginya belum separah ini. Oke Wafa, tarik napas, embuskan. Lalu diterkam, hap! Eh, Astagfirullah..

"Halo, iya? Oh, gitu. Ya sudah," bapak-bapak itu menyudahi telponnya.

Wafa dan Aidan mengehela napas lega.

"Eh. Tadi siapa, ya?" tanyanya sambil menatap heran ke arah Wafa dan Aidan.

Mereka berdua kompak menepuk dahi masing-masing.

"Kan bapak yang nerima, Pak," protes Aidan.

"Ya memang saya. Kalian ini gimana, sih. Ah, ya sudah. Bye," pamitnya.

Wafa dan Aidan sampai dibuat melongo setelah kepergian bapak-bapak itu.

"A'.."

"Iya, istriku?"

"Bisa gitu, ya?" heran Wafa. Aidan terkekeh. Dirinya juga sama herannya.

"Sudah, yuk. Kita masuk aja. Ada hal yang ingin A'a bahas," ajak Aidan sambil tersenyum manis menatap istrinya. Wafa mengangguk. "Iya, oke."

"A'a mau bahas apa?" tanya Wafa ketika mereka sudah sampai kamar.

"Duduk dulu, sini."

"Udah. A'a mau bahas apa?" tanya Wafa lagi.

Aidan tersenyum, "Cieee kepo!" balasnya sambil mencubit pelan pipi Wafa.

Wafa protes. "Ih, sakit tau. Jawab yang serius, A'."

"Ahaha, gemes banget! Jualan cilok yuk, yang," ucap Aidan asal yang hanya dibalas pukulan dari Wafa.

"Yang serius ah!" kesal Wafa.

Aidan terkekeh, "Sekiranya kita buat rumah sendiri, kamu mau?"

"Aku mau aja, kok. Tugas aku kan mengabdi buat A'a," balasnya.

"Hiks, yang. Aku baper. Tolongin!"

Wafa bergidik ngeri. "Noh, mamam tuh bantal!" ujarnya, kemudian pamit kepada Aidan untuk membantu uminya memasak.

Bini gue galak banget! Batin Aidan

🌻🌻

Assalamu'alaikumm, sobat pembacaaa

Makasih yaa yang udah baca sampai sini. Mudah-mudahan bisa menghibur part kali ini😂

Oke, sampai jumpa di part berikutnya, yaa!

In Sya Allah, Allahumma Aamiin☺❤

Langkah Sebuah Cinta-LSCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang