12. "Oke, deal hari ini."

1.2K 84 1
                                    

Wafa menatap kedua lelaki yang asik bercengkrama di depannya. Menyaksikan mereka yang sedari tadi mengabaikan Wafa. Wafa jadi nyamuk!

"Iya, Bro! Yakali dong, tim gue kalah."

"Kok bisa gitu sih, Bang?" sahut Aidan dengan tertawa.

"Ya ga ngerti juga gue," balas Rafan dengan tertawa pelan. Lantas, netra matanya menangkap adik perempuannya disini. Dia tertawa ngakak. Aidan yang melihat itu terheran. Ada apa kok sampai ngakak gitu?

"Sik..sik..aku kok bingung," terang Aidan.

Rafan berhenti tertawa. Kemudian menatap calon adik iparnya. "Bingung gimana, Dan?"

"Bang Rafan kenapa?" tanya Aidan.

Rafan yang paham maksud Aidan, tertawa kembali. "Calon bini lo, tuh!"

Aidan tergelak, kemudian menatap sekilas bidadarinya. Aidan tertawa. "Ahaha. Iya, saya juga lupa kalau ada kamu."

Wafa mendengus. Mereka berdua kompak sekali. Kompak untuk menertawakan dirinya. "Kompak banget," sindir Wafa dengan lirih.

"Dek, dek. Ya, lo daritadi ngapain diem mulu," celetuk Rafan.

"Kalian terlalu asik."

"Cieeee cemburu!" balas kedua lelaki tampan itu sambil tertawa.

Wafa nyerah, wis!

"Haha, udah, Dan. Udah. Kasihan adik cantik gue itu!" lontar Rafan yang diangguki Aidan.

Aidan menatap serius kopi di depannya. "Mbak Wafa bagaimana?" tanyanya.

Rafan mengalihkan perhatiannya ke arah Wafa yang terdiam saja. "Dek, ditanya, lhoh," tegur Rafan.

Wafa menatap kakak lelakinya, "hehe. Iya, bang."

"Mas Aidan?" panggil Wafa.

"Iya, Sayangku?"

Rafan mendengus. Dasar si Aidan! "Btw. Lo belum nikah, kalo lo lupa."

Aidan tertawa melihat kakak iparnya kebakaran jenggot. "Nggih! Santai aja kalik, Bang."

"Jadi, gimana Mbak Wafa?"

"Kan sudah aku jawab."

"Yang mana?"

"Aku malu," cicit Wafa.

Aidan tersenyum. "Kenapa malu?"

"Ya, malu aja."

"Atau, kita bicarakan langsung ke ayah sama bunda gue, Dan?" saran Rafan.

"Aidan udah ngomong, kok. Mereka bilang secepatnya. Kalo Aidan sih, sekarang juga bisa."

"Ya udah sekarang aja!" Wafa mendelik mendengar celetukan kakak sulungnya.

"Boleh! Tapi saya tinggal mbak Wafanya."

"Wafa terserah mas Aidan. Tapi itu ngga kecepatan?"

"Oke deal, hari ini," putus Aidan. Kemudian dia beranjak dari tempat duduknya, sekaligus berpamitan kepada keduanya.

"Aidan ngga suka basa-basi," ungkap Rafan setelah sekian lama terdiam memandang kepergian Aidan.

Wafa mengangguk setuju. Memang sedari awal Aidan tidak suka basa-basi. Sedari awal juga, Aidan telah mengajaknya untuk membangun bahtera rumah tangga. Tapi, Wafa menolak itu. Karena Wafa berpikir itu hanyalah omong kosong. Namun ternyata tidak. Aidan benar-benar nyata dengan omongannya.

"Abang harap, kamu bahagia bersamanya!" tutur Rafan dengan tulus. "Jangan lupakan gue, ya!"

Wafa menatap Rafan tidak setuju. Mana mungkin dirinya melupakan abang tersayangnya itu. "Abang, jangan gitu!" tegur Wafa.

Rafan tersenyum kemudian mengisap kopi buatan adiknya. "Enak," ucapnya.

"Apanya yang enak?" tanya Wafa dengan bingung.

"Kopinya enak!"

Wafa menatap kopi yang tinggal separuh di depannya, dia tidak ragu dengan jawabannya. Tapi, Wafa bingung. Mengapa Aidan tidak mengajak dirinya untuk bertemu dengan kedua orang tuanya?

Rabbi yassir walaa tu'assir. Rabbi tammir bilkhair¹, ucap Wafa dalam hati.

🌻🌻

Eyyow, Assalamu'alaikum teman-temann!☺

Yukk tulis kesanmu setelah membaca beberapa part dari cerita Wafa-Aidan.

Coba dong, komen di bawah tokoh mana yang kalian suka. Kasih alasan juga yaa kalo bisa🤗

1. Wafa

2. Aidan

3. Rafan

Terima kasihh yaa udah berkenan membaca cerita inii🥺

Sampai jumpa di part berikutnya👉

InsyaAllah, Allahumma Aamiin☺❤

"Ambil baiknya, buang jauh-jauh buruknya."











_____________________________

※Notes:

¹: Wahai Tuhanku, mudahkan dan jangan Kau persulit. Wahai Tuhanku, sempurnakan segalanya dengan kebaikan.














Langkah Sebuah Cinta-LSCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang