33. Beruntung

441 26 0
                                    

"Beneran kamu hamil?" tanya Ayah Malik sambil berkaca-kaca.

"Beneran. Saya aja sempat kaget. Tapi Alhamdulillah. Rejeki dari Allah." Bukan Wafa maupun Aidan yang menjawab. Melainkan Abi Sahlan.

Ayah Malik mendekat ke arah putri satu-satunya itu, sambil mengelus pelan puncak kepala Wafa, "Mbak, Ayah sayang sama kamu."

Tanpa berucap apapun, Wafa memeluk erat Ayahnya. Lelaki yang selalu khawatir jika dirinya sakit. Lelaki yang posesif jika ada laki-laki yang mendekatinya. Lelaki yang pekerja keras, tidak pernah menuntut apapun dari ketiga anaknya. Wafa, Wafa beruntung. Wafa sangatlah beruntung dipertemukan dengan orang tua hebat seperti mereka. Ayah, Bunda, Abi, dan Umi. Mereka orang tua bagi Wafa. Orang tua yang tak pernah menuntut lebih dari dirinya.

Wafa mengurai pelukannya. Kemudian menatap orang-orang yang berada disini. Ada adiknya, Farhan. Kakak sulungnya, Rafan. Bunda, Ayah, Abi, Umi, dan tak lupa suaminya, Aidan.

"Aku beruntung berada di tengah-tengah kalian," jujur Wafa dengan senyuman manis.

Semua yang berada disana pun ikut tersenyum.

Setuju tidak? Bahwa kebahagiaan itu bisa menular dengan sendirinya?

Mereka sedang berada di teras rumah Bunda dan Ayah. Ingin berpamitan untuk mengunjungi acara pernikahan salah satu anggota keluargany. "Ngga bisa lama lagi, ya?" sendu bunda.

Umi Saira merangkul besannya itu, "Nanti kita main-main lagi ya, Mbak. Santai aja. Aku, Wafa sama Aidan In Syaa Allah seminggu sekali sowan ya mbak."

Bunda Aya terlihat sumringah. "Wahh boleh-boleh. Rumah ini terbuka lebar untuk kalian. Kalau diperbolehkan, Bunda sama Ayah yang ke rumah Aidan ya?"

Aidan mengangguk sambil tersenyum. "Siplah itu, Bunda. In Syaa Allah, Aidan sama Wafa pindahan lusa lagi."

"Okee sip. Bunda sama Ayah luangin waktu buat bantu kalian nanti," balasnya.

"Nggih mpun, Mas. Saya pamit rumiyen, nggih. Sampeyan kalo ada apa-apa, kabari saya. Ojo sungkan karo keluarga dewe," pamit Abi Sahlan kepada Ayah Malik. (Ya sudah, Mas. Saya pamit dulu, ya. Kamu kalo ada apa-apa, kabari saya. Jangan malu-malu sama keluarga sendiri)

"Nggih, matur nuwun sanget," balas Ayah Malik. (Iya, Terima kasih banyak)

"Heleh, kayak sama siapa aja. Ya sudah. Wafa sama Aidan. Udah pamit salaman sama bunda ayah?"

"Alhamdulillah. Sampun, Abi."

"Alhamdulillah. Mas, Mbak. Rafan, sama Farhan jangan malu kalo mau main ke rumah abi ya!"

"Nggih, siapp. In Syaa Allah," balas mereka.

Abi Sahlan, dan Aidan masuk ke mobil terlebih dahulu. Kemudian disusul Wafa dan Umi Saira.

Tin tin

"Assalamu'alaikum!" pamit mereka

"Wa'alaikumussalam, Fii amanillah!"

🌻🌻

ASSALAMU'ALAIKUM...




Update tengah malam lagi, wkwk.

Jazakumullahu khairan katsiran wa barakallahu fiikum udah mampir.

Oh iya, saran dan kritik kalau mau disampaikan..boleh bangett kok🥰

Minta tolong buat tandai typo, yah. In Syaa Allah kalau cerita ini sudah tamat, nanti aku revisi ulang.

Okaiii, sampai jumpa di part berikutnya yaaa

In Syaa Allah, Allahumma Aamiin ☺❤

Langkah Sebuah Cinta-LSCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang