24. Rumah

644 38 0
                                    

Aidan Al-Efasy Pratama

Gue, eh kok ngga enak ngomong gue. Ya udah, saya aja. Eh, atau aku?

Ah, serah gue aja lah ya.

Lo pada udah kenal gue. Jadi, ga usah gue jelasin lagi.

Apa, ya?

Gue lagi menikmati masakan bunda sama istri tercinta. Ahaha, maafin gue ya, kaum jomlo!

Gue kasih tau sesuatu, ya? Tapi awas aja kalo lo pada kasih bocoran ke istri gue.

Sebenarnya tuh gue udah buat rumah dari jauh-jauh hari, sebelum gue melamar Wafa rumah itu udah siap. Udah kelar. Rumah yang akan kita tinggali berdua.

Gue cuma pengen ngerti respon Wafa, gimana semisal gue ngajak dia buat bangun rumah. Ternyata responnya baik. Bahkan mensupport. Emang dah ya, gue ga salah pilih bini!

Ahaha, ngga lah. Bukan gue yang hebat. Tapi Allah yang Maha Baik.

Oke, awas aja lo pada ngasih tau ke Wafa!

Dahlah, segini dulu dah sama guenya. Males ngomong panjang lebar. Bye.

"Uang segitu cukup ngga, Aidan?" tanya Abi Sahlan di tengah keheningan.

Wafa menatap suaminya yang masih asik menyantap cilok pak Imha. "Lebih dari cukup kok, Abi," sahut Wafa ketika melihat Aidan tak kunjung menjawab.

"Abi ini, ya. Yakali uang lima miliar ngga cukup," protes Aidan sambil menatap abi Sahlan yang terkekeh.

Wafa mendelik kaget. Lima miliar? Masya Allah. Buset dah. "Hah? Beneran A'?"

"Iya, benar. Emang Abi suka banget bikin orang jantungan," balas Umi Saira.

Abi Sahlan masih tertawa. Kemudian berujar kepada keduanya. "Lima miliar itu masih kecil, Nak. Dibuat apa gitu."

Aidan mengangguk. "Iya. Nanti Aidan punya rencana buat merenovasi panti," balasnya.

Wafa masih heran. Jadi, Aidan punya panti? Wah, ini dirinya harus menanyakan ke Aidan.

"Aidan itu punya-"

"Ngapunten nggih, Abiku. Biar nanti Aidan aja yang ngomong," sela Aidan dan diangguki Abi Sahlan.

"Oh iya. Umi sama Abi mau ke Turki dulu untuk beberapa hari. Mungkin kurang lebih seminggu. Jadi, kalian jaga rumah ini dulu," pesan Umi Saira.

Keduanya mengangguk. "Iya, Umi."

Rumah milik Abi dan Umi Saira ini memang bisa dibilang cukup besar. Bisa dihuni hingga sebelas orang.

Namun, mereka hanya menyewa sopir pribadi dan penjaga gerbang. Lainnya, orang rumah yang menjaga. Kebun, halaman belakang, yang merawat juga orang rumah. Sesekali penjaga gerbang dan sopir ikut membantu agar memperakrab antara mereka.

Abi Sahlan juga Umi Saira mengajarkan kepada Aidan agar menjadi mandiri. Sejak kecil, Aidan dirawat baik oleh kedua orang tua maupun oma dan opanya.

"Ya udah, abi mau pergi bentar," pamit Abi Sahlan.

Umi Saira yang melihat itu segera menemani hingga pintu depan rumahnya.

"Sayang," panggil Aidan.

Wafa menghentikan kegiatan membersihkan meja makan itu. "Iya, A'?"

Aidan menggengam tangan Wafa, "Ayo, kita kerjakan sama-sama," ujarnya dengan senyuman manis.

🌻🌻

Assalamu'alaikum, sobat pembacaa🥰

Jazakumullah khairan katsiran udah baca sampai sinii..

Maaf yaa semisal kurang feel ceritanya:(

Ditunggu saran dan kritiknyaa

Have a nice day!

Tataaa, sampai jumpa di part berikutnya yaaa. In Syaa Allah, Allahumma Aamiin☺❤

Langkah Sebuah Cinta-LSCTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang