49. Jadi, sebenarnya ...

5K 211 3
                                    

Jangan lupa vote, bantu tembusin sampai 2k vote yaa 🥺

Happy Reading 💞

* * *

Setelah mengganti pakaiannya, Aurora berniat untuk ke kamar Arnold untuk memberitahukan bahwa Antaris dan Bella telah baikan. Sebelum ke kamar Arnold, Aurora membawa segelas air putih dahulu untuk ia minum nanti di kamar Arnold.

Setelah sampai di depan pintu kamar Arnold, Aurora bisa melihat Arnold yang sedang memunggunginya sambil telponan. Entah dengan siapa Arnold telponan, Aurora tidak tahu. Aurora masih berdiri di sana sambil mendengarkan percakapan antara Arnold dan orang yang sedang Arnold telpon itu.

"Gimana Bu, keadaan Mama saya? Apa udah ada kemajuan?" tanya Arnold yang masih bisa didengar oleh Aurora.

Aurora yang mendengar pertanyaan Arnold pun mengernyitkan dahinya bingung. Mama? Mama siapa? Bukannya Mama mereka lagi kerja? Pikir Aurora.

Arnold menghembuskan nafasnya lelah. "Iya, makasih Bu atas infonya. Saya mohon, terus rawat Mama saya Bu, sampai dia sehat. Saya gak mau ngeliat Mama saya terus-terusan gila atas kematian Papa saya."

Deg ...

Aurora terkejut setelah mendengar ucapan Arnold barusan. Mama siapa yang gila? Jangan bilang bahwa yang gila itu Mama mereka--

Arnold terduduk, sambil mengusap wajahnya. "Mah, semoga Mama bisa sehat, ya. Arnold mau liat Mama sembuh dari kegilaan Mama itu ..."

Prang!

Gelas yang berada di genggaman Aurora jatuh begitu saja. Matanya mulai berkaca-kaca, dengan tangannya yang terus bergetar.

Arnold segera melihat ke belakang setelah mendengar suara benda jatuh. Matanya membulat sempurna saat melihat Aurora berada di sana. Ia takut. Ia takut kalau Aurora mendengar semua ucapannya.

Aurora mengusap air matanya kasar dan ia langsung pergi dari sana menuju kamarnya. Arnold tentu saja tak tinggal diam. Ia langsung berlari menyusul Aurora. Namun, pintu kamar Aurora dikunci sehingga ia tak bisa masuk ke dalam.

Arnold mengetuk pintu kamar Aurora beberapa kali, berharap Aurora membuka pintu kamarnya. Namun nihil, Aurora sama sekali tidak membukanya.

"Dek! Buka pintunya! Abang bisa jelasin," ujar Arnold dengan suara yang agak keras.

Di dalam kamar, Aurora termenung dengan air matanya yang terus mengalir dari kedua pelupuk matanya.

Sungguh, ia tak menyangka kalau Mamanya gila. Jadi ... selama ini Arnold membohonginya? Ia pikir, Mamanya sedang berkerja seperti yang Arnold katakan padanya. Tapi ternyata? Mamanya tidak kerja. Mamanya gila. Mamanya yang paling ia sayangi selama ini ternyata gila ...

Aurora menoleh ke samping, tepatnya ke arah nakas tempat tidurnya yang menampilkan poto dirinya dan Mamanya. Aurora mengambil poto itu dengan tangannya yang terus bergetar.

"Mama ..." Aurora mengusap poto itu lembut sambil tersenyum sendu.

"Mah, Mama tahu gak? Ora lagi kecewa sama Abang, soalnya Abang udah bohongin Ora, Mah." Aurora cemberut sambil mengusap air matanya kasar.

Setelahnya, Aurora langsung memeluk poto itu dengan erat sambil terisak. "Mama ... Ora kangen."

Brak!

Akhirnya, pintu kamar Aurora berhasil Arnold dobrak. Ya, memang sedari tadi Arnold sedang berusaha untuk mendobrak pintu kamar Aurora. Dan akhirnya berhasil.

Arnold melangkah pelan mendekati Aurora yang sedang terisak sambil memeluk poto mamanya. Arnold duduk di samping Aurora. Kemudian, ia langsung memeluk Aurora yang sedang terisak hebat.

ANTARIS [LENGKAP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang