Ekstra Part-3

1.3K 39 0
                                    

Aidan sedang bermain dengan kedua anak kembarnya. Sedangkan istrinya, beristirahat. Tidur, lebih tepatnya.

"Abi abii."

"Iyaa, sayangnya Abi?"

"Alee mo nayak. Oleh?" tanya Alee disertai mata yang berbinar lucu. Alka menatap kembarannya. "Ale kalo mau nanyak, yang benel. Kacihan Abi," celetuk Alka. Sontak, Aidan terbahak mendengar perdebatan mereka. Alee itu, jiplakan Aidan versi manjanya. Sedangkan Alkana, lebih ke sikap dingin, namun perhatian. Ahaha, gimana dah tuh. Dingin tapi perhatian.

"Tenapa dede bisa jadi kakak?"

Alka menyipitkan matanya, menatap ke arah Aidan yang sepertinya harus sabar menghadapi kembarannya yang sedikit cerewet. Alee itu banyak nanya.

"Kalena dede mau punya ade. Jadi, dede dipanggil kakak," balas Alka.

"Othe othe. Jawaban bisa ditelima," ucap Alee sambil mengangguk berulang kali. Aidan tertawa. Merasa gemas dengan anak kembarnya.

"Sini, Abang sama Kakak duduk dipangkuan Abi," perintah Aidan kepada keduanya. Sejujurnya, Aidan juga tidak tega dengan mereka. Di umur satu tahun, mereka akan mempunyai adik. Namun, dirinya dan Wafa juga akan menambah stok sabar lebih banyak.

Alka, putra kembar sulungnya, memiliki sikap dewasa di umurnya yang masih belia. "Abang sama Kakak umurnya berapa, sayang?"

"Satu tahun," jawab mereka dengan kompak. Aidan mengelus rambut mereka dengan lembut. "Masyaa Allah. Sipp."

"Abii, kakak pengen alan-alan, oleh tan?" (Abii, kakak pengen jalan-jalan, boleh kan?"

Aidan terdiam sejenak. "Kita izin ke bunda dulu, yah? Gimana, abang sama kakak mau kan?"

"Othee, Abi!"

"Bunda," panggil pelan Alee. Wafa merasa terusik. Kemudian membuka matanya pelan. "Eh, Astaghfirullah. Maafin bunda ya sayang, bunda ketiduran." Mendengar jawaban Wafa, Aidan mendekat ke arahnya. Mengelus lembut kepala Wafa yang tak tertutupi kerudung. "Nggapapa, bidadariku. Mereka pengen jalan-jalan, kira-kira kamu ikut ngga?" tanya Aidan disertai senyuman manisnya.

Sayaaaa yang nulis, saya yang baver. Zzzz.

"Wah, siap. Sebentar, Bunda mandi dulu ya nak. Abang, kakak sama Abi tunggu dulu aja di bawah."

Alka mendekat ke arah Wafa. "Jangan. Abang sama Kakak aja yang ke bawah. Abi bial bantuin bunda. Othay?"

Wafa terkekeh sekaligus kagum dengan Alka. "Okay Abang!"

Alee mengambil tangan Alka, "Abang. Hayu, aku pengen ke bawah." Alka mengangguk. Kemudian mereka mencium Wafa dan Aidan bergantian.

"Pelan-pelan kalau turun tangga, ya," pesan Aidan dan diangguki mereka.

"Iya, nanti abang genggam elat tangan Ale. Bial ndak lepas. Kacau nanti," balasnya dengan senyuman tipis. Garis bawahi, tipis!

Melihat Alka dan Alee berjalan keluar dari kamar, Aidan izin kepada Wafa untuk menguntit mereka. Bahaya. Mereka itu masih kecil. Masih butuh perhatian. Setelah memastikan mereka duduk di sofa dengan tenang, Aidan kembali ke kamar Wafa.

Jika kalian berpikir Aidan tak memberi ART di rumahnya, itu benar. Karena Aidan dan Wafa sepakat, tidak meminta ART untuk menjaga si kembar. Mereka berdua ingin mendidik Alka dan Alee. Ingin melihat dan menikmati masa kecil Alka dan Alee. Mungkin jika sedang ada sedikit kesulitan, Wafa dan Aidan akan meminta orang tua mereka untuk menjaga.

"Bismillah. Sudah siappp semuaaa?"

"Siapp, Abi!" jawab mereka kompak.

"Ahaha, kompak bener."

"Lets go Abi!" pekik girang Alee. Alee dan Alka duduk di bangku belakang. Kata mereka, nanti kalau duduk di depan takut mengganggu dedek. Masyaa Allah, gemes.

"Abiii, tenapa pohonnya jalan?" tanya Alee. Sontak, pertanyaan dari Alee mengundang tawa dari Aidan dan Wafa.

"Itu bukan pohon yang jalan, Alee. Itu mobil kita yang belgelak," jawab Alka dengan menatap kembarannya. "Oh, gitu ya abang?" tanya balik Alee yang diangguki Alka.

Terkadang Wafa juga heran dengan anak sulungnya. Alka itu, tipe lelaki yang romantis dan perhatian dengan sikapnya. Mungkin wajahnya terlihat flat. Tapi Masyaa Allah, ganteng. Maklum, turunan Aidan ganteng.

Alka seperti Wafa. Menyukai olahraga basket. Jika Alee, ia lebih meniru Aidan yang menyukai deretan soal matematika. Alka tak terlalu suka matematika, namun masih mau jika diutus mengerjakannya.

"Alhamdulillah sampai deh. Oh iya, nanti bunda duduk di kursi taman aja nggapapa ya sayang?" ucap Aidan. Alee dan Alka mengangguk mantab.

"Nggih, siap Abi!"

Sebelum keluar, seperti biasa. Aidan membukakan pintu untuk Wafa terlebih dahulu. Setelah dipastikan aman dan nyaman, Aidan membuka pintu untuk anak kembarnya.

Aidan bersyukur. Sangat bersyukur.

Apalagi ditambah dengan kehadiran Alka dan Alee. Dan anak ketiganya pun akan segera hadir, melengkapi dirinya sebagai orang tua.

Wafa, istri tercintanya. Wafa, perempuan kedua setelah Bunda dan Umi yang selalu membuatnya terkagum karena kecantikan hatinya.

Aidan harap, keluarga kecilnya akan bahagia..

...hingga Jannah-Nya.

🌻🌻

Assalamu'alaikum pembaca cerita LSC🥺❤

Alhamdulillah, cerita ini selesaiiiiiiiiiiiiiiiiii.

Jazakumullahu khairan katsiran wa barakallahu fiikum udah mau mampir dan membaca cerita ini sampai selesai.

Doakan agar cerita ini dapat berkembang menjadi lebih baik lagi.

Dapat menginspirasi orang lain dikemudian hari.

Aamiin.

Sekali lagi, aku ucapin Terima kasih banyak yang sudah mau mampir.

Yang sudah vote cerita ini.

Makasih yah.

Semoga Allah yang membalas kebaikan kalian, orang baik

Sampaii jumpaaaa di karya aku selanjutnya, In Syaa Allah. Allahumma Aamiin☺❤

Salam hangat dari aku.

Kota Bangkit, Jawa Tengah. Jumat, 13 Agustus 2021.

Langkah Sebuah Cinta-LSCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang