"Dek."
Lamunan Wafa buyar. Wafa menatap kakak sulungnya, "Iya bang?"
"Mobilnya, dari siapa itu?" tanyanya dengan heran.
"Dari orang aneh," balas Wafa sambil menghela napas pelan. Rafan-kakak sulung Wafa-menatap adik perempuannya dengan tatapan bingung. "Jawab yang benar dong, sayang," jengahnya.
"Dari temen Wafa, Bang."
"APAAA?!"
Wafa tersentak kaget, aih. Abangnya ini, ya! "Bangg. Pelan-pelan aja, napa."
Rafan tersenyum tipis, lalu mencubit hidung mancung milik Wafa. "Ngga kerasa lo udah gede, dek," ucapnya dengan sendu.
"Apa bang?" Rafan menggeleng pelan.
"Abang tau itu dari siapa. Kalau dia memang berniat tulus denganmu, suruh dia menghadap bang Rafan dulu. Setelah itu, ke Farhan. Baru ke Ayah."
Ya, Wafa sudah menduga itu. Wafa hanya bisa menghela napas pelan. "Dia berniat serius denganku, Bang."
Rafan yang mendengar itu pun menghadap lekat adiknya. "Lalu?"
"Tapi entahlah, Wafa bingung."
Rafan tersenyum maklum. Kemudian ia membawa Wafa ke dalam dekapannya, "Adik abang ternyata udah gede. Udah ada yang demen, sama lo." Setelah mengucapkan kata itu, Rafan melepaskan pelukannya.
Wafa tersenyum sangat manis, "Ade sayang sama abang," jujurnya. Rafan tertawa. Ia gemas dengan sikap adiknya ini yang selalu jujur dan manja terhadapnya. Rafan tidak bisa membayangkan jika kelak jarang bertemu dengan Wafa, adik perempuan satu-satunya yang ia punya. Tapi, hal itu pasti akan terjadi. Ya, Rafan sedang mempersiapkan hatinya untuk menerima. Rafan hanya bisa berdoa, semoga jodoh adiknya bisa membimbing dengan baik. Tanpa sadar, air matanya menggenang. Rafan ini lemah jika sudah bersangkut dengan bunda dan adik perempuannya.
"Abang kenapaa nangis?" panik Wafa. "Ade buat salah, Bang? Ade salah, ya? Ihh abangg kenapaa?"
Rafan tersenyum, "Cieee, perhatian."
Wafa termenung. Kata-kata yang diucapkan oleh kakak sulungnya itu mengingatkannya dengan seseorang. Siapa lagi jika bukan Aidan. Aidan Al-Efasy Pratama.
"Wafaa?"
"Wafaa?"
"Wafa Nayanika Al-Malik!" Wafa tersentak. Menghirup oksigen lalu mengembuskannya lagi. "Iyaa abangku ganteng," katanya.
"Mbak Wafa kenapaa?" tanya seseorang.
"Tau tuh, Mbak lo. Kak, jaga dulu mbaknya. Abang mau ke kantor ayah dulu. Lagi ada kerjaan numpuk nih," pesan Rafan terhadap-Farhan-adik bungsu laki-lakinya.
"Asiappp, pak bos!" guraunya. Rafan tertawa, kemudian menepuk pundak Farhan lalu mencium kening Wafa agak lama. "Abang mau ke kantor dulu, ya? Ingat pesan abang tadi. Kalau Wafa udah siap, laki-laki itu suruh ke rumah. Hadap ke abang," bisiknya.
"Assalamu'alaikum adek-adek imut Rafanza!"
Mereka-Wafa dan Farhan-tertawa. Lucu sekali abangnya ini. "Wa'alaikumussalam abang tersayang!"
"Ada apa sih, Mbak?" tanya Farhan. Wafa menatap jahil adiknya. "Kepo kamu," setelah itu, ia meninggalkan Farhan sendiri.
"MBAKKU WAFAAA RESEEEEE!"
Wafa yang mendengar itu tertawa lepas. Lucu sekali menggoda adiknya itu.
Wafa menatap arloji yang bergulung cantik di tangan mulusnya, "Udah jam 10. Wahh telah nih, aku," paniknya.
Ia berlari menuju pintu depan rumahnya. "Kakkk. Mbak berangkat ke Cafe dulu, yaa! Assalamu'alaikum!" teriaknya.
"Wa'alaikumussalam, mbakk! Hati-hati!" balas Farhan dengan teriak juga. Untung tidak ada bunda dan ayahnya. Kalau ada, bisa dapat omelan satu bulan mereka.
"Yoiii."
Wafa berlari. Sekalian joging, nih. Ucapnya di dalam hati.
Baru setengah perjalanan Wafa lalui, ia berpapasan dengan anak pak RT. Anaknya cakep, kata bunda.
"Wahh, ada mbak Wafa."
Wafa tersenyum, "Assalamu'alaikum, Aldeno."
Aldeno tersenyum kikuk, "Ehehe. Wa'alaikumussalam mbak Wafa." balasnya. "Wafa mau ke Cafe, ya?" sambungnya dengan pertanyaan, yang mungkin sudah ia ketahui jawabannya. Biasalah, modus. Dan, Wafa sudah mengerti itu. Aldeno ini juga menyukai dirinya. Namun berbeda dengan Aidan yang mengajak Wafa ke jenjang pernikahan, Aldeno malah mengajak Wafa untuk berpacaran. Ya jelas Wafa menolak. Sebentar, sebentar. Kenapa sejak tadi ia membicarakan Aidan, sih?
"Iya."
"Mau aku an-" ucapan Aldeno terputus, "MBAK WAFAAA."
Wafa melotot kaget. Aidan? Ada apa Aidan kesini?
"Iyaa, mas Aidan?"
Tatapan mata Aidan menatap tajam ke arah Aldeno. Yang ditatap pun tersenyum remeh. Aihh. Belum tahu kah dia tentang Aidan? Padahal, Aidan ini kan terkenal. "Mbak Wafa kok lama banget tumben? Saya udah nunggu daritadi lhoh."
Duhh. Wafa kok kayak kepergok jalan sama selingkuhan, ya? Ehh. Astaghfirullah Wafaa!
"Tadi-"
"Bareng aku aja yok," ajak Aldeno. Tatapan Aidan semakin menajam. Berani-beraninya!
"No! Dia calon istri saya," balas Aidan penuh penekanan. "Kan baru calon, belum istri," enteng Aldeno.
Aidan geram! Astaghfirullah. Sabar Aidan, sabar.
"Udah yaa? Ayok, mas Aidan. Wafa bareng mas Aidan saja. Mari, Aldeno," pamit Wafa.
Aidan terkejut! Apa tadi? Wafa mengajaknya? Wafa mengajaknya? Benarkah inii? "Yeee. Malah melamun!" tegur Wafa.
Aidan tersenyum manis, "Bye bye, Aldeno. Mbak Wafanya bareng saya, ya."
Aldeno mendengus sebal. Kemudian berdehem untuk membalas ucapan Aidan. Sebenarnya ia ingin sekali menampar mulut lemes milik Aidan itu. Tapi, ia harus jaga image di depan Wafa.
Aidan tertawa penuh kemenangan. Kemudian, ia menatap Wafa. "Ayok, mbak Wafa."
Wafa mengangguk. "Assalamu'alaikum Aldeno."
"Wa'alaikumussalam, Wafa," balasnya.
Sepanjang jalan, senyuman Aidan terus terpatri. "Hari ini cerah banget, ya!"
Wafa tertawa pelan. Laki-laki ini terlalu mengejutkan untuk dirinya. "Mas Aidan?"
Aidan menatap sekilas Wafa, "Iyaa, Mbak Wafa?" Tau tidakk?! Jantung Aidan sedari tadi terus berdegup kencang. Aidan gugup!
"Terima kasih untuk mobilnya," ungkap Wafa dengan senyuman manisnya.
Aidan meleleh! "Senyumanmu.."
✨✨
Hiya hiyaaa😳
Ada yang baperrrrr?
Masya Allah. Aku baper sendiriiii. Tydakkk🥺
.
.
Hayolohhhh benih-benih cinta mulai bermekaran:vOke guys ku!
Sampai jumpa dengan Aidan di part berikutnya!❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Langkah Sebuah Cinta-LSC
Teen Fiction"Tak ada kisah yang sempurna." ✨ Terima kasih sudah mampir di lapak inii, yaa❤ Start: 12 Juni 2021 Finish: 13 Agustus 2021 Revisi: ------------- Illustration: Pinterest Edited: Phonto -------------