Jangan lupa dipencet tombol bintangnya, ya🥺❤️
Yeyyy, sebentar lagi end🎉
Jangan lupa juga ya di-follow akun author nya😸
Yuk, happy Reading 💞
* * *
Kini, yang tersisa di pemakaman Mama Aurora hanya ada Bella, Antaris, Aurora, sahabat-sahabat Antaris, dan sahabat-sahabat Bella. Arnold? Entahlah, sedari tadi, lelaki itu belum juga menampakkan batang hidungnya.
Aurora menundukkan kepalanya sambil mengusap lembut gundukan tanah yang masih berwarna merah itu dengan perasaan sedih.
"Kenapa Mama ninggalin Ora secepat ini?" tanya Aurora lirih dengan matanya yang mulai memanas.
"Ora belum sempat liat Mama. Ora belum sempat meluk Mama. Tapi, Mama malah ninggalin Ora untuk selama-lamanya ..." Aurora memeluk batu nisan itu sambil terisak.
Ia belum sempat melihat wajah Mamanya untuk yang terakhir kalinya. Tapi, mengapa Mamanya malah meninggalkannya? Kenapa ... Tuhan sangat cepat mengambil nyawa Mamanya? Padahal, ia sangat ingin melihat Mamanya. Ia ingin memeluknya, sungguh.
Bella yang sedari tadi hanya diam pun langsung melangkah mendekati Aurora. Ia berjongkok di samping Aurora. Bella mengelus lembut punggung Aurora yang bergetar karna menangis.
"Sabar, ya, Ra." setelah mengatakan itu, Bella langsung memeluk tubuh Aurora.
Aurora yang tiba-tiba dipeluk oleh Bella pun merasa senang sekaligus malu. Ia malu, jika mengingat perlakuannya dulu terhadap Bella. Ia tak pernah menyangka, kalau Bella akan sebaik ini padanya. Padahal, dulu ia sangat jahat kepada Bella.
Aurora mengangguk lemah di dalam pelukan Bella sambil terus terisak. "Ma-makasih, Bel ..."
Bella melepas pelukannya, sambil menatap Aurora. "Udah, lo jangan nangis terus. Kalau Mama lo liat lo nangis terus kayak gini, pasti Mama lo bakalan sedih 'kan?" Aurora mengangguk pelan dengan matanya yang sudah terlihat sembab.
"Lo gak mau liat Mama lo sedih, 'kan?" tanya Bella, lagi.
Aurora menggeleng lemah. Ia menundukkan kepalanya dalam. "Enggak ..."
"Kalo lo gak mau liat Mama lo sedih, elo nya jangan nangis terus. Mendingan, lo do'ain Mama lo, biar beliau tenang di alam sana," tutur Bella sambil tersenyum lembut ke arah Aurora. Sedangkan yang lainnya, hanya diam, menyimak obrolan antara Bella dan Aurora.
Aurora mengangguk pelan sambil mengusap air matanya. "Iya. Makasih ya, Bella." Bella mengangguk, kemudian ia berdiri.
Aurora ikut berdiri, setelahnya ia memeluk Bella sambil menangis kembali. Beberapa detik kemudian, Aurora melepas pelukannya. Ia menatap Antaris dan Bella secara bergantian. "Maafin aku ya, Ris, Bel. Selama ini aku udah jahat sama kalian. Aku ... Aku sangat merasa malu kepada kalian. Aku minta maaf. Maaf atas semua perlakuan aku dulu ..."
Antaris dan Bella mengangguk secara bersamaan. "Iya, Ra. Gue sama Bella pasti udah maafin elo, kok. Gue juga minta maaf atas nama Papa gue karna udah----"
"Iya Ris, gak papa. Lagian, ini juga bukan kesalahan Papa kamu, kok. Ini semua udah jadi takdir. Dan aku, akan berusaha ikhlas untuk menerima semua ini." Aurora tersenyum tipis, sambil menatap ke arah gundukan tanah di bawahnya dengan matanya yang mulai berkaca-kaca.
Antaris tersenyum. Kemudian, ia menepuk pelan pundak Aurora. "Lo yang kuat, ya." Aurora hanya mengangguk, menanggapi ucapan Antaris.
"Ra, kita duluan, ya," ujar Alfio yang dibalas anggukan oleh Aurora. Kemudian, Alfio dan yang lainnya pun pergi meninggalkan Bella, Antaris, dan Aurora di sana.
"Ra, gue sama Bella duluan, ya." Aurora mengangguk. Setelahnya, Antaris dan Bella pun pergi meninggalkan Aurora sendiri di pemakaman.
Aurora kembali jongkok di samping kuburan Mamanya. Ia mengusap lembut batu nisan tersebut dengan tangan yang bergetar. Ia memeluk batu nisan itu dengan erat sambil terisak kembali. "Mah ... tungguin Ora di sana, ya ..."
* * *
"Habis ini kamu mau ke mana, Ris?" tanya Bella saat di perjalanan pulang menuju rumahnya.
Antaris sedikit memelankan laju motornya, kemudian ia menatap wajah Bella dari balik kaca spion motornya. "Ke basecamp. Aku mau kumpul-kumpul dulu sama teman-teman, Bel."
Bella mengangguk-angguk, kemudian ia memeluk pinggang Antaris. "Ya udah, jangan kemaleman ya pulangnya. Nanti, takut diomelin lagi sama Tante Rinda."
Antaris mengangguk sambil terkekeh. Tangannya mengusap lembut tangan Bella yang sedang memeluknya. "Iya, bawel."
Setelah menghabiskan waktu beberapa menit, akhirnya Antaris dan Bella sampai di depan rumah mewah Bella. Bella turun dari motor Antaris, lalu ia merapihkan rambutnya yang sedikit acak-acakan karena diterpa angin.
"Mau mampir dulu, Ris?" tawar Bella sambil menatap Antaris yang juga tengah menatapnya.
Antaris menggeleng pelan. "Lain kali aja, Bel. Ya udah, aku pulang dulu, ya."
Bella mengangguk. "Iya, hati-hati, ya. Jangan ngebut-ngebut!"
Antaris mengangguk, kemudian ia mulai melajukan motornya ke arah basecamp. Sedangkan Bella, ia langsung masuk ke dalam rumahnya untuk beristirahat.
Sesampainya di basecamp, Antaris langsung merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di sana. Ia mulai memejamkan matanya untuk beristirahat sebentar karena badannya yang terasa lelah.
"Woi, panci yang ada di dapur ke mana? Kok kagak ada?" tanya Alfio bingung sambil menatap Ander, dan Arrion.
Arrion dan Ander kompak menggeleng. "Teu apal, aing." Ander menjawab dengan logat Sundanya.
Tiba-tiba, Garrick datang menghampiri Arrion, Ander, dan Alfio sambil membawa panci di tangannya.
Alfio yang melihat keberadaan panci di tangan Garrick pun langsung menoyor pelan kening Garrick. "Pantesan gue udah cari ke mana-mana tuh panci gak ketemu-temu, ternyata ada di elo pancinya."
Garrick meringis sambil mendelik tajam ke arah Alfio. "Emang buat apa sih, ini panci?"
"Ya buat masak, lah! Masa buat ngarungin lo, 'kan gak lucu!" seru Alfio tak santai. Sedangkan Garrick dan Ander hanya cengengesan. Arrion? Laki-laki itu sudah merebahkan tubuhnya di samping Antaris, malas untuk melihat perdebatan antara mereka.
"Santai, Mbak! Santai! Nge-gas bae hidup lo," ujar Garrick sambil tertawa bersama Ander.
Alfio mendelik tajam ke arah Garrick. Apa katanya? Mbak? Dia pikir, Alfio ini cewek apa?! Alfio mengambil panci di tangan Garrick dengan kasar.
"Mulut lo!" ucap Alfio kesal sambil menampol mulut Garrick menggunakan panci yang berada di tangannya.
Garrick langsung menghentikan tawanya sambil mengusap bibirnya yang baru saja ditampol oleh Alfio menggunakan panci. Sedangkan Ander, ia kembali tertawa saat melihat raut kesakitan Garrick.
"Bwahahaha ... mulut lo, Rik. Mulut lo langsung bengkak anjir!" seru Ander sambil terus tertawa.
"Gila, mulut lo besar banget anjir kayak yang udah habis disengat sama gajah aja, lo!" Ander terbahak bersama Alfio. Sedangkan Garrick, ia hanya mendengkus sebal.
"Sialan emang," gerutu Garrick sambil mengusap-usap bibirnya. Lihatlah, gara-gara panci sialan itu, sekarang bibirnya sudah tidak bagus dan seksi lagi.
* * *
-To Be Continued-

KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARIS [LENGKAP]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA JIKA KAMU MENIKMATI CERITA INI!] "Anda datang dengan damai kami menyambut dengan segan. Anda datang dengan kericuhan, tunggu kami datang dengan kesarkasan." -anggota geng Adler. Antaris Al...