23. Cilok pak Imha

683 39 0
                                    

"Umi," panggil Wafa. Umi Saira menatap Wafa sekilas sambil terkekeh, "Aidan nanyain tentang rumah? Apa cilok?"

Wafa mengangguk sambil tertawa kecil. "Iya, Umi. Dua-duanya. Oh iya, Umi. A'Aidan suka cilok, ya?"

Umi Saira menghentikan kegiatannya kemudian menuju wastafel untuk mencuci tangannya. "Aidan suka cilok. Bisa dibilang, penggemar berat cilok," umi Saira terkekeh geli setelah melontarkan ucapannya.

"Aidan barang beli cilok di dekat pagar komplek, ciloknya pak Imha. Tapi kalo beli lama banget. Sebenarnya, Aidan itu pelupa. Ya gimana ngga, dia kesana aja nyasar," imbuhnya.

Wafa tercengang, sedetik kemudian tertawa.

"Harusnya kesana cuman butuh waktu lima menit, eh sama Aidan jadi dua puluh menit. Ciloknya diborong sekalian. Ada tiga puluh bungkus waktu itu. Dibagi-bagiin ke tetangga komplek," umi Saira menjeda ucapannya, kemudian mengelus puncak kepala Aidan.

"Aidan itu, suka beli barang. Suka shopping. Tapi ya belanjanya pilih-pilih. Yang bisa bermanfaat buat orang lain. Abis itu dibagi-bagiin ke orang lain. Royal kayak abinya sewaktu muda. Kalo kata abi Sahlan, "Di Jawa ada pepatah, banyu miline mudun." Sikap Aidan itu setengahnya umi, setengahnya abi. Tapi kalau masalah nyebelin, persis kayak abinya." Umi Saira mengakhiri ucapannya dikala melihat suaminya telah menatap dirinya protes.

"Eh, ada pakBro!" sapanya.

Wafa mengerutkan dahinya. PakBro? Oh iya, Wafa ingat! PakBro kan panggilan abi mertuanya.

"Lhohhh, ada abi?" kaget Wafa.

Abi Sahlan cemberut kemudian mendekati kedua perempuan itu. Sikapnya persis seperti Aidan.

"Abi dilupakan. Sedih, ah," ujarnya sok dramatis.

Umi Saira dan Wafa tertawa geli. "Eh, bapak buaya! Inget umur," canda Umi Saira.

Abi Sahlan cuek saja. "Kalian ini, ya. Dicariin kesana kemari, eh tau-taunya disini."

"Wafa, gimana?" tanyanya.

Wafa mengerutkan dahinya, bingung. "Gimana apanya, Abi?"

"Katanya Aidan, dia mau buat rumah sendiri. Mau mandiri bareng istri."

Wafa mengangguk sopan, "Iya, Abi."

"Nomor rekening kamu berapa?" tanya Abi Sahlan sembari mengotak-atik gawainya.

"Hayoh, abii!" cegah Aidan.

Abi Sahlan tertawa melihat Aidan yang berlari dari tangga. Dengar aja itu bocah satu. "Apasih, kamu," cibirnya.

"Abii, ngga usah aneh-aneh deh," jengah Aidan. Dirinya sudah hapal sekali dengan sikap abinya itu.

"Lhah, ahaha! Udah telat, boy! Udah abi transfer tuh," ujarnya dengan santai sembari meletakkan gawainya.

Wafa melotot kaget, "Abi?" kilahnya.

"Halah, kalian ini kayak sama siapa aja! Anggap aja itu hadiah buat kalian. Mudah-mudahan, rumah tangga kalian diberikan keberkahan di dalamnya. Diberikan anak-anak yang shaleh-shalehah," jawab beliau diselingi dengan doa.

Umi Saira, Aidan, dan Wafa yang berada disana pun mengaminkan.

"Udah yuk, kita makan dulu. Umi sama Wafa tadi udah masak kesukaan kalian. Ada cilok pak Imha juga, tuh."

Aidan yang mendengar itu pun besorak girang. "Alhamdulillah! Terima kasih umi dan istriku. Cilokkkkkkkkkk em komiiiiiik!" teriak Aidan dengan gembira, sambil berlari menuju dapur layaknya seorang anak kecil yang mendapatkan coklat.

Yang melihat itu hanya mengelengkan kepalanya heran. Aidan sungguh ajaib!

🌻🌻

Assalamu'alaikumm!

Disini jam 00.09 WIB. wkwk.
Kagak ada yang tanya!😂

Terima kasih yang udah mampirr

Sampai jumpa di part berikutnya yaa..

In Sya Allah, Allahumma Aamiin

Langkah Sebuah Cinta-LSCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang