[ Sel, bilangin ke Eca, Meta, sama ke Ales kalau sekarang kita kumpul di cafe yang biasa, ya? Ada yang mau gue omongin nih. ]
[ Oke. ]
Tut ....
Sambungan telepon dimatikan secara sepihak. Gadis berambut panjang itu mulai menuruni satu persatu anak tangga rumahnya. Dan, pas sekali saat kakinya menginjak tangga terakhir, suara Abangnya mampu menghentikan langkahnya. Ia melihat ke arah Abangnya yang sedang duduk di sofa ruang keluarga dengan televisi yang menyala.
"Dek, kamu mau ke mana?" tanya Arka pada adik perempuannya yang sudah terlihat rapi.
"Bella mau kumpul sama teman-teman Bella, Bang," jawab Bella sambil menghampiri Abangnya.
"Dek, sini duduk." Arka menepuk-nepuk tempat duduk di sampingnya yang kosong.
"Kenapa, Bang?" tanya Bella setelah mendudukkan dirinya di samping Arka.
"Abang mau ngomong serius sama kamu." Arka mulai menatap serius ke arah Bella.
"Mau ngomong apa, Bang?" tanya Bella yang sudah penasaran.
"Besok kamu harus pindah ke SMA Sakrala."
Bella menatap Arka dengan tatapan kagetnya setelah mendengar ucapan Arka barusan. "Maksud Bang Arka? Kok mendadak gini, sih, Bang!"
Arka tersenyum tipis. Ia memegang kedua tangan Bella sambil menatapnya dengan serius. "Kamu juga bisa ajak teman-teman kamu untuk pindah ke SMA Sakrala kalau mau, Dek."
Bella menatap tak suka ke arah Arka. Ia menepis pelan tangan Arka yang sedang memegang kedua tangannya. "Tapi kok mendadak gini sih, Bang? Kenapa Abang gak bilang dari kemarin-kemarin aja?"
Arka menghembuskan napasnya pelan. Ia menatap Bella lekat. "Abang mindahin kamu juga bukan tanpa alasan, Dek."
"Alasannya apa, Bang?"
"Kamu harus ...."
* * *
Drrtt ... drrtt ...
Drrtt ... drrtt ...
Cowok itu berdecak sebal saat mendengar ponselnya yang terus berdering menandakan ada panggilan masuk. Ia mengambil ponselnya yang terus berdering kemudian memencet tombol warna hijau tanpa melihat siapa yang menelponnya.
[ WOI, RIS! BANGUN, GEB! KATANYA MAU NGUMPUL! ]
Laki-laki yang dipanggil Ris itu mulai menjauhkan ponselnya dari telinganya. Ia mengusap-usap telinganya yang berdengung, kemudian berdecak sebal saat melihat nama siapa yang tertera dilayar ponselnya. Garrick.
[ Berisik, bangsat!
[ Cepetan kesini, sat! Katanya harus cepat-cepat kumpul disin--- ]
Tut ...
Antaris mematikan sambungan teleponnya secara sepihak membuat Garrick musah-misuh tidak jelas di seberang sana.
Antaris mulai mengambil jaket kebanggaannya kemudian mengambil kunci motor yang tergeletak di atas tempat tidurnya. Ia mulai menuruni satu persatu anak tangga kemudian menghampiri mamanya yang sedang menonton televisi di ruang keluarga bersama adiknya.
Cyrinda ---Mama Antaris--- menoleh saat melihat Antaris yang sudah rapi menghampiri dirinya. "Mau ke mana, Bang?"
Antaris mendudukkan dirinya di sofa, tepatnya di samping Cyrinda, Mamanya. "Mau kumpul sama temen-temen, Mah."
"Nanta pengen ikut dong, Bang," celetuk Ananta, adik Antaris yang masih berumur lima tahun.
"Nggak boleh, anak kecil gak boleh main sama anak besar," kekeh Antaris membuat Ananta mengerucutkan bibirnya kesal setelah mendengar ucapan Antaris.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARIS [LENGKAP]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA! JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA JIKA KAMU MENIKMATI CERITA INI!] "Anda datang dengan damai kami menyambut dengan segan. Anda datang dengan kericuhan, tunggu kami datang dengan kesarkasan." -anggota geng Adler. Antaris Al...